Geisha (Sumber Ilustrasi : http://konkiki.wordpress.com)
Okiya, Awal Musim Gugur 1860
"Duduklah tuan, mendekatlah"
“Heiko-san, jangan kau lanjutkan lagi!. Aku paham maksudmu, dan aku tak bisa melakukan itu!”
"Dua belas tahun Hideyori-san, tentunya bukanlah waktu yang singkat bagiku tuk sekedar mengharap peluk kekasihku"
"Heiko-san, Cukup!"
Dengan mata yang tajam lelaki itu menatapku dalam hening. Meskipun bukan sekedar tatapan itu yang kuinginkan
"Dua belas tahun, hanya tatapan itu saja yang tuan berikan, tatapan yang teramat tajam, melebihi ketajaman sebilah katana [1] yang oleh kalian para tuan ksatria agung-agungkan"
"Kumohon katakanlah, tuan! Apa karena aku seorang geisha?"
"Ya! karena kau adalah seorang geisha!, dan karena akulah yang menjadikanmu seorang geisha!"
Kembali keheningan itu menyambut akhir perjumpaanku dengan lelaki itu, lelaki itu pergi, seperti biasa, meninggalkanku dalam tangis, seperti biasa.
Bukan lantaran aku seorang geisha, ia tak mau menyentuhku sama sekali. Banyak geisha lainnya yang cukup beruntung dapat merasakan kerenyahan tawanya saat acara jamuan minum teh, bahkan tak jarang pula yang beruntung merasakan kehangatan tubuhnya sesaat setelah jamuan tersebut usai. Dan yang kudapatkan hanyalah sebuah tatapan, tatapan sepasang mata yang merasa bersalah karena menjadikanku seorang geisha...
Bukan salahnya..
Bukan salahnya ketika mama-san melihatku lebih berbakat menjadi seorang geisha ketimbang menjadi pelayan biasa di okiya [2] miliknya dan keinginanku sendirilah yang memutuskan untuk menjadi seorang geisha. Mungkin menjadi seorang geisha adalah seribu kali lebih baik ketimbang tangan lain yang bukan tangannya menarikku ke dalam lembah pelacuran.
Bukan salahnya pula ketika kecantikanku banyak mengundang kagum lelaki baik mulai dari lelaki tua botak pemabuk yang menghabiskan seluruh malamnya di tiap-tiap rumah minum, sampai Bangsawan Agung Daimyo [3] penguasa wilayah ini Tokiya no Kami Yoshinaga, Junjungan lelaki itu, junjunganku dan juga sekaligus danna-ku [4].
****
Purnama mengantarkan malam ini dengan cahaya memucat
Gugur daun pertama
Takdir indah yang tak kunjung tertoreh
Mendekap pilu dalam tangis malam itu
Bukan air mata
Bukan ratapan
Melainkan tawa dalam tangis yang membisu
****
(Bersambung)
Jakarta, 24 Oktober 2010
Penjelasan Istilah-istilah diatas:
- Katana, sejenis senjata khas dari negeri Jepang berupa Pedang panjang yang sering digunakan oleh Para golongan Samurai, berukuran minimal 60 cm atau lebih.
- Okiya, Rumah para geisha, Rumah ini biasanya berfungsi sebagai tempat pelatihan para geisha magang (maiko) sebelum akhirnya menjadi geisha penuh
- Daimyo, Panglima Perang pada zaman jepang kuno, yang merupakan pemimpin dari kasta ksatria (Samurai) yang sekaligus penguasa wilayah pada tingakatan propinsi. Pada masa sebelum Restorasi Meiji, Ada 2 poros kekuasaan yaitu [1] kekaisaran yang beribukota di Kyoto dan [2] ke-Shogun-an yang beribukota di Edo (sekarang Tokyo). pada masa tersebut peranan pemerintahan di-dominasi oleh kaum ksatria dengan puncak tertinggi dipegang oleh seorang Shogun dengan para Daimyo di level-level propinsi yang berdiri sendiri secara otonomi. Shogun terakhir yang berkuasa dipegang oleh Klan Tokugawa selama 264 tahun (1603-1867).
- Danna, adalah sebutan bagi orang yang menjamin kehidupan seorang geisha, suatu kebanggan dan kehormatan bagi seorang Geisha apabila memiliki danna. Secara tidak resmi, status seorang Geisha juga tergantung status sosial lelaki yang menjadi danna-nya.
****
Cerita Selanjutnya: Kematian Seorang Geisha (Antara Cinta, Kehormatan dan Kesetiaan Seorang Samurai) - Bag2 Kematian Seorang Geisha (Antara Cinta, Kehormatan dan Kesetiaan Seorang Samurai) - Bag3 Kematian Seorang Geisha (Antara Cinta, Kehormatan dan Kesetiaan Seorang Samurai) - Bag4
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H