Mohon tunggu...
Justin SURYA ATMAJA
Justin SURYA ATMAJA Mohon Tunggu... Wiraswasta - INDONESIA SELAMAT DAMAI SEJAHTERA

PERINDU dan PENCARI dan PEMBELAJAR CINTA

Selanjutnya

Tutup

Bola

Quo Vadis, Menpora?

24 Oktober 2015   10:35 Diperbarui: 24 Oktober 2015   12:06 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Budaya Indonesia, Karya Agung Founding Fathers"][/caption]

Seperti diketahui, Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI) telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 01307 Tahun 2015 tanggal 17 April 2015, tentang sanksi administratif berupa kegiatan olahraga PSSI tidak diakui. Yang kemudian diikuti dengan permintaan kepada seluruh instansi pemerintah di pusat dan di daerah untuk tidak memberikan pelayanan dan memfasilitasi kegiatan PSSI.


Terkait dengan tindakan Menpora tersebut, PSSI telah menguji keabsahan SK Menpora tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) dengan nomor perkara 91/G/2015/PTUN-JKT, dimana pada tanggal 25 Mei 2015 PTUN Jakarta telah mengeluarkan Penetapan Penundaan (putusan sela) yang menyatakan bahwa SK Menpora Nomor 01307 Tahun 2015 tidak mempunyai kekuatan hukum dikarenakan ditunda keberlakuannya hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.


Penetapan tersebut diperkuat dengan Putusan PTUN Jakarta nomor 91/G/2015/PTUN-JKT pada tanggal 14 Juli 2015 yang menyatakan mengabulkan seluruh gugatan PSSI dan menyatakan SK Menpora tersebut batal dan harus dicabut. Adapun permohonan banding yang diajukan oleh Menpora terhadap putusan PTUN tersebut tidak membuat SK Menpora tersebut aktif kembali. Karena berdasarkan amar putusannya, di dalam penundaan menyatakan tentang penundaan pelaksanaan SK Menpora tetap berlaku hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau sampai ada penetapan lain yang mencabutnya di kemudian hari.

Heu heu heu... begitulah sekilas gambaran pertikaian Menpora vs PSSI dari sisi produk hukumnya... 

Inilah penggalan naskah Putusan PTUN tanggal 14 Juli 2015 yang dimaksud:

[caption caption="Amar Putusan PTUN Juli 2015"]

[/caption]

 

Monggo... silakan Kompasianer alhi hukum mengupas tuntas dan memperdebatkan hal ini dari sudut pandang pembelaan kepada kubu masing-masing sampai mulutnya ndower... karena konflik Menpora vs PSSI sudah terjadi, yang diperlukan saat ini adalah dicapainya sebuah "solusi terbaik untuk sepakbola nasional", bukan terbaik untuk Menpora atau terbaik untuk Presiden PSSI... bentar.. nyruput kupi duluuu....

Fakta terkini:

  1. Mengabaikan Putusan PTUN di atas, Menpora dan Tim Transisinya tetap jalan terus dengan "rencana besar yang terkesan tidak terencana"..
  2. PSSI, de fakto, telah dimandulkan dari semua lini sehingga sama sekali tidak dapat menjalankan program kerjanya, terutama "2045: PSSI Menuju Organisasi Unggul (100 Tahun Indonesia Merdeka)" ..

Yang dipertontonkan sekarang, "para pemimpin" atau mungkin lebih tepat disebut "orang2 pintar yang ngaku sebagai pemimpin" ini lebih suka bermanuver di media entah itu tivi, media cetak dan paling rame diberitakan lewat media online. Klaim "berebut menjadi yang benar" memang dominan mengemuka.. coba cermati, mana ada terlihat "berebut menyatakan sebagai yang salah?" .. heu heu heu.. bentar.. ngudut duluuu....

Sebenarnya, kalau dicermati dengan seksama dengan cara pandang kepentingan sepakbola nasional, hukum Negara dan hukum FIFA itu saling meng"amini" loh... baik UU SKN maupun Statuta FIFA menggarisbawahi soal kemandirian federasi sepakbola dalam menggelindingkan roda organisasinya menuju prestasi puncak. Maka, sejatinya tidak ada gunanya sama sekali "tontonan konflik" seperti yang ditunjukkan para petinggi saat ini.. kan lebih baik menampilkan "panggung damai penuh cinta" menjalankan peran masing-masing dengan penuh sinergi...

Jadi.. untuk segera mengakhiri pertunjukan "adu kekuasaan" ini, sebaiknya dipakai cara-cara "Budaya Indonesia"  .. ini yang seharusnya diteladankan pertama kali oleh Menpora sebagai "Representasi Negara"... 

  1. Budaya nomor satu ini sudah pasti harus dipakai.. karena sejatinya di sini ada Nilai Tertinggi "Hukum Cinta" sebagai hukum Tuhan yang Satu dan Satu-Satunya...
  2. Budaya nomor dua juga mutlak harus jadi landasan, karena ini soal manusia-manusia Indonesia seutuhnya...
  3. Budaya nomor tiga "Persatuan Indonesia" harus menjadi "rekatan/kohesi sosial" bagi kedua lembaga yang bertikai ini...
  4. Budaya nomor empat dengan kata kunci "hikmat kebijaksaaan".. para pemimpin ya kudu penuh hikmat dan bijaksana..
  5. Budaya nomor lima tentunya juga harus mewarnai langkah-langkah menuju keadilan sosial bagi masyarakat sepakbola nasional dan semua hal yang terkait...

Pertanyaan refleksinya:

  1. Bagaimana Menpora dan Presiden PSSI bisa menjadi teladan berperilaku "menjalankan Hukum Cinta", lha wong mereka "saling berebut mejadi yang benar"?
  2. Bagaimana Menpora dan Presiden PSSI bisa menjadi teladan berperilaku "memanusiakan manusia Indonesia", lha wong mereka tidak punya niat baik "untuk saling menghargai martabat satu sama lain"?
  3. Bagaimana Menpora dan Presiden PSSI bisa menjadi teladan berperilaku "Persatuan Indonesia" lha wong mereka lebih suka mempertontonkan "drama air dan minyak"?
  4. Bagaimana Menpora dan Presiden PSSI bisa menjadi teladan berperilaku "pemimpin yang sesungguhnya" lha wong mereka ogah untuk saling berjumpa dan bermusyawarah sebagai dua orang pemimpin yang penuh hikmat dan bijaksana demi kepentingan masyarakat bola nasional?
  5. Bagaimana Menpora dan Presiden PSSI bisa menjadi teladan berperilaku "adil" lha wong saat ini roda kehidupan sepakbola nasional nyaris mati dan belakangan cuman dihibur dengan "diberi permen (gula-gula) turnamen demi turnamen?

Yuuuuuk... Mas Menpora dan Mas Presiden PSSI.. berebutlah menjadi "pihak yang salah" lalu saling mengoreksi kesalahan lantas menjalankan fungsi masing-masing dengan penuh sinergi melalui MOU atau Nota Kesepahaman atau Cooperative Agreement atau terserah apapun namanya.. kemudian dengan semangat "sehati & sepemahaman - saling menjunjung tinggi prinsip kesetaraan dan berkarya sebagai sebuah tim" berjuang membangun industri sepakbola nasional yang sehat dan maju bermuara pada Tim Nasional tangguh yang membanggakan Indonesia...

"JIKA KITA MEMPUNYAI KEINGINAN YANG KUAT DARI DALAM HATI, MAKA SELURUH ALAM SEMESTA AKAN BAHU-MEMBAHU MEWUJUDKANNYA", demikian kata BUNG KARNO, SANG PROKLAMATOR....

 

*** Jangan bilang Cinta Indonesia kalau masing ngotot mengedepakan ego...

*** Jangan bilang Cinta Persatuan kalau masih alergi dengan keberagaman...

*** Jangan bilang Cinta Sepakbola Nasional kalau menyengsarakan para stake holder dan runutan lainnya..

*** Jangan bilang cinta bini tetangga... berbahaya!

 

Heu heu heu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun