Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Yang Belum Kita Lihat dari Sebuah Industri "Buzzer"

31 Juli 2018   09:48 Diperbarui: 31 Juli 2018   13:34 1678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buzzer (sumber: wall street journal/wsj.com)

Esensi Buzzing

Sebetulnya, aktivitas penggalangan opini dan dagang pengaruh melalui aneka varian komunikasi digital adalah bisnis yang telah lama dikenal dalam dunia public relation dan pemasaran. 

Bisnis penggalangan opini di kanal digital lazim dilakukan perusahaan-perusahaan besar hingga institusi pemerintah. Termasuk memanfaatkan jasa public figure dan influencer yang eksis di media sosial.

Istilah buzzer sendiri memang lahir dari dunia bisnis. Berakar dari buzz marketing. Yaitu taktik pemasaran getok tular. Di era tradisional, buzz marketing berarti menciptakan perbincangan dari mulut ke mulut. Dalam istilah lain buzz marketing merupakan bagian dari guerrilla marketing.

Guerrilla marketing diperkenalkan oleh Jay Conard Levinson pada tahun 1984. Yaitu pemasaran yang dilakukan bak perang gerilya. Amunisi- munisi pemasaran dimuntahkan di pusat-pusat keramaian yang disasar. 

Pada waktu itu, guerrilla marketing tentu saja belum dilakukan secara online karena belumera internet. Salah satu metode guerrilla marketing adalah buzz marketing yang kemudian melahirkan profesi buzzer.

Barulah setelah kemunculan blog, media sosial hinggaplatform pesan instan, taktik guerrilla dan buzz marketingdiadopsi ke kanal-kanal digital. 

Pemasaran gerilya atau getoktular di media sosial dan platform-platform internet, mampu menciptakan perbincangan dan menarik audiens yang luas.

Hanya saja, di dunia politik kita, buzz marketing melompat keluar dari kewajaran. Sebab menggunakan cara-cara yang tidak sehat. 

Menyerang pribadi, bertabur hoax hingga fitnah yang punya konsekuensi hukum. Bahkan rentan mengakibatkan perpecahan sosial. Disinilah akar problem mengapa buzzer politik kerap dipandang negatif.

Cara-cara tak etis para buzzer politik ini tak jarang mengusik kenyamanan warganet. Acap kali melontarkan konten miskin value. Lontaran umpatan dan cacian sembari menyebut nama-nama satwa lebih menonjol ketimbang pesan yang hendakdisampaikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun