Keesokan paginya, Livy sudah kembali bekerja. Wajahnya nampak masih sedikit pucat, ia pun tak banyak bicara seperti biasanya kepada para pengunjung. Aku bahkan melupakan perihal surat-surat misterius itu sejenak, karena aku nampak iba dengan kondisi Livy yang nampaknya belum pulih sepenuhnya.Â
Aku beranjak dari kursiku dan menghampirinya dengan sedikit grogi
"Ehmm Vy, kalau kamu masih sakit nanti kamuÂ
pulang aja pas break makan siang. Biar aku yang gantiin kerjaan kamu sementara waktu"
"Tak apa, keadaanku sudah mulai membaik." Jawabnya sambil tersenyum manis.
"Syukurlah kalau memang begitu" pintaku sambil berbalik kembali ke meja kerjaku.
Singkat cerita, setelah selesai break makan siang aku terkejut menemukan sebuah pesan yang kembali tergeletak lagi di meja kerjaku.
"Terima kasih atas perhatiannya"
Wajahku seketika memerah membaca pesan itu, sontak aku melihat ke arah Livy. Dari seberang, Livy menatapku dalam sambil tersenyum. Ia beranjak dari tempatnya dan melangkah mendekatiku, disodorkannya sebuah kertas padaku.Â
"Nampaknya aku tak hanya berhasil membuatmu tersenyum"Â
Jantungku berdetak kencang seketika, rasanya seisi ruangan perpustakaan seakan mendengarnya. Aku melihat ke arahnya sekilas, Wajahnya yang tadinya pucat kini berseri-seri. Wanita itu hanya tersenyum manis dan berbalik meninggalkanku.Â