Mohon tunggu...
Jusak
Jusak Mohon Tunggu... Konsultan - Pelatih Hukum Ketenagakerjaan Pro Bono dan Direktur Operasional di Lembaga Pendidikan

Memberi pelatihan kasus-kasus ketenagakerjaan berdasarkan putusan hakim, teamwork, kepemimpinan. Dalam linkedin, Jusak.Soehardja memberikan konsultasi tanpa bayar bagi HRD maupun karyawan yang mencari solusi sengketa ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pelanggaran Mendesak atau Efisiensi? Keduanya Kemalangan, Tapi Begini Cara Karyawan Dapat Beruntung

24 Januari 2024   21:24 Diperbarui: 24 Januari 2024   21:31 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anda seorang yang beruntung, bila tidak pernah melanggar peraturan perusahaan. Kebanyakan karyawan baik tidak pernah melanggar. Tapi ada saja karyawan baik yang tidak melanggar, tapi dianggap melanggar. Bahkan pelanggarannya dianggap 'bersifat mendesak untuk di PHK'. Itu hanya karena perusahaan ingin melakukan efisiensi. Baik pelanggaran mendesak maupun efisiensi, keduanya dianggap kemalangan, karena akhirnya karyawan di PHK juga.

Berita Pelanggaran Bersifat Mendesak Di Kalteng, Benarkah? 

Di awal tahun lalu, karyawan di Kalimantan Tengah sebut saja Lia di koperasi CU dianggap melanggar peraturan perusahaan. Bahkan ia dianggap melakukan 'pelanggaran bersifat mendesak.' Artinya ia boleh di PHK langsung demi kelangsungan operasional perusahaan tanpa pesangon. Bahkan ia tak perlu diberi pesangon karena tuduhan itu.

Namun benarkah si Lia memang melakukan pelanggaran bersifat mendesak? Dalam kasus ini, Lia membawa pengacaranya untuk mencari tahu apakah ia benar-benar melakukan itu, atau sebenarnya hanya perusahaan mau melakukan efisiensi.

Pelanggaran Berarti Ada Kesalahan, Tapi Tergantung Dari Mana Anda Memandang

Mungkin Anda berpikir, Lia bisa saja juga melanggar, tapi tak mau mengaku. Ia hanya mencari keberuntungan. Dasarnya sebagai manusia, seseorang tidak lepas dari kesalahan. Bila dicari-cari kesalahan dan ditelusuri ujung kaki sampai kepala, hulu sampai hilir , maka tak ada gading yang tak retak. 

Sebaliknya bisa saja perusahaan mau melakukan efisiensi dan ingin cari karyawan yang lebih baik dari Lia, karena itu berusaha mencari-cari kekurangannya. Sehingga sekecil apapun kekurangan Lia, perusahaan memutuskan ia melakukan pelanggaran bersifat mendesak. Adakah perusahaan seperti itu?

Jelas, tak ada perusahaan mau mengaku. Karena itu yang penting Anda tahu apa hak Anda. Bila Anda pikir kemalangan menimpa Anda, carilah sudut pandang lain, berharaplah akan keberuntungan. 

Marilah kita meneliti tiga kisah kemalangan dan keberuntungan yang muncul karena kebenaran; Ditambah kisah keempat dimana kemalangan tak dapat ditolak.

Pertama, Orang Yang Gigih, Yang Beruntung

Kisah pertama di Serang. Menurut perusahaan, si Andi melakukan pelanggaran berat. Waktu itu hakim masih memakai undang-undang lama, dimana pelanggaran bersifat mendesak disebut pelanggaran berat. Karena itu perusahaan memberi pesangon sekecil-kecilnya. Namun Andi membela diri dengan gigih di pengadilan dan menolak kelalaiannya dianggap pelanggaran berat. 

Beruntung pengadilan akhirnya mengabulkan dengan menyatakan pelanggaran Andi bukan pelanggaran berat. Pelanggarannya hanya sekedar pelanggaran peraturan perusahaan dan itu tidak berat. Intinya perusahaan telah salah menganggap tindakan Andi pelanggaran berat. Perusahaan salah menerapkan hukuman dan tidak patut memberi pesangon kecil sekali. Perusahaan wajib memberi pesangon 1 kali ketentuan. 

Ini yang sudah dipahami Andi, pelanggarannya bukan berat. Dari sudut pandang karyawan, kejadian Andi bukan perbedaan pandangan, tapi sebuah perencanaan. Namun Andi mengerti, bukan orang yang sekedar paham, tapi orang yang berusaha dengan gigih itulah yang beruntung.

Kedua, Keberuntungan Dimana Kesempatan Bertemu Dengan Persiapan

Kejadian di Jambi lebih mengherankan. Di kisah kedua ini, perusahaan menganggap 4 karyawannya telah melakukan pelanggaran bersifat mendesak. Intinya mereka tidak capai target sales. Lebih lagi mereka melakukan pelanggaran peraturan perusahaan lainnya juga. Tanpa surat peringatan, mereka langsung di PHK dengan dasar pelanggaran bersifat mendesak yang membuat perusahaan merugi.

Mereka tidak terima bernasib malang dan melakukan berbagai persiapan untuk maju ke pengadilan. Beruntung hakim memutuskan bahwa tidak ada bukti bahwa pelanggaran mereka bersifat mendesak. Betul ada pelanggaran, namun hanya tidak capai target sales dan itu bukan bersifat mendesak. Tidak benar perusahaan dapat menerapkan pelanggaran bersifat mendesak. Karena itu hakim membela 4 karyawan ini dan menerapkan pasal PHK karena efisiensi.

Seneca seorang filsuf bilang keberuntungan adalah dimana kesempatan bertemu dengan persiapan. Jika Anda ingin lebih banyak keberuntungan, berusahalah melakukan lebih banyak perencanaan. Ada sebab akibat di hidup ini. Berusahalah lebih aktif melawan kemalangan.

Ketiga, Mengundurkan Diri Dengan Bermartabat

Kisah ketiga juga tidak dibenarkan oleh hakim. Sebut saja Tuti, karyawan perusahaan pendanaan yang sudah bekerja hampir 8 tahun. Suatu kali ia melakukan pencairan dana untuk pelanggannya. Tuti telah melakukan kegiatan ini dengan prosedur yang sama selama bertahun-tahun. Entah kenapa kali ini perusahaan menyalahkannya dan memberi skorsing.

Akhirnya perusahaan melakukan PHK Tuti dengan pasal pelanggaran bersifat mendesak. Namun hakim berpendapat lain. Tuti tidak melakukan pelanggaran, karena ia sudah sering melakukannya dan diketahui oleh atasannya. Jadi perusahaan tidak seharusnya melakukan PHK pelanggaran mendesak. Perusahaan harus membayar pesangon Tuti dengan dasar efisiensi.

Tuti belajar untuk menjadi dirinya yang sebenarnya, dan belajar untuk mengundurkan diri dari perusahaan dengan penuh martabat atas segala yang bukan dirinya.

Keempat, Ada Kalanya Tak Perlu Menoleh Ke Belakang Dan Berkata 'Saya Tak Beruntung'

Banyak perusahaan yang benar dalam menerapkan hukum. Di Jakarta Timur ada kisah pelanggan adalah raja, namun ia lupa bahwa 'raja' juga ada batasnya. Si Agus, seorang sales yang amat dekat dengan pelanggannya. Suatu kali karena itikad baik, ia mempermudah pelanggannya untuk membayar uang cicilan. Seharusnya cicilan itu dibayarkan langsung ke rekening perusahaan, tapi Agus menerima cicilan itu. Lebih parahnya Agus 'lupa' untuk mentransfer ke rekening perusahaan setelah beberapa waktu, sampai ditemukan oleh Audit.

Perusahaan memutuskan PHK untuk Agus. Bukan karena efisiensi, tapi karena Agus melakukan pelanggaran bersifat mendesak, pasal 52. Agus kena PHK dengan pesangon 0,5 kali ketentuan. Sekalipun Agus memohon pengadilan menganggap PHK nya efisiensi, pengadilan tidak mengizinkan. Kadang menoleh ke belakang dan berkata 'Saya tak beruntung', tak berguna. 

'Lupa' mengembalikan uang perusahaan amat penting diperhatikan karyawan, karena pengadilan tidak akan membela Anda. 

Mengundurkan Diri Dengan Bermartabat

Jadi ketiga kisah diatas menggambarkan ada kalanya karyawan tak beruntung. Namun karena kegigihan, perencanaan dan keinginannya untuk mengundurkan diri dengan bermartabat, mereka beruntung. Mereka dapat melihat jauh di depan apa yang mereka harapkan dan di lain pihak suatu anugerah juga mereka mendapatkan itu. 

Anugerah adalah suatu kekuatan untuk mencari apa yang benar dengan baik. Bila yang dicari sudah ditemukan, tapi hasilnya buruk, maka anugerah lebih besar adalah kekuatan untuk melupakan; Melupakan hal-hal buruk dan fokus pada hal-hal baik.

Hanya Jangan Berhenti Berusaha

Bagaimana dengan kasus Lia. Benarkah ia melakukan pelanggaran bersifat mendesak? Setelah mencermati kasusnya dan menganalisa, siapapun yang berada dalam posisi manajemen akan setuju secara prinsip dengan manajemen koperasi CU itu. Lia telah melakukan pelanggaran, mengakibatkan kerugian perusahaan walau tidak langsung, dan seharusnya ia di PHK.

Perbedaannya adalah manajemen menganggap kesalahan Lia setara dengan PHK atas pelanggaran bersifat mendesak. Lia tidak sependapat. Benar bahwa ia telah melakukan pelanggaran, tapi bukan bersifat mendesak.

Pada Saat Hakim Memutuskan, Cerita Anda Dapat Berubah.

Menariknya menurut hakim peraturan perusahaan itu belum disahkan oleh pemerintah yang berwenang. Atas dasar peraturan perusahaan tersebut tidak sah dan dianggap oleh hakim tidak ada, maka pelanggaran yang dilakukan oleh Lia dianggap bukan pelanggaran bersifat mendesak.

Karena itu Hakim berpendapat koperasi tempat Lia bekerja telah salah dalam menerapkan hukum dan harus membayar pesangon PHK efisiensi yaitu satu kali ketentuan. Cerita Lia berubah; Dari orang yang telah melakukan pelanggaran bersifat mendesak, ke orang yang di PHK karena efisiensi; Dari malang, menjadi lebih beruntung.

Belajarlah Dari Mereka Yang Beruntung

Bila Anda suatu saat tidak beruntung karena dianggap melakukan pelanggaran bersifat mendesak, sebaiknya pertimbangkan sebuah rencana. Lakukan langkah-langkah hukum yang menjadi hak Anda. Mana tahu memang menurut pendapat Hakim, Anda benar.

Belajar dari hari kemarin dari mereka yang tidak beruntung dan beruntung, jalani hari ini dengan realistis, tapi tetap berharap untuk hari esok. Yang penting jangan berhenti berusaha.

Referensi

  1. Kaltengpos.jawapos.com18 Februari 2023 dan borneonews.co.id 9 Oktober 2023.
  2. Putusan 73K tahun 2021. 
  3. Putusan 21 tahun 2022. 
  4. Putusan 1389k tahun 2022.
  5. Putusan 26 tahun 2023
  6. Putusan 1461k tahun 2022.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun