Beruntung pengadilan akhirnya mengabulkan dengan menyatakan pelanggaran Andi bukan pelanggaran berat. Pelanggarannya hanya sekedar pelanggaran peraturan perusahaan dan itu tidak berat. Intinya perusahaan telah salah menganggap tindakan Andi pelanggaran berat. Perusahaan salah menerapkan hukuman dan tidak patut memberi pesangon kecil sekali. Perusahaan wajib memberi pesangon 1 kali ketentuan.Â
Ini yang sudah dipahami Andi, pelanggarannya bukan berat. Dari sudut pandang karyawan, kejadian Andi bukan perbedaan pandangan, tapi sebuah perencanaan. Namun Andi mengerti, bukan orang yang sekedar paham, tapi orang yang berusaha dengan gigih itulah yang beruntung.
Kedua, Keberuntungan Dimana Kesempatan Bertemu Dengan Persiapan
Kejadian di Jambi lebih mengherankan. Di kisah kedua ini, perusahaan menganggap 4 karyawannya telah melakukan pelanggaran bersifat mendesak. Intinya mereka tidak capai target sales. Lebih lagi mereka melakukan pelanggaran peraturan perusahaan lainnya juga. Tanpa surat peringatan, mereka langsung di PHK dengan dasar pelanggaran bersifat mendesak yang membuat perusahaan merugi.
Mereka tidak terima bernasib malang dan melakukan berbagai persiapan untuk maju ke pengadilan. Beruntung hakim memutuskan bahwa tidak ada bukti bahwa pelanggaran mereka bersifat mendesak. Betul ada pelanggaran, namun hanya tidak capai target sales dan itu bukan bersifat mendesak. Tidak benar perusahaan dapat menerapkan pelanggaran bersifat mendesak. Karena itu hakim membela 4 karyawan ini dan menerapkan pasal PHK karena efisiensi.
Seneca seorang filsuf bilang keberuntungan adalah dimana kesempatan bertemu dengan persiapan. Jika Anda ingin lebih banyak keberuntungan, berusahalah melakukan lebih banyak perencanaan. Ada sebab akibat di hidup ini. Berusahalah lebih aktif melawan kemalangan.
Ketiga, Mengundurkan Diri Dengan Bermartabat
Kisah ketiga juga tidak dibenarkan oleh hakim. Sebut saja Tuti, karyawan perusahaan pendanaan yang sudah bekerja hampir 8 tahun. Suatu kali ia melakukan pencairan dana untuk pelanggannya. Tuti telah melakukan kegiatan ini dengan prosedur yang sama selama bertahun-tahun. Entah kenapa kali ini perusahaan menyalahkannya dan memberi skorsing.
Akhirnya perusahaan melakukan PHK Tuti dengan pasal pelanggaran bersifat mendesak. Namun hakim berpendapat lain. Tuti tidak melakukan pelanggaran, karena ia sudah sering melakukannya dan diketahui oleh atasannya. Jadi perusahaan tidak seharusnya melakukan PHK pelanggaran mendesak. Perusahaan harus membayar pesangon Tuti dengan dasar efisiensi.
Tuti belajar untuk menjadi dirinya yang sebenarnya, dan belajar untuk mengundurkan diri dari perusahaan dengan penuh martabat atas segala yang bukan dirinya.
Keempat, Ada Kalanya Tak Perlu Menoleh Ke Belakang Dan Berkata 'Saya Tak Beruntung'