Bukan lantaran aku seorang geisha, ia tak mau menyentuhku sama sekali. Banyak geisha lainnya yang cukup beruntung dapat merasakan kerenyahan tawanya saat acara jamuan minum teh, bahkan tak jarang pula yang beruntung merasakan kehangatan tubuhnya sesaat setelah jamuan tersebut usai. Dan yang kudapatkan hanyalah sebuah tatapan, tatapan sepasang mata yang merasa bersalah karena menjadikanku seorang geisha...
Bukan salahnya..
Bukan salahnya ketika mama-san melihatku lebih berbakat menjadi seorang geisha ketimbang menjadi pelayan biasa di okiya [2] miliknya dan keinginanku sendirilah yang memutuskan untuk menjadi seorang geisha. Mungkin menjadi seorang geisha adalah seribu kali lebih baik ketimbang tangan lain yang bukan tangannya menarikku ke dalam lembah pelacuran.
Bukan salahnya pula ketika kecantikanku banyak mengundang kagum lelaki baik mulai dari lelaki tua botak pemabuk yang menghabiskan seluruh malamnya di tiap-tiap rumah minum, sampai Bangsawan Agung Daimyo [3] penguasa wilayah ini Tokiya no Kami Yoshinaga, Junjungan lelaki itu, junjunganku dan juga sekaligus danna-ku [4].
****
Purnama mengantarkan malam ini dengan cahaya memucat
Gugur daun pertama
Takdir indah yang tak kunjung tertoreh
Mendekap pilu dalam tangis malam itu
Bukan air mata
Bukan ratapan