Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Surprise Ekonomi Digital Tahun 2017

2 Januari 2017   11:27 Diperbarui: 2 Januari 2017   12:05 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persaingan di ranah ekonomi digital semakin sengit. Pemerintah memproyeksikan nilai ekonomi digital tahun 2020 tembus angka Rp 1.734 triliun (sumber : dailysocial.id)

Selain mengedukasi dan menarik minat masyarakat, hal lain yang menjadi tantangan pelaku ecommerce kakap, adalah membangun diferensiasi. Keunggulan ecommerce, tidak tepat semata disandarkan pada modal. Mengingat tingkat persaingan yang sangat ketat karena backup dana masing-masing yang melimpah.

Bagi ecommerce semacam Mataharimall atau Agung Podomoro yang terafiliasi dengan retailer sebagai channel distribusi (pickup point), mereka sudah mengantongi satu keunggulan yang tidak dimiliki oleh Lazada, Tokopedia, Bukalapak atau Amazon sekalipun. Yaitu integrasi online to offline (O2O) yang akan diterapkan oleh ecommerce Agung Podomoro dengan tetap memberikan pengalaman berbelanja offline(customers experience), tentu tidak dapat diterapkan oleh Lazada, Bukapalapak, Blibli atau Tokopedia.

Jaringan penjual yang mereka miliki adalah kekuatan distribusi super cepat sehingga mengirim barang dapat dilakukan pada hari yang sama ketika pesanan masuk. Bukankah menunggu itu membosankan? Dan tampaknya, ini sulit dikejar oleh ecommerce yang tidak memiliki jaringan ritel sebagai ujung tombak distribusi.

Amazon mungkin paling gila untuk menyiasati kelemahan uatama yang mereka miliki karena minim jaringan distribusi berupa toko fisik. Raksasa ritel tersebut, dikabarkan sedang menyiapkan "kapal induk raksasa" yang terus menerus mengudara dengan ketinggian 13 Km dari permukaan bumi. Airborne warehouse yang telah dipatenkan dan dirancang dari balon udara ini, nantinya berfungsi memudahkan distribusi Amazon dalam melayani pelanggan dengan mempekerjakan drone sebagai kuris. Super canggih dan futuristik.

Ide 'gila' Amazon dalam menyiasati distribusi di masa depan. Menggunakan balon udara raksasa sebagai gudang penyimpanan dan drone sebagai kurir yang mengantar barang ke rumah-rumah konsumen. (sumber twitter : @zoe_leavitt)
Ide 'gila' Amazon dalam menyiasati distribusi di masa depan. Menggunakan balon udara raksasa sebagai gudang penyimpanan dan drone sebagai kurir yang mengantar barang ke rumah-rumah konsumen. (sumber twitter : @zoe_leavitt)
Untuk kondisi kekinian dalam hal O2O, kejutan yang disiapkan oleh Agung Podomoro mungkin hanya akan berhadapan dengan Mataharimall yang juga memiliki Matahari Departemen Store di berbagai daerah. Nah, persaingan keduanya akan menukik pada tawaran hospitality yang diberikan kepada konsumen ketika melakukan pickup order. Dalam konteks ini, internalisasi human spirit yang menjadi trend pemasaran terkini, terintegrasi dengan digital.

Dalam tataran implementasi, aktualiasi ekonomi digital berbasis human spirit tersebut bisa dalam bentuk welcoming drink, café tempat nongkrong, free internet corner dan lain sebagainya. Intinya, di ranah O2O, juga kudu dibangun diferensiasi yang lebih advance dan mengedepankan human touch yang minim diperoleh di wilayah yang pure online

Trade Mall Agung Podomoro tampaknya sudah membaca hal ini. Jaringan ritel yang nantinya akan diintegrasikan dengan ecommerce tersebut telah melakukan banyak pembenahan secara fisik. Suasan TM Kenari Masa di bilangan Kramat Raya, Salemba misalnya, kini lebih modern, convinence dan hangoutable. Bagaimana dengan Matahari Departemen Store sebagai pickup point Mataharimall? MDS umumnya terdapat di mall yang dikelola oleh Lippo Group, korporasi yang memayungi ecommerce dan retail tersebut. Artinya, kedua pelaku O2O ini akan fight di wilayah persaingan yang cenderung sepi.

Trend O2O akan banyak diadopsi oleh pelaku ecommerce lain di masa depan. Ini memberi harapan bahwa ada celah untuk menyelamatkan toko offline dari serbuan ecommerce. Ekonomi digital, tidak lantas berarti semuanya harus digital. Bahwa human touch yang eksklusif hanya ada di offline, tidak bisa ditinggalkan.

Human spirit inilah yang kemudian mendasari mengapa raksasa ritel dunia, Amazon malah membuka toko dalam bentuk fisik. Padahal, Amazon lahir dan besar di habitat internet. Yang dilakukan Amazon adalah digitalisasi, bukan migrasi.

Ini sekali lagi terbukti dengan peluncuran Amazon Go. Toko fisik yang serba otomatis. Mulai dari pengambilan barang hingga pembayaran, berbasis digital. Namun, sekali lagi, dilakukan secara fisik di toko fisik. Amazon Go, adalah bentuk paling sempurna digitalisasi human spirit. Amazon Go mendelivery consumer experience dengan sentuhan digital yang manusiawi. Mampukah ekosistem ekonomi digital di tanah air melahirkan kejutan ala Amazon Go? Sebuah tantangan yang menarik kita nantikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun