Takut, panik dan guncang. Itulah situasi yang terjadi. Melanda seantero negeri. Bahkan bikin geger seisi planet bumi. Karena corona (covid-19) jadi pandemi.
Tatanan kehidupan masyarakat berubah. Realitas ini tak bisa disanggah. Bandul politik global bahkan diprediksi para ahli bakal berubah arah.
Banyak yang menarik kita amati dalam skala lokal. Terutama pembentukan kembali (reshaping)Â kebiasaan di berbagai sektor kehidupan. Misalnya adopsi budaya kerja work from home (WFH). Demikian pula budaya belanja yang semakin mengukuhkan online shopping. Serta transaksi nontunai yang menuai momentum.
Layanan transaksi nontunai memang semakin integrated. Menjadi bagian dari ekosistem digital. Inilah alasan sehingga saya bisa katakan sektor keuangan yang ditopang konsumsi bakal baik-baik saja. Katup transaksi masih terbuka. Sehingga jantung pacu keuangan terus berdegup. Â Meski pasar, mal hingga kedai kopi sepi. Bahkan banyak yang menutup operasi.
Itulah tuah nontunai. Amat terasa di masa pandemi. Sektor keuangan  tertolong oleh transaksi berbasis digital. Masyarakat yang membatasi diri keluar rumah, tetap punya opsi memenuhi kebutuhan harian. Belanja di marketplace. Yang bahkan layanan deliverynya juga integrated. Nontunai pula.
Bagi masyarakat yang tidak begitu bermasalah dengan income dalam situasi seperti ini, yang gaji bulanan dan pendapatan lainnya masih mengalir, berbelanja secara normal di platform-platform digital adalah cara paling tokcer dalam berpartisipasi untuk terus menyalakan deru ekonomi. Wujud cerdas berperilaku di tengah ketidakpastian. Dampaknya diharapkan tokcer menopang stabilitas sistem keuangan. Makroprudensial tetap aman terjaga. Kita memanen inovasi dan perkembangan teknologi.Â
Tak bisa dibayangkan, bagaimana repotnya jika teknologi digital payment belum tersedia di tengah pandemi mematikan seperti ini. Tidak ada transaksi. Ekonomi mati seketika. Pukulannya akan sangat telak. Ngeri!
Upaya otoritas moneter mendorong digitalisasi sistem dan industri keuangan beberapa tahun lalu, adalah langkah yang layak kita kenang dan apresiasi.Â
Bila dicermati beberapa tahun ke belakang, transaksi cashless mendapatkan momentum berakselerasi. Seiring menguatnya ekosistem ekonomi digital. Ecommerce dan marketplace menjamur. Transportasi online dan online travel agent menjelma jadi super apps. Transaksi-transaksi yang terjadi di berbagai sektor ekonomi digital itu bertumpu pada teknologi keuangan. Maka kita menyaksikan gemuruh ekonomi digital bermuara pada pertumbuhan transaksi nontunai. Tren tersebut juga direspons oleh otoritas keuangan dengan kebijakan-kebijakan promotif.
Seperti dilansir Bank Indonesia, tahun 2009 transaksi nontunai mencatatkan nilai Rp519,2 miliar dengan volume transaksi 17,4 juta kali. Dalam satu dekade, angak tersebut melesat jauh menjadi Rp145,16 triliun dengan volume transaksi 5,22 miliar kali sepanjang tahun 2019. Â Terintegrasi lintas platform di ekosistem digital. Termasuk bahkan mengintrusi industri keuangan tradisional (perbankan).
Gelontoran modal jumbo yang disuntikan para investor ke ekosistem ekonomi digital memang jadi energi memacu transaksi nontunai melalui aneka promo untuk meningkatkan minat masyarakat pada metode pembayaran anyar ini. Mengutip sigi yang pernah dilakukan oleh Litbang Kompas, promo potongan harga menjadi pertimbangan utama mayoritas responden (38,9 persen) menggunakan aplikasi nontunai. Disusul karena alasan kepraktisan. Jika dilakukan survei lagi, tampaknya aspek higienitas bisa jadi salah satu pertimbangan baru.
Dompet Digital
Dalam tiga tahun terakhir, layanan dompet digital menjadi katalisator yang mendorong penguatan transaksi nontunai. Tengok saja, saban hari melangkahkan kaki ke pusat-pusat perbelanjaan, kita dijemput oleh lusinan banner promosi yang ditawarkan oleh dompet digital. Terdisplay dengan desain menggugah dan kalimat copywriting sarat godaan. Dipajang di tempat strategis. Yang mudah tersapu pandangan.
Promosi aneka dompet digital menyapa sejak di pintu masuk mal. Ada pula yang dijejer di meja kasir kedai kopi, restoran, hingga toko pakaian. Bentuk promonya variatif. Mulai dari yang menawarkan uang kembali (cashback), potongan harga (discount), beli satu gratis satu, serta aneka mantra pemasaran lainnya.
Yang menarik, distribusi dompet digital itu tak tersegmentasi sempit. Tidak cuma menyasar konsumen yang jajan di pusat-pusat perbelanjaan kelas atas. Namun juga sudah merambah ke kedai-kedai kopi di pinggir jalan. Gerobak-gerobak mie kaki lima hingga penjual gorengan tak mau ketinggalan. Juga ramai dengan stiker quick respons code atau QR Code dompet digital. QR Indonesia Standard (QRIS) merupakan upaya BI mendorong integrasi transaksi nontunai.
Ledakan dompet digital juga terlihat dari munculnya usaha rintisan tekfin yang berstatus unicorn. Yakni, startup bervaluasi di atas 1 miliar dolar atau setara kurang lebih Rp14 triliun rupiah. Mahkota unicorn itu disandang oleh salah satu startup tekfin yang terafiliasi dengan salah satu konglomerasi bisnis papan atas di Indonesia.
Startup unicorn ini lahir organik sebagai tekfin. Bukan pengembangan dari bisnis induknya seperti beberapa tekfin yang lain yang dilahirkan dari rahim startup transportasi atau ecommerce. Eksistensi sang tekfin unicorn menunjukkan bahwa memang potensi pasar di segmen ini amat menjanjikan. Memacu para pemodal bertaruh peruntungan. Meski teramat sengit medan persaingan.
Hal itu diakui oleh investor utama tekfin unicorn. Secara gamblang menyatakan bila suntikan modal yang diguyur betul-betul menguras keuangan. Bikin keteteran. Apalagi kompetitor tak tinggal diam. Baik tekfin dari kalangan BUMN yang punya sindikasi modal besar, maupun kompetitor lain yang juga masih bagian dari startup unicorn ternama atau terafiliasi dengan venture capital kelas kakap di kancah global dan nasional.
Gurita dompet digital yang kini jadi ujung tombak tekfin merupakan kabar baik. Mendorong pertumbuhan industri keuangan agar semakin terbuka. Digitalisasi dan teknologi membuka akses masyarakat pelaku ekonomi untuk berinteraksi dengan institusi keuangan. Bahkan menjadi nasabah aktif.
Masyarakat yang dulu enggan berurusan dengan bank karena citranya banyak aturan, serta berbiaya tinggi ketika melakukan transaksi, kini berbondong-bondong membuka rekening dan dompet digital. Kesan eksklusif institusi keuangan tradisional perlahan sirna. Berkat tekfin.
Multi Benefit Nontunai
Penggunaan dompet digital dan berbagai layanan nontunai memberikan banyak benefit. Pertama, benefit kepada masyarakat/pengguna pembayaran berbasis digital. Lebih praktis dalam proses transaksi. Keamanannya jauh lebih baik. Tak lagi khawatir dijambret atau kecopetan. Meski memang kejahatan keuangan juga perlahan merambah ke ranah digital. Namun tampaknya lebih aman ketimbang jambret bersenjata silet.
Kedua, dompet digital memberikan benefit kepada pelaku usaha. Berdampak positif pada efisiensi. Baik penyedia layanan, maupun merchant yang jadi ujung tombak di meja transaksi. Tak ada lagi biaya operasional mobilisasi hingga penyimpanan uang tunai. Sebab semua nilai transaksi langsung masuk ke rekening. Bahkan tercatat rapih setiap rupiahnya.
Efisiensi yang dinikmati pelaku usaha memungkinkan terdistribusi kepada masyarakat dalam bentuk kompensasi, hingga pemberian insentif. Misalnya, merealokasi penghematan dari penggunaan transaksi berbasis digital untuk pengembangan teknologi, atau bahkan diwujudkan dengan potongan harga yang dapat dinikmati oleh konsumen maupun merchant sehingga cashless semakin tersosialisasi.
Ketiga, transaksi cashless juga memberi keuntungan kepada pemerintah. Proses bisnis perlahan jadi lebih ekonomis. Paradigma masyarakat terhadap pentingnya mengeliminir praktik-praktik ekonomi berbiaya mahal mulai terbuka. Sehingga mendorong budaya baru, praktik ekonomi berbiaya murah.
Budaya ekonomi berbasis efisiensi memang masih jauh untuk dikatakan sempurna. Namun, inovasi keuangan yang menampilkan tekfin di garda terdepan, membuka relung kesadaran bahwa deru gelobang teknologi dan digitalisasi memberikan banyak benefit sehingga semakin masif diadopsi.
Keempat, mendorong transparansi keuangan dan memperkecil ruang praktik korupsi. Â Bila setiap orang (dipaksa) terkoneksi dengan infrastuktur transaksi digital, maka aliran uang akan dengan mudah ditelusuri. Akan terlihat kemana uang itu pergi dan kemana dibelanjakan. Mempersempit ruang penyelidikan bagi akuntan forensik dalam mengungkap korupsi. Bahkan semua jenis kejahatan yang terkait dengan keuangan.
Kelima, dampak terhadap kesehatan. Poin ini sebetulnya masih baru. Seiring ledakan virus korona di berbagai belahan dunia. Penyebaran covid-19 dikhawatirkan terjadi melalui uang tunai. Baik uang logam maupun uang kertas. Kedua material ini, terbukti bisa menjadi tempat transit virus dan bertahan dalam hitungan hari.
Tak ayal, pandemi korona yang belum ketahuan ujungnya ini bakal semakin memperkuat kesadaran transaksi nontunai. Kewaspadaan mendorong masyarakat melakukan berbagai upaya untuk memutus mata rantai penyebaran si virus menakutkan. Termasuk beralih menggunakan instrumen transaksi nontunai. Bahkan akan menjadi budaya baru dalam praktik ekonomi pascakorona.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI