Aku hanya tersenyum tipis melihat notif WhatsApp darinya setiap pagi.
Sudah hampir sebulan aku dekat dengan Cindy, namun aku tak berani menjalin hubungan yang lebih serius dengannya. Bukan aku menolaknya, namun aku sengaja mengulur waktu untuk mengenalnya lebih jauh. Aku takut kenangan pahit di masa laluku terulang lagi.Â
"Jadi, kita ini apa?"
Pertanyaan itu selalu terucap dari bibir Cindy, namun aku selalu berusaha menepis dengan candaan-candaan untuk mengalihkan topik pembicaraan. Walaupun kadang ia kesal, namun ia selalu berusaha memakluminya.
Hari terus berlalu dan tak terasa sudah setahun, panggilan-panggilan telepon dari wanita jahanam itu sudah tak terdengar lagi.Â
Hanya beberapa pesan tak terbalas yang ku acuhkan tercecer di arsip WhatsApp-ku.
Pagi ini, Cindy masih setia mengabariku di awal hari hanya untuk sekedar mengucapkan "selamat pagi" atau kata-kata pengingat untuk sarapan. Perlahan aku semakin yakin tuk menerima dirinya dalam kehidupan pribadiku, mungkin sudah saatnya aku melupakan dan menyelesaikan masa laluku.
Perlahan ku beranikan diri tuk coba membuka beberapa pesan dari wanita jahanam itu.
"Just, maafin aku. Aku mau kita kembali seperti dulu" Aku hanya tersenyum sinis saat membaca sekilas pesan itu.
"Kau masih saja begitu, membalut luka dengan duka" batinku seraya memblokir kontak wanita jahanam itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H