Aku pun berangkat kerja dengan ceria sambil memikirkan hadiah yang cocok untuknya.
Aku yang saat itu sedang bekerja terkejut tatkala mendengar kabar kalau penyakit jantung Hobertina kambuh lagi dan ia tak sadarkan diri sehingga sedang berada di rumah sakit. Aku pun meninggalkan pekerjaanku dan bergegas ke rumah sakit dengan tergesa-gesa.
Sesampainya di sana, seluruh tubuhku seketika lemas melihat kondisinya yang nampak lemah terbaring dengan wajahnya yang sangat pucat. Aku tak habis pikir, mengapa justru orang-orang yang tangguh yang seringkali menderita sepertinya.
"Apa yang harus ku lakukan untuknya?"
Hanya kalimat itu yang selalu ku tanyakan pada diriku setiap kali ia terbaring lemas seperti itu, aku sangat mencintainya dan sangat takut kehilangan dirinya. Aku bahkan rela jika menggantikan posisinya saking besarnya rasa sayangku padanya, apapun akan ku lakukan untuk keselamatannya.
Aku melirik arlojiku, sudah pukul 10 malam dan sudah 12 jam berlalu setelah kedatanganku namun Hobertina belum menunjukan tanda-tanda ia akan sadar. Aku hanya terus berdoa dan harap-harap cemas semoga ia bisa segera sadarkan diri.Â
Hatiku semakin perih tatkala waktu menunjukan jam 12 malam, perlahan air mataku menetes.
Aku berjalan mendekati ranjangnya dengan mataku yang masih sembap dan basah.Â
"Selamat Ulang Tahun Sayang, semoga cepat sembuh."Â
Aku berbisik lirih di telinganya dan mencium keningnya, ku genggam tangannya dan terus menangis hingga tanpa sadar aku pun terlelap di sampingnya.
Samar-samar kepalaku rasanya di elus-elus, sontak aku pun terbangun dari tidurku. Aku pun tak bisa menahan rasa senangku melihat Hobertina yang sudah duduk di hadapanku, aku pun memeluknya dengan haru.