Sejak saat itu, aku seringkali ke tempat ini untuk menikmati liburan sekolahku hingga aku lulus SMA.Â
Saat aku berusia lima belas tahun, aku jatuh cinta dengan anak seorang tukang masak di kantor ayahku dan menjalin hubungan asmara dengannya. sejak saat itu aku lebih sering menghabiskan liburan dan akhir pekanku di tempat ini untuk menghabiskan waktu bersama gadis pujaan hatiku.
Hingga saat aku akan pergi jauh meninggalkan tempat ini untuk berkuliah di luar negeri. Malam itu kami berjanji untuk menjaga cinta dan saling percaya untuk menjalani hubungan kami dan di bawah pohon cemara tua kami menyalurkan hasrat kami yang menggebu-gebu hingga dini hari dan berpisah dengan derai air mata.
***
Kini setelah enam tahun berlalu sejak kejadian malam itu, aku masih terus memikirkan kekasihku itu yang mengirimiku surat bawah ia telah meninggalkan tempat ini tiga bulan setelah kepergian ku.
Aku baru menyadari jika gadis kecil yang bermain bersamaku tempo hari adalah hasil benih darah dagingku, aku tak habis pikir berdosanya diriku meninggalkan kekasihku saat itu.
Pikiranku tak karuan membayangkan wanita itu membesarkan anakku selama bertahun-tahun dengan keterbatasan finansialnya, menanggung malu di usia belianya.
Aku terisak membayangkan betapa beratnya hidupnya selama ini, betapa bodohnya aku meninggalkannya saat itu. tak terasa mentari perlahan terbenam, membenamkan segala kesedihanku saat ini.
Aku pun tersadar dan beranjak dari pohon cemara tua itu, tempat yang selalu ku ingat semenjak kepergian ku.
Sepulangnya aku ke kediamanku yang megah, aku hanya memandang ke arah mess sederhana para pekerja melalui jendela kamarku. Aku terus memikirkan wanita itu dan membayangkan betapa tangguhnya ia selama ini yang membanting tulang demi anakku.Â
Aku membatin, "Aku rela mengorbankan reputasiku,Â