Pencitraan politik sebagai salah satu konsentrasi kajian dalam komunikasi politik, di tanah air kita Indonesia mulai merebak pada Pemilihan Umum (Pemilu) 1999, yang semakin berkembang dan atraktif setelah penerapan sistem pemilihan langsung dalam Pemilu 2004, hingga Pemilu 2009. Seiring dengan perubahan sistem politik, utamanya dalam Pemilu 2009, dengan masa kampanye lebih lama dan sistem suara terbanyak, membuat komunikasi dan pencitraan politik yang dilakukan politisi, baik secara institusional maupun individual, semakin beragam dan menarik, melalui berbagai strategi yang terkadang mengabaikan etika politik.
Biasanya bentuk pencitraan politik yang dilakukan terbagi dalam dua strategi, yaitu pertama menunjukkan pencapaian dan keberhasilan sehingga perlu untuk dilanjutkan. Sedangkan yang kedua menunjukkan kegagalan-kegagalan kebijakan pemerintah sehingga tema kampanyenya adalah perubahan untuk digantikan secara konstitusional. Dua strategi itulah, pencitraan politik dilakukan untuk meraih simpati dan kepercayaan publik, melalui berbagai macam aksi.
Sebagai contoh mari kita lihat strategi pencitraan politik yang dijalankan oleh Ganjar Pranowo, gubernur Jawa Tengah yang merupakan kader parta PDI Perjuangan. Menjelang pemilu tahun 2024 ini, nama Ganjar Pranowo terlihat makin berkibar. Hasil survey berbagai lembaga menunjukkan elektabilitas Ganjar yang sangat signifikan dan cukup konsisten. Bagaimanakah Ganjar bisa berada di posisi itu? Apa yang dilakukan seorang Ganjar Pranowo, politisi partai PDI Perjuangan yang juga menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, sehingga bisa begitu populer di masyarakat dan menempatkannya di posisi teratas di hampir semua survey elektabilitas?
Komunikasi Politik Pencitraan Ganjar Pranowo
Sebuah survei elektabilitas calon presiden yang diselenggarakan sebuah lembaga di Jawa Tengah menunjukkan, elektabilitas politikus PDI-P Ganjar Pranowo berada di posisi teratas, tercatat mencapai angka 71,5 persen, jauh meninggalkan Prabowo Subianto Gerindra dan Anies Baswedan yang menduduki posisi kedua dan ketiga. Secara basional, sebuah survey lain menunjukkan kondisi yang tidak jauh berbeda, Ganjar Pranowo mendapatkan angka 24,55 persen menyusul di posisi kedua Anies Baswedan di angka 20,41 persen. Menarik untuk dikaji strategi komunikasi politik seperti apa yang dijalankan oleh Ganjar sehingga bisa meraih angka eletabilitas yang begitu tinggi.
Aktifitas dan 'pergerakan' Ganjar Pranowo selama beberapa tahun terakhir ini terasa makin meningkat, meski sebenarnya Ganjar sudah cukup lama berkecimpung di dunia politik di Indonesia. Kegiatan kesehariannya yang diperlihatkan di media cukup kuat memberikan pencitraan yang baik dalam ingatan masyarakat. Melalui media sosial pribadinya, Ganjar menampilkan citra yang diinginkan banyak orang seperti merakyat, bersih anti korupsi, pekerja keras dan sebagainya.
Di kalangan petinggi elit politik pun sosok Ganjar terlihat cukup akrab dan luwes dalam menempatkan diri. Bahkan dengan Presiden Joko Widodo kedekatan itu terlihat nyata dengan munculnya persepsi bahwa Presiden Jokowi mendukung Ganjar. Tentunya persepsi ini tidak muncul tiba-tiba dengan sendirinya, melainkan hasil dari upaya-upaya pencitraan yang dilakukan oleh Ganjar di media massa. Dan Ganjar melakukannya secara konsisten dalam rentang waktu yang cukup panjang.