Masih ingat polemik antara pelawak tunggal Muhadkly Acho dan Apartemen Green Pramuka yang sempat heboh di jagat media sosial? Di luar perkembangan kasus yang bermula dari polemik sengit di media sosial itu, ada catatan menarik yang mencuat dan perlu kita pahami sekiranya punya niat jadi warga apartemen. Yaitu soal fasilitas.
Pasalnya, fasilitas apartemen sering dipermasalahkan warga dan menimbulkan ketidakcocokan dengan pengelola. Tak jarang, kesalahpahaman tersebut berujung saling lapor. Yang terjadi antara Acho dan Green Pramuka juga karena kesalahpahaman. Â
Ada tiga keluhan yang sering jadi biang keributan warga dan pengelola apartemen yang ternyata dipicu oleh kekosongan atau ketidakpahaman terhadap regulasi.
Apartemen yang masuk kategori rumah susun milik pribadi (rusunami) misalnya, tarif parkir dipatok harian. Seperti Green Pramuka yang menerapkan tarif harian sebesar Rp 7.000.
Tarif harian ini menguntungkan penghuni. Dibayar jika dipakai saja. Ketika anda keluar kota dan tidak menggunakan area parkir pada hari tersebut, maka tak ada kewajiban membayar parkir.
Ada pula apartemen yang mematok tarif parkir perbulan. Ini tentu lebih berat. Fasilitas digunakan atau tidak, tetap harus bayar.
Apartemen kelas biasanya yang menerapkan tarif bulanan. Hitungannya pasti lebih mahal. Bahkan ada yang 800 ribu perbulan cuma sekadar uang parkir.
Ada pula apartemen yang menggabungkan tarif parkir, listrik, IPL dan biaya maintenance lainnya dengan satu paket pembayaran. Misalnya salah satu apartemen di Cipulir dipungut maintenance fee per enam bulan sebesar Rp 3,5 juta. Jika dihitung-hitung, tentu opsi paketan ini lebih hemat karena sudah mengcover semua kebutuhan perawatan apartemen.
Terkait lahan parkir, juga sudah punya ketentuan. Di teritori Ibu Kota, ada Pergub DKI No. 27 Tahun 2009 yang menyatakan "Developer berkewajiban untuk menyediakan 1 lot parkir mobil dan 5 lot parkir motor bagi setiap 10 unit hunian".
Selaku pemilik apartemen, kita baru bisa mendapatkan sertifikat jika seluruh rencana pembangunan apartemen rampung. Ini juga diatur oleh Pergub.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Asosiasi Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (Aperssi) sendiri mengeritik aturan tersebut karena merugikan pengembang dan warga apartemen. Penjualan apartemen berpotensi terganggu jika konsumen menginginkan dan menuntut adanya sertifikat.
Sementara bagi pemilik unit, SHM bisa saja dibutuhkan untuk agunan keperluan modal usaha. Sejauh ini, memang belum ada payung hukum yang jelas untuk melindungi konsumen dan pengembang terkait isu sertifikat di rusunami (apartemen).
IPL merupakan pungutan resmi yang ditarik oleh pengelola kepada warga apartemen. Namun dengan dasar perhitungan yang jelas dan komponen biaya yang transparan. Pengelola tidak boleh menarik IPL sesuai selera. Warga punya hak untuk mengetahui secara transparan. Demikian pula sebaliknya, warga wajib menunaikan IPL untuk kelancaran dan kehrmonisan kehidupan bersama di apartemen.