[caption caption="serakah"]
Pasca reformasi 1998, gaung Pancasila seakan mulai melirih dan lenyap ditelan egoisme, keserakahan dan kesombongan. Orang beragama mulai lupa jalan menuju Tuhannya. Martabat manusia sebagai makhluk Tuhan paling mulia mulai dejerembabkan martabatnya. Persatuan dan kesatuan mulai digeser oleh perilaku individualistis. Kearifan dan kebijaksanaan sebagai kekuatan hati semakin langka dan kalah oleh dominasi cerdasnya pikiran. Orang semakin tidak peduli lagi untuk memperjuangkan keadilan sehingga banyak dan semakin banyak manusia-manusia Indonesia yang terpinggirkan, tersingkirkan bahkan keberadaan mereka tidak dianggap lagi. Parahnya, dalam banyak hal negara belum benar-benar hadir untuk melayani, memfasilitasi, melindungi dan mensejahterakan rakyatnya.
Kembali kepada Pancasila, Falsafah dan Inti Budaya Indonesia
[caption caption="Pancasila, Falsafah dan Inti Budaya Indonesia"]
Kini bangsa ini harus menemukan jati dirinya dan kembali kepada falsafahnya yakni Pancasila. Pancasila adalah samudera atas keanekaragaman dan kemajemukan manusia-manusia Indonesia. Rekatan atau kohesi sosial atas perbedaan dan kemajemukan di negeri ini pasti Pancasila. Melimpahnya suku-suku dengan budaya dan adat istiadat masing-masing yang unik, beragamnya agama yang diimani, keunikan sejarah masing-masing daerah, kekhususan geografis masing-masing tempat, keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi masing-masing etnis dan potensi keberagaman dan perbedaan lainnya; adalah aliran sungai-sungai yang kesemuanya mengalir menuju samudera itu sendiri. Samudera kita, Pancasila, sungguh luas karena inilah sejatinya jati diri bangsa Indonesia.
Sudah saatnya kita hanya berpegang pada Kebenaran dan Hukum. Kebenaran dan Hukum harus ditahtakan di tempat yang paling tinggi. Hanya ada satu kebenaran, yaitu kebenaran Tuhan. Kebenaran Tuhan adalah Kebenaran Mutlak atau Kebenaran Sejati. Hanya ada satu hukum, yaitu Hukum Tuhan. Hukum Tuhan adalah Hukum Mutlak atau Hukum Sejati.
Merdeka Dalam Kebhinekaan
[caption caption="Indonesia Mercusuar Dunia"]
Bung Karno dalam pidatonya 1 Juni dengan tegas menyatakan bahwa “Kita tidak mendirikan negara buat satu orang, satu golongan, tetapi buat semua sehingga dasar pertama untuk negara Indonesia adalah dasar kebangsaan. Kita mendirikan suatu negara kebangsaan Indonesia, dasar kebangsaan bukan kebangsaan dalam arti sempit. Kita bukan cuma membicarakan bangsa, melainkan juga tanah airnya. Rakyat Minangkabau yang ada dimana-mana merasakan “kehendak akan bersatu” walaupun Minangkabau hanya sebagian kecil dari nusantara, demikian juga masyarakat Yogya, Sunda dan Bugis. Nationale Staat meliputi seluruh wilayah Indonesia yang merupakan wilayah kesatuan..……..”