Selain mengedukasi dan menarik minat masyarakat, hal lain yang menjadi tantangan pelaku ecommerce kakap, adalah membangun diferensiasi. Keunggulan ecommerce, tidak tepat semata disandarkan pada modal. Mengingat tingkat persaingan yang sangat ketat karena backup dana masing-masing yang melimpah.
Bagi ecommerce semacam Mataharimall atau Agung Podomoro yang terafiliasi dengan retailer sebagai channel distribusi (pickup point), mereka sudah mengantongi satu keunggulan yang tidak dimiliki oleh Lazada, Tokopedia, Bukalapak atau Amazon sekalipun. Yaitu integrasi online to offline (O2O) yang akan diterapkan oleh ecommerce Agung Podomoro dengan tetap memberikan pengalaman berbelanja offline(customers experience), tentu tidak dapat diterapkan oleh Lazada, Bukapalapak, Blibli atau Tokopedia.
Jaringan penjual yang mereka miliki adalah kekuatan distribusi super cepat sehingga mengirim barang dapat dilakukan pada hari yang sama ketika pesanan masuk. Bukankah menunggu itu membosankan? Dan tampaknya, ini sulit dikejar oleh ecommerce yang tidak memiliki jaringan ritel sebagai ujung tombak distribusi.
Amazon mungkin paling gila untuk menyiasati kelemahan uatama yang mereka miliki karena minim jaringan distribusi berupa toko fisik. Raksasa ritel tersebut, dikabarkan sedang menyiapkan "kapal induk raksasa" yang terus menerus mengudara dengan ketinggian 13 Km dari permukaan bumi. Airborne warehouse yang telah dipatenkan dan dirancang dari balon udara ini, nantinya berfungsi memudahkan distribusi Amazon dalam melayani pelanggan dengan mempekerjakan drone sebagai kuris. Super canggih dan futuristik.
Dalam tataran implementasi, aktualiasi ekonomi digital berbasis human spirit tersebut bisa dalam bentuk welcoming drink, café tempat nongkrong, free internet corner dan lain sebagainya. Intinya, di ranah O2O, juga kudu dibangun diferensiasi yang lebih advance dan mengedepankan human touch yang minim diperoleh di wilayah yang pure online
Trade Mall Agung Podomoro tampaknya sudah membaca hal ini. Jaringan ritel yang nantinya akan diintegrasikan dengan ecommerce tersebut telah melakukan banyak pembenahan secara fisik. Suasan TM Kenari Masa di bilangan Kramat Raya, Salemba misalnya, kini lebih modern, convinence dan hangoutable. Bagaimana dengan Matahari Departemen Store sebagai pickup point Mataharimall? MDS umumnya terdapat di mall yang dikelola oleh Lippo Group, korporasi yang memayungi ecommerce dan retail tersebut. Artinya, kedua pelaku O2O ini akan fight di wilayah persaingan yang cenderung sepi.
Trend O2O akan banyak diadopsi oleh pelaku ecommerce lain di masa depan. Ini memberi harapan bahwa ada celah untuk menyelamatkan toko offline dari serbuan ecommerce. Ekonomi digital, tidak lantas berarti semuanya harus digital. Bahwa human touch yang eksklusif hanya ada di offline, tidak bisa ditinggalkan.
Human spirit inilah yang kemudian mendasari mengapa raksasa ritel dunia, Amazon malah membuka toko dalam bentuk fisik. Padahal, Amazon lahir dan besar di habitat internet. Yang dilakukan Amazon adalah digitalisasi, bukan migrasi.
Ini sekali lagi terbukti dengan peluncuran Amazon Go. Toko fisik yang serba otomatis. Mulai dari pengambilan barang hingga pembayaran, berbasis digital. Namun, sekali lagi, dilakukan secara fisik di toko fisik. Amazon Go, adalah bentuk paling sempurna digitalisasi human spirit. Amazon Go mendelivery consumer experience dengan sentuhan digital yang manusiawi. Mampukah ekosistem ekonomi digital di tanah air melahirkan kejutan ala Amazon Go? Sebuah tantangan yang menarik kita nantikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H