Mohon tunggu...
Justin SURYA ATMAJA
Justin SURYA ATMAJA Mohon Tunggu... Wiraswasta - INDONESIA SELAMAT DAMAI SEJAHTERA

PERINDU dan PENCARI dan PEMBELAJAR CINTA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Satu untuk Semua, Semua untuk Satu

23 Januari 2016   10:49 Diperbarui: 23 Januari 2016   16:01 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="SATU UNTUK SEMUA - SEMUA UNTUK SATU"][/caption]sumber gambar : koleksi dokumen pribadi

INDONESIA adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) pada tahun 2002 berdasarkan hasil kajian citra satelit menyatakan bahwa jumlah pulau di Indonesia adalah sebanyak 18.306 buah. Data Departemen Dalam Negeri berdasarkan laporan dari para gubernur dan bupati/wali kota, pada tahun 2004 menyatakan bahwa 7.870 pulau yang bernama, selebihnya belum bernama. (sumber: Wikipedia)

 

Tanah Air Kaya Raya

Negeri ini sangatlah kaya sumber daya alamnya, banyak terdapat gunung berapi sehingga membentuk lahan yang subur, udara yang sejuk dan panorama yang indah, sehingga dijuluki Zamrud Khatulistiwa. Pun demikian, kekayaan alam yang terkandung di dalamnya baik di dalam tanah maupun di dalam lautnya sangatlah melimpah. Emas, perak, batubara, minyak bumi, hasill hutan, hasil perkebunan, hasil pertanian, hasil perikanan, sumber daya laut dan beribu sumber daya alam lainnya.

[caption caption="egoisme beranak pinak sombong dan serakah"]

[/caption]sumber gambar : abatasa.co.id

Kekayaan alam yang sangat melimpah di tanah air ini bila dikelola dengan baik, benar dan tepat tentunya dapat mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Sayangnya, perilaku egois yang beranak kandung sifat sombong dan serakah telah menyebabkan segelintir orang dan kelompok menguasai dan mendulang harta warisan dari nenek moyang kita ini untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya saja. Lupa, bahwa semuanya ini harus kita jaga, rawat dan gunakan dengan baik dan bijaksana karena sejatinya adalah titipan untuk cucu kita kelak. Kondisi ini diperparah oleh bangsa asing yang lewat korporasi mereka di berbagai bidang menjarah harta negeri ini melalui skema kebijakan investasi yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat Indonesia.

 

Sumber Daya Manusia, Harta Yang Paling Berharga

[caption caption="proyeksi peta demografi Indonesia 2010-2035"]

[/caption]Kepulauan Nusantara dihuni oleh 1.340 suku bangsa menurut sensus Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2010. Suku-suku bangsa ini mempunyai budaya, bahasa, adat istiadat, rumah adat, teknologi, agama dan kepercayaan yang bermacam-macam. Mozaik budaya di hamparan khatulistiwa ini jelas mempunyai potensi sangat besar untuk dikembangkan.

Keberagaman manusia-manusia Indonesia dengan keunikan masing-masing menjadi modal sangat penting pembangunan bangsa, karena sumber daya manusia inilah harta paling berharga yang dimiliki negeri ini. Keanekaragaman adalah tonggak untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Kemajemukan ini sudah ada sejak lama jauh hari sebelum negara Indonesia lahir. Keberhasilan mengelola kemajemukan akan membentuk kita sebagai pribadi-pribadi unggul yang bangga sebagai bangsa Indonesia. 

 

Kemajemukan, Modal Sosial Sekaligus Potensi Konflik

Melewati usia 70 tahun Indonesia Merdeka, negeri ini masih belum sepenuhnya mampu mengelola perbedaan. Kemajemukan sumber daya manusia yang seharusnya adalah kekuatan sangat penting sebagai modal sosial pembangunan nasional bisa berpotensi menimbulkan permasalahan bila tidak dikelola dengan tepat dan bijaksana. Berbagai macam konflik sosial yang berujung terjadinya tindakan kekerasan marak bermunculan. Ciri khas bangsa Indonesia yang terkenal ramah-tamah, murah senyum dan sangat bersahabat mulai tergerus oleh muncul dan menjamurnya perilaku egois mementingkan kelompoknya sendiri. Konflik keagamaan adalah yang paling rentan terjadi selain konflik yang berlatar belakang kesukuan/etnis dan konflik karena ketidakadilan ekonomi.

 [caption caption="keberagaman juga menimbulkan potensi konflik"]

[/caption]sumber gambar: asrah-huda.blogspot.com

Konflik keagamaan bisa disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal misalnya adanya orientasi keagamaan yang menyimpang, perbedaan tafsir atau dangkalnya pemahaman atas ajaran agama. Faktor eksternal karena adanya kesenjangan ekonomi, aspek historis dan aspek demografis. Konflik kesukuan dan etnis terjadi ketika suku yang lebih besar mendominasi suku yang lebih kecil apalagi terbelakang termasuk terjadinya benturan budaya. Baik konflik keagamaan maupun kesukuan/etnis tidak jarang terjadi karena dipicu oleh adanya kesenjangan ekonomi di masyarakat.

 

Mekanisme Internal Kurang Berfungsi, Mekanisme Antar Kelompok Rapuh

Tata kelola relasi yang kurang tepat dapat menyebabkan konflik keagamaan dan kesukuan/etnis. Bahkan di dalam internal kelompok itu sendiri sering terjadi ketidakharmonisan. Hal ini dimungkinkan terjadi karena mekanisme internal kelompok tersebut tidak atau kurang berfungsi. Terjadinya konflik juga diperparah oleh rapuhnya mekanisme relasi antar kelompok baik kelompok keagamaan maupun kelompok kesukuan/etnis karena lemahnya atau bahkan tidak adanya rekatan sosial atau kohesi sosial. Hal ini diperparah dengan perilaku prejudice atau prasangka buruk dan stereo type yakni prasangka negatif yang sering dijadikan dasar suatu kelokmpok untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap kelompok lain.

 

Bangsa ini Sudah Lupa Jati Dirinya

Sejak ribuan tahun lalu, para leluhur bangsa ini mempunyai cara hidup dan cara bertindak yang sarat dengan nilai-nilai luhur. Para pendiri bangsa ini (Founding Fathers) telah mempelajari dan meneladaninya, lalu dengan sangat arif dan bijaksana berhasil memampatkannya menjadi lima kalimat indah sarat tata nilai, PANCASILA, Karya Agung ini telah ditancapkan menjadi falsafah dan pedoman hidup bangsa Indonesia serta menjadi “RUH” konstitusi negeri ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

 [caption caption="serakah"]

[/caption] sumber gambar: pixabay.com

Pasca reformasi 1998, gaung Pancasila seakan mulai melirih dan lenyap ditelan egoisme, keserakahan dan kesombongan. Orang beragama mulai lupa jalan menuju Tuhannya. Martabat manusia sebagai makhluk Tuhan paling mulia mulai dejerembabkan martabatnya. Persatuan dan kesatuan mulai digeser oleh perilaku individualistis. Kearifan dan kebijaksanaan sebagai kekuatan hati semakin langka dan kalah oleh dominasi cerdasnya pikiran. Orang semakin tidak peduli lagi untuk memperjuangkan keadilan sehingga banyak dan semakin banyak manusia-manusia Indonesia yang terpinggirkan, tersingkirkan bahkan keberadaan mereka tidak dianggap lagi. Parahnya, dalam banyak hal negara belum benar-benar hadir untuk melayani, memfasilitasi, melindungi dan mensejahterakan rakyatnya.

 

Kembali kepada Pancasila, Falsafah dan Inti Budaya Indonesia

[caption caption="Pancasila, Falsafah dan Inti Budaya Indonesia"]

[/caption]sumber gambar: kartun648.blogspot.com

Kini bangsa ini harus menemukan jati dirinya dan kembali kepada falsafahnya yakni Pancasila. Pancasila adalah samudera atas keanekaragaman dan kemajemukan manusia-manusia Indonesia. Rekatan atau kohesi sosial atas perbedaan dan kemajemukan di negeri ini pasti Pancasila. Melimpahnya suku-suku dengan budaya dan adat istiadat masing-masing yang unik, beragamnya agama yang diimani, keunikan sejarah masing-masing daerah, kekhususan geografis masing-masing tempat, keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi masing-masing etnis dan potensi keberagaman dan perbedaan lainnya; adalah aliran sungai-sungai yang kesemuanya mengalir menuju samudera itu sendiri. Samudera kita, Pancasila, sungguh luas karena inilah sejatinya jati diri bangsa Indonesia.

Sudah saatnya kita hanya berpegang pada Kebenaran dan Hukum. Kebenaran dan Hukum harus ditahtakan di tempat yang paling tinggi. Hanya ada satu kebenaran, yaitu kebenaran Tuhan. Kebenaran Tuhan adalah Kebenaran Mutlak atau Kebenaran Sejati. Hanya ada satu hukum, yaitu Hukum Tuhan. Hukum Tuhan adalah Hukum Mutlak atau Hukum Sejati.

 

Merdeka Dalam Kebhinekaan

[caption caption="Indonesia Mercusuar Dunia"]

[/caption]sumber gambar: rosowaras.wordpress.com

Bung Karno dalam pidatonya 1 Juni dengan tegas menyatakan bahwa “Kita tidak mendirikan negara buat satu orang, satu golongan, tetapi buat semua sehingga dasar pertama untuk negara Indonesia adalah dasar kebangsaan. Kita mendirikan suatu negara kebangsaan Indonesia, dasar kebangsaan bukan kebangsaan dalam arti sempit. Kita bukan cuma membicarakan bangsa, melainkan juga tanah airnya. Rakyat Minangkabau yang ada dimana-mana merasakan “kehendak akan bersatu” walaupun Minangkabau hanya sebagian kecil dari nusantara, demikian juga masyarakat Yogya, Sunda dan Bugis. Nationale Staat meliputi seluruh wilayah Indonesia yang merupakan wilayah kesatuan..……..”

Hanya dengan mengamalkan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika  bangsa ini akan mendapat kepastian masa depan. . Kebhinekaan merupakan warisan permanen sebagai pemberian alam dan anugerah Ilahi yang harus diterima dengan penuh rasa syukur. Tanpa hadirnya Pancasila dalam segala sendi kehidupan, bangsa ini akan rapuh dan mudah dirobek-robek dan diceraiberaikan.

 

Indonesia Harmoni, Indonesia Mercusuar Dunia

[caption caption="Indonesia Mercusuar Dunia"]

[/caption]sumber gambar: kompasiana

Mengamalkan Pancasila secara murni dan konsekuen, akan menciptakan suasana Indonesia Harmoni. Terciptanya manusia-manusia Indonesia yang Pancasilais, dibangunnya relasi yang berkualitas antar manusia dan antar kelompok dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Generasi inilah yang akan mengantarkan Indonesia sebagai MERCUSUAR DUNIA!

 

catatan refleksi hari sabtu 23 januari 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun