Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Harga Rumah Semakin Tak Terjangkau Bagi Kelas Menengah

22 Desember 2016   17:34 Diperbarui: 22 Desember 2016   18:49 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: blog.mutuadepropietarios.es

Apartemen seperti yang dibangun Agung Podomoro di Cimanggis tersebut menjadi opsi rasional bagi professional dan keluarga muda. Nah, jika generasi millenial atau kelas menengah masih memiliki opsi hunian terjangkau, lalu bagaimana dengan masyarakat yang berpenghasilan kurang dari Rp 3 juta/bulan dan tinggal di perkotaan?

Program sejuta rumah yang digalakkan pemerintah tidak bisa menjangkau mereka. Sejauh ini, rumah-rumah murah (bersubsidi) yang dibangun justru berada luar kota karena ditasbihkan mengentaskan backlog di pedesaan. Sementara entitas masyarakat perkotaan yang tak memiliki hunian permanen, juga tak bisa dianggap sepele. Kelompok inilah prioritas diberikan solusi hunian yang konkret.

Pilihan paling rasional bagi entitas berpenghasilan standar UMP ini, adalah subsidi hunian vertikal. Yaitu rumah susun yang dapat dimiliki permanen, bukan hanya disewa. Sebab mereka juga memiliki keturunan yang tentu ke depan membutuhkan hunian sendiri. Bagi pekerja di industri misalnya, pemerintah punya opsi menggalang kerja sama dengan pengelola kawasan industri atau instansi tempat mereka bekerja untuk membangun hunian.

Cuma persoalan “krisis” lahan di Jakarta, memang menjadi masalah tersendiri untuk membangun rusun bagi ratusan ribu, atau mungkin jutaan kategori masyarakat tersebut. Kelompok masyarakat bergaji standar UMP ini bisa saja dibuatkan rumah susun di luar kota Jakarta, akan tetapi mereka perlu diberikan jaminan bebas menggunakan jasa transportasi massal (macam KRL, MRT atau LRT) agar dapat beraktivitas di Jakarta.

Persoalan hunian di Jakarta mendesak dipecahkan. Bukan dengan dengan opsi-opsi temporer, tapi solusi permanen. Jika kelas atas dan memengah“di-handle”oleh swasta dengan banyak pilihan hunian yang pas, maka masyarakat bergaji standar UMP harus diurus langsung oleh pemerintah. Walau bagaimanapun, mereka adalah bagian dari masyarakat. Bila dibiarkan homeless, tentu saja hanya tinggal tunggu waktu melahirkan ledakan problem sosial turunan yang juga bakal menguras energi pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun