Mohon tunggu...
Inovasi

Gara-Gara Handphone Manusia Bisa Jadi "Gila" ?

8 Oktober 2015   11:29 Diperbarui: 8 Oktober 2015   11:29 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kita tahu sendiri bahwa didunia ini perkembangan teknologi sangat pesat sekali, dan bahkan semua informasi yang ada di internet dapat kita peroleh melalui Handphone kita sendiri tentunya. Memang tidak bisa dipungkiri kalau di zaman yang sudah berkembang dan maju seperti sekarang ini, kebanyakan dari kita punya yang namanya telepon genggam atau yang biasa disebut juga dengan Handphone. Dari anak anak kecil sampai orang dewasa pun memiliki handphone. Keberadaan handphone memang sangat dibutuhkan sekali bagi semua orang yang hidup di zaman yang sudah berkembang ini, terlebih bagi orang-orang yang sibuk atau bekerja, pasti keberadaan handphone sangat berguna sekali bagi mereka. Karena dengan adanya handphone mereka dapat berkomunikasi dengan siapapun, kapanpun, dan dimanapun.

 

Handphone juga dapat membantu kita berkomunikasi dengan keluarga, kerabat, atau teman kita yang letaknya jauh dari kita. Sehingga kita dapat berkomunikasi langsung dengan mereka melalui handphone, tapi tahukah bahwa dengan munculnya handphone membuat manusia bergantung sekali dengan benda satu ini? kemanapun kita pergi pasti kita membawa handphone, dimanapun kita berada pasti kita tidak pernah lepas dari yang namanya handphone. Padahal dulu sebelum ada handphone kita merasa biasa aja, tapi sekarang? Kalau kita tidak bawa handphone rasa nya pasti cemas, gelisah, bingung sendiri seperti orang "gila"bahkan dengan kita tidak membawa handphone atau lupa membawa handphone terkadang kita merasa stress dan bingung mau melakukan apa.

 

Kita harus berhati-hati jika kita sudah merasakan hal-hal seperti itu, karena itu merupakan tanda-tanda nomophobia. Biasa orang-orang nomophobia menggunakan handphone ditempat dan waktu yang tidak biasa, seperti di toilet, di saat menyetir mobil atau pun motor. Orang-orang nomophobia tersebut tidak akan berhenti menggunakan handphone nya kecuali baterai handphone nya itu habis, dan dengan tidak sengaja pula hal itu dapat membuat mereka kurang bersosialisasi dengan orang disekitar mereka.

 

dilansir dari detik.inet

Jakarta - Orang Indonesia ternyata lebih lengket dengan smartphone ketimbang menonton TV maupun radio. Dalam catatan lembaga riset GfK, tercatat 61% warga di kota Jakarta, Bodetabek, Bandung, Semarang, dan Surabaya, memiliki ponsel pintar.

 

Rata-rata pemakaian smartphone mereka 5,5 jam per hari dan puncaknya terjadi pada malam hari. Kebiasaan menggunakan smartphone malah lebih lama dibandingkan saat mereka melihat televisi yang cuma menghabiskan 4 jam per hari, dan mendengarkan radio sekitar 60 menit saja.

 

Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi sejumlah perusahaan khususnya di bidang teknologi informasi komunikasi (ICT), fast moving consumer good (FMCG), dan elektronik untuk memantau perilaku konsumen.

 

"Kondisi sekarang berbeda dengan 10-15 tahun lalu, terutama untuk mengetahui perilaku konsumen,” ujar Guntur Sanjoyo, Managing Director GfK Indonesia, dalam email yang diterima detikINET, Rabu (23/9/2015).

 

Media di masa lalu dengan mudah didefinisikan melalui perangkat yang mereka tampilkan. Program televisi hanya muncul di media TV, sedangkan berita dan artikel di majalah hanya muncul dalam bentuk media cetak. Namun, sekarang seiring dengan perkembangan internet dan connected device kini program TV dan majalah juga bisa dilihat melalui laptop, tablet dan ponsel.

 

Karena itu, kata Guntur dengan pertumbuhan konektivitas internet yang tinggi terutama di kelas menengah di Indonesia telah menciptakan kebutuhan yang besar akan data berkualitas tinggi untuk memahami perilaku konsumen lokal yang kompleks dalam penggunaan media.

 

Hal ini dibutuhkan sejumlah metode dan perangkat pengukuran yang andal, efisien dan akurat secara lintas media untuk mengetahui perilaku konsumen saat ini. Untuk menjawab tantangan tersebut, kata Guntur, GfK memperkenalkan Crossmedia Link yang mampu mengukur perilaku konsumsi konsumen secara efektif melalui penggunaan media berteknologi tinggi.

 

Indonesia terpilih sebagai pasar pertama di Asia Pasifik untuk mengembangkan Crossmedia Link karena termasuk negara yang memiliki pertumbuhan pasar tercepat di seluruh dunia dari segi penetrasi dunia online, Internet, pendapatan iklan dan e-commerce. Selain Indonesia, Crossmedia Link saat ini juga tersedia di Turki, Rusia, Brazil, Jerman, Belanda, Polandia, Afrika Selatan , Inggris dan Italia.

 

Salah satu indikasi bisa dilihat dari data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang menyebutkan bahwa penetrasi internet di Indonesia masih rendah, sekitar 35% dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 252,4 juta orang. Belum lagi potensi pasar smartphone yang diprediksi bisa mencapai 120 juta unit per tahun dimana saat ini baru 40 juta unit per tahun.

 

Diluncurkannya GfK Crossmedia Link (GXL) ini untuk menjawab perkembangan teknologi yang demikian pesat. “Dalam era digital seperti sekarang ini menjadi hal yang wajib bagi para pemilik website untuk memahami perjalanan konsumen di dunia digital. Tujuannya agar bisa menolong mereka dalam mengungguli para kompetitor,” ujarnya.

 

GXL ini menggunakan teknologi LeoTrace dengan single-source panel atau data satu sumber lintas media terpercaya yang secara efektif memonitor perilaku konsumen lewat berbagai layar termasuk desktop, smartphones dan tablets. Caranya dengan membenamkan sebuah software milik Gfk ke dalam berbagai perangkat setiap panel (smartphones, tablet, desktop dan laptop).

 

“Saat ini telah dilakukan uji coba dimana ada sebuah panel berisi 6.000 orang melintasi lima kota-kota utama di Indonesia tengah dibangun dan secara otomatis memonitor penggunaan dan perilaku mereka lewat perangkat-perangkat ini. Selain itu, penggunaan TV dan media cetak juga diukur secara periodik,” ujar William S Kusuma, GXL Indonesia Commercial Lead, Consumer Choices, GfK Indonesia.

 

Dengan kemampuan GXL yang bisa diandalkan ini akan mendukung pengukuran dan perencanaan strategi media untuk perusahaan-perusahaan global ataupun lokal. Para merk dan pengiklan bisa memasang target, memonitor dan mengevaluasi kampanye iklan mereka dengan lebih baik lagi, menggunakan cara profiling yang lebih jitu dan tepat sasaran serta mampu mengevaluasi keefektifan kampanye lewat berbagai media yang berbeda.

 

Di Indonesia, Croosmedia Link dilakukan berdasarkan pada monitor digital secara pasif dikombinasikan dengan diary inputs untuk TV, radio dan media cetak. “Set data kami yang unik memungkinkan para klien untuk memahami kompleksitas perilaku media saat ini dan menciptakan hubungan diantara segmentasi data yang dimiliki mereka hari ini,” pungkas William

 

Menurut penulis, kasus yang penulis angkat ini sangat berhubungan sekali dengan Teori Uses And Gratification, dimana teori itu menjelaskan bahwa seseorang secara aktif mencari media tertentu dan muatan (isi) tertentu untuk menghasilkan kepuasan atau hasil tertentu. Awal penelitian teori ini sudah dimulai sejak tahun 1940 an, lalu selanjutnya pada tahun 1948 Lasswell menyampaikan empat interprestasi fungsional dari media di tingkat macrosociological. Media mencakup fungsi pengawasan, kolerasi, hiburan, dan transmisi budaya bagi masyarakat dan individu, lebih lanjut dalam tahapan awal Herta Hezog (1944) dia berusaha membagi alasan-alasan orang melakukan bentuk-bentuk yang berbeda mengenai perilaku media. Selain itu Teori Uses And Gratification adalah sebagai perluasan dari teori kebutuhan dan motivasi (Maslow, 1970), dalam teori kebutuhan dan motivasi Abraham Maslow menyatakan bahwa orang secara aktif berusaha untuk memenuhi hirearki kebutuhannya.

 

Memang kita sebagai makhluk sosial tidak dapat lepas dari yang namanya teknologi, kita perlu teknologi untuk mendapat informasi yang ada dimanapun dan kapanpun dengan melalui media handphone kita sendiri. Sebenarnya penggunaan handphone merupakan hal yang baik atau wajar tetapi jika menggunakannya dengan berlebihan atau tidak wajar itu akan membuat kita menjadi kecanduan atau tidak bisa lepas dari handphone itu sendiri. Alangkah baiknya jika kita menggunakan handphone dengan bijak dan tidak menggunakannya dengan cara yang berlebihan. Bijaklah dalam menggunakan handphone kita, jangan sampai kita dibuat "gila" olehnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun