Mohon tunggu...
Jusuf AN
Jusuf AN Mohon Tunggu... profesional -

Kelahiran Wonosobo. Senang menulis (fiksi dan non-fiksi). Pemilik www.tintaguru.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ruang Publik Kota: Antara Realitas dan Idealitas

28 September 2015   13:24 Diperbarui: 6 Oktober 2015   18:41 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Taman Kartini Wonosobo (foto: dok. pribadi)"]

[/caption]

[caption caption="Taman Kartini Tampak Sepi Meski Hari Minggu (foto: dok. pribadi)"]

[/caption]

[caption caption="Kesunyian Taman Kartini perlu dipikirkan penyebabnya"]

[/caption]

Hei, Taman Kartini yang indah ini kenapa sepi? Setelah berpikir sejenak, saya segera mendapatkan jawaban: Taman Kartini sepi karena tidak ada pohon-pohon menaungi. Siapa tahan berlama-lama berada di bawah sinar matahari. Atau ada sebab yang lain, tentu saja. Yang jelas, sepinya ruang publik seperti Taman Kartini mesti dievaluasi. 

Ruang Publik Bebas PKL, Mungkinkah?

PKL dan ruang publik ibarat amplop dan perangko. Keduanya begitu sulit dipisahkan. PKL membutuhkan lokasi yang trategis, sementara orang-orang yang memanfaatkan ruang publik untuk bersantai, olah raga, bergembira dengan keluarga, sebenarnya juga membutuhkan PKL, khususnya penjaja kuliner.

Namun, sayang sekali jika perangko-perangko itu memenuhi seluruh amplop sehingga tak tersisa tempat menuliskan alamat. PKL yang tak tertata jelas telah merampas banyak akses dan diam-diam menciptakan kesenjangan sosial bagi para pengunjung ruang publik.

Dan lagi, ruang publik yang semestinya bebas dan netral dicemari oleh kepentingan privat yang bersifat komersial. Alhasil, cita-cita ruang publik kota hanyalah fatamorgana belaka.

Lihatlah ‘potret’ hari Minggu di alun-alun Wonosobo! Ruang publik telah benar-bear kehilangan ruhnya sebagai tempat berkumpulnya komunitas (community), yang tersisa hanyalah kerumunan (crowd) belaka; masyarakat sudah tidak ada, yang ada tinggal individu-induvidu.

Dilematis memang. Karenanya diperlukan political will pihak pengelola. PKL butuh sejahtera, tetapi tolong, jangan lupakan kesejahteraan jiwa para pengunjung ruang publik.

[caption caption="Tema Hari Habitat Dunia 2015: Ruang Publik Kota untuk Semua"]

[/caption]

Merenungi  

Apakah ruang publik dianggap tidak memberikan pengaruh ekonomi, dan hanya menghabiskan anggaran perawatan saja? Dengan mantap kita akan geleng-geleng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun