[caption id="attachment_414518" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: https://astayoga.wordpress.com/tag/garuda-indonesia/"][/caption]
Tentu saja bukan suatu kebetulan jika setelah angka satu dilanjutkan dengan angka dua, setelah tanggal satu lalu tanggal dua. Bukan suatu kebetulan pula, saya kira, kemarin kita sama-sama merayakan Hari Buruh/Pekerja yang bertepatan dengan Jumat pertama bulan Mei. Maka, hari ini adalah hari yang istimewa.
Pemerintah menetapkan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional dengan membawa teladan Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia. Beliau, pendiri Perguruan Taman Siswa, memiliki 3 kalimat sakti nan ampuh yang mengesankan:
Ing Ngarsa sung Tuladha
Ing Madya Mangun Karsa
Tut Wuri Handayani
Kemarin, tanggal 1 Mei, kita memberikan hari istimewa bagi buruh/pekerja. Hari ini kita sadari bahwa pendidikan berpengaruh dalam dunia kerja. Apalagi dengan 3 petuah Ki Hajar Dewantara tersebut. Bukan kebetulan dan tanpa maksud, Ki Hajar meneruskan ajaran itu bagi para muridnya dan bangsa Indonesia.
Ing Ngarsa Sung Tuladha
Menjadi pemimpin adalah amanah. Pemimpin yang baik bukan dilandasi oleh ambisi dan obsesi pribadi melainkan panggilan mengabdi. Panggilan yang dalam bahasa Ki Hajar 'sung tuladha', memberi contoh dan teladan. Oleh karena itu, pekerja dalam kapasitas masing-masing yang 'ing ngarsa', di depan mestinya menjadi pekerja yang dilandasi panggilan murni dan konsekuen, serta menunjukkannya dengan sukahati.
Ing Madya Mangun Karsa
Ada kalanya, godaaan untuk 'anut grubyuk' atau mengikuti arus mayoritas itu mampir dalam kehidupan kerja kita. Namun, petuah kedua dari Ki Hajar ini mestinya menjadi pegangan yang bermutu. Ketika membicarakan orang lain (apalagi pimpinan) menjadi mainstream, kita dipanggil untuk anti-mainstream yakni 'mangun karsa', membangun kehendak dan kebaikan. Di tengah kawan-kawan menjadi kreator kebaikan yang menyadarkan untuk tetap pada panggilan sebagai pekerja yang mengaktualisasikan diri dan menjadi rekan sekerja Allah dalam menciptakan/melestarikan dunia.
Tutwuri Handayani
Berada di belakang bukan berarti menjadi terbelakang. Toh, pemimpin pun harus punya kapasitas untuk menampung ide bawahan atau karyawan. Berada di belakang, entah karena posisi atau situasi, mestilah 'handayani', memberi daya kekuatan (power) dan memberi efek dukungan positif. Posisi atau situasi di belakang bukan berarti mandeg, berhenti untuk rela ditinggalkan. Bukan itu! Berada di belakang adalah panggilan untuk tetap 'tutwuri', mengikuti dan berjalan bersama. Bukankah kawanan bebek yang digembalakan atau burung yang bermigrasi dengan terbang bersama melakukan hal itu. Posisi dan situasi tidak menjadikan besar kepala atau minder. Setiap orang punya kapasitas masing-masing dalam mendukung pekerjaan yang lain. Apalagi membangun jaringan yang lebih luas.
Selamat Hari Pendidikan Nasional!
Marilah menjadi pekerja di bidangnya yang dilandasi panggilan masing-masing. Panggilan suci ini berasal dari Allah ketika mempercayakan ciptaannya untuk kita tumbuh kembangkan dan lestarikan. Panggilan suci yang tak pantas kita rusak hanya karena obsesi, ambisi, dan keserakahan tak berujung.
Salam Damai ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H