"Katanya kamu udah punya pacar yah" tanya Cindy dengan alis berkerut.
"Pacarku tentu saja Cindy seorang" balasku sambil cekikikan.
Cindy hanya tersenyum geli dan reflek mencubit pinggangku, aku hanya pura-pura kesakitan agar ia melepaskan cubitannya.
Malam itu aku menghabiskan waktu berduaan dengan Cindy hingga larut malam, aku melirik arlojiku, waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam dan aku pun memutuskan untuk mengantarkannya pulang ke rumahnya. Aku pun bergegas melanjutkan perjalananku ke apartemenku dan segera beristirahat.
Aku terbangun oleh dering panggilan telepon,
aku sudah tak asing dengan panggilan ini. panggilan dari mantan pacarku, yang nyatanya malah menduakanku dan sekarang mengemis-ngemis untuk kembali padaku, aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku tatkala Wanita jahanam itu menelponku.
"Tak tahu malu" batinku selalu.
Aku mengangkat telepon itu namun hanya diam tanpa sepatah kata pun hingga kemudian sambungan panggilan itu terputus dari seberang dengan sendirinya.
Untungnya kekesalanku di setiap pagi itu sedikit terobati dengan kehadiran Cindy.
"Selamat pagi, jangan lupa sarapan"
Aku hanya tersenyum tipis melihat notif WhatsApp darinya setiap pagi.
Sudah hampir sebulan aku dekat dengan Cindy, namun aku tak berani menjalin hubungan yang lebih serius dengannya. Bukan aku menolaknya, namun aku sengaja mengulur waktu untuk mengenalnya lebih jauh. Aku takut kenangan pahit di masa laluku terulang lagi.Â
"Jadi, kita ini apa?"
Pertanyaan itu selalu terucap dari bibir Cindy, namun aku selalu berusaha menepis dengan candaan-candaan untuk mengalihkan topik pembicaraan. Walaupun kadang ia kesal, namun ia selalu berusaha memakluminya.
Hari terus berlalu dan tak terasa sudah setahun, panggilan-panggilan telepon dari wanita jahanam itu sudah tak terdengar lagi.Â
Hanya beberapa pesan tak terbalas yang ku acuhkan tercecer di arsip WhatsApp-ku.
Pagi ini, Cindy masih setia mengabariku di awal hari hanya untuk sekedar mengucapkan "selamat pagi" atau kata-kata pengingat untuk sarapan. Perlahan aku semakin yakin tuk menerima dirinya dalam kehidupan pribadiku, mungkin sudah saatnya aku melupakan dan menyelesaikan masa laluku.
Perlahan ku beranikan diri tuk coba membuka beberapa pesan dari wanita jahanam itu.
"Just, maafin aku. Aku mau kita kembali seperti dulu" Aku hanya tersenyum sinis saat membaca sekilas pesan itu.
"Kau masih saja begitu, membalut luka dengan duka" batinku seraya memblokir kontak wanita jahanam itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H