Maka mal macam Green Pramuka Square selalu riuh disambangi. Mal yang terletak di Jakarta pusat ini saban bulan menggelar tema berbeda untuk anak-anak muda 'jaman now' dan keluarga muda perkotaan. Mulai dari tema Korea, Jepang hingga Nusantara.
Mal tematik bahkan menyediakan area street food yang cozy sebagai magnet buat anak-anak muda. Tak heran bila pusat perbelanjaan di dalam superblok Green Pramuka City selalu ramai pengunjung. Terutama after hoursdijadikan sebagai destinasi anjangsana harian.
Dus, fenomena rontoknya ritel dan mal yang dirundung sepi bukan senjakala pusat belanja. Yang terjadi adalah pergeseran lanskap bisnis yang mesti direspons dengan inovasi. Eksistensi mal-mal tematik, baik mal baru maupun mal lawas yang mengusung tema anyar, menjadi benchmark bahwa mal masih jadi primadona dan destinasi kaum urban.Â
Hanya memang, kebutuhan konsumen terhadap mal telah bergeser. Masyarakat merindukan konsep dan suasana baru yang kekinian. Mal sebagai tempat nongkrong, ajang rekreasi harian bahkan sebagai wadah aktualisasi social experience.
Untuk itu, para pelaku usaha dituntut piawai membaca tren industri yang berubah dan gesit berbenah. Pada saat bersamaan, pemerintah mesti hati-hati membuat formula kebijakan. Jangan sampai kebijakan yang dirilis malah berdampak kontraproduktif. Seperti kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan harga BBM yang menurut INDEF ‘sukses’ memukul daya beli masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H