Expat bandel, mencari celah tak mengikuti peraturan perusahaan, bersikeras semaunya sendiri. Semua itu bisa menyulitkan dan membuat perusahaan ingin menyudahi kontraknya cepat-cepat. Bila itu terjadi haruskah expat tetap mendapat gaji dari sisa kontrak? Lebih jelasnya bila di PHK di tengah masa kontrak, bahkan bila expat telah melakukan pelanggaran, haruskah perusahaan membayar sisa kontrak.
Pertanyaan ini coba dijawab melalui penelitian 20 kasus kasasi yang diputuskan oleh Mahkamah Agung dari 2017-2021.
Secara hukum, expat dilindungi dan hasil penelitian memperlihatkan hal yang sama. Dalam kondisi normal tertentu, expat tetap berhak atas dan harus mendapat gaji dari sisa kontrak, baik dalam keadaan terjadi ketidakharmonisan hubungan kerja, maupun terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh expat.
Pengalaman dan pengetahuan tidak sekedar memberikan informasi kepada kita, tetapi seharusnya menjadikan kita bangga bahwa kehidupan ini penuh dengan kesukaran dan ketidakharmonisan.
Maksud kondisi normal tertentu adalah expat tersebut harus memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang masih berlaku dan kontrak yang masih berlaku. Walau IMTA itu wajib dimiliki oleh expat dan tanpa IMTA expat seharusnya tidak boleh bekerja di Indonesia, kenyataannya banyak perusahaan yang tidak mengurus IMTA untuk expatnya.
Bila expat tersebut mempunyai IMTA dan kontrak, maka ia dilindungi oleh hukum dan PHK yang dilakukan oleh perusahaan harus mengikuti aturan dalam undang-undang. Hal ini disimpulkan dari kasus-kasas expat sepanjang tahun 2017-2021 yang putusannya telah terdaftar di Mahkamah Agung.
Namun ada 1 kasus unik dari 20 kasus hukum yang diteliti, yaitu perusahaan menang dan tidak usah bayar sisa kontrak, karena syarat-syarat PHK sudah dicantumkan di kontrak, termasuk pemberitahuan yang dilakukan 2 bulan sebelum PHK.
Bila Anda telah melihat banyak badai dalam hidup dan kebanyakan badai mengejutkan, Anda perlu belajar untuk melihat lebih jauh dengan cepat dan memahami bahwa Anda tidak mampu mengendalikan cuaca. Jadi latihlah kesabaran, dan hormati amukan alam.
IMTA dan Kontrak di Mata Hukum
Ada beberapa keadaan umum yang sering ditemukan di lapangan dan dalam kasus di pengadilan. Hal ini perlu diperhatikan oleh seorang expat. Seringkali expat merasa cukup aman bila ia menerima gaji setiap bulan secara teratur. Namun kenyataannya hubungan kerja bisa tiba-tiba menjadi tidak harmonis, baik terjadi pelanggaran oleh expat, pandemi, perubahan kebijakan perusahaan dan lainnya. Banyak keadaan dimana perusahaan memutuskan untuk memutus hubungan kerja dengan expat.
Dalam kondisi itu, expat baru menyadari perlunya 2 hal penting yaitu IMTA dan kontrak yang masih berlaku secara sah. Hanya dalam hal IMTA dan kontrak masih berlaku secara sah, maka expat dilindungi oleh hukum. Hal ini juga diperkuat SEMA Nomor 1 Tahun 2017, bahwa expat yang mendapat perlindungan hanyalah yang memiliki IMTA.
Pada akhirnya, tujuan bekerja itu sederhana: perlindungan dan kenyamanan.
Kasus-kasus dan putusan di bawah ini, yang diambil dari 2017-2021, mencerminkan pemberian perlindungan hukum yang konsisten pada expat atau penolakan perlindungan hukum, atas dasar IMTA bukan atas dasar apa yang dilakukan expat terhadap peraturan perusahaan.
- Expat tak mendapat sisa kontrak.
Putusan yang paling banyak adalah pengadilan tidak mengabulkan tuntutan expat untuk mendapat sisa kontrak, karena masa IMTA mereka telah habis. Artinya sekalipun hubungan kerja mereka masih di berdasarkan kontrak PKWT, tapi bila IMTA mereka tidak berlaku lagi, maka mereka tidak dapat menuntut sisa kontrak. Jadi saat mereka bekerja, mereka tidak mempunyai IMTA, pengadilan tidak memerintahkan perusahaan untuk membayar. Ada 7 putusan dimana kondisinya merugikan expat.
Hidup yang dijalani dengan melakukan kesalahan akhirnya tidak hanya lebih terhormat, tapi lebih berguna daripada hidup yang dijalani tanpa melakukan apa pun.
- Expat mendapat sisa kontrak seluruhnya.
Putusan yang umum terjadi juga adalah pengadilan mengabulkan tuntutan expat untuk mendapat gaji sepanjang sisa kontrak, karena kontrak PKWT mereka masih berlaku sesuai masa IMTA. Saat kontrak berakhir masa berlakunya, maka IMTA juga berakhir. Ada 5 putusan.
- Expat mendapat sisa kontrak sebagian.
Putusan yang selaras dengan itu adalah pengadilan mengabulkan tuntutan expat untuk mendapat sisa kontrak, tapi hanya sampai masa IMTA mereka berlaku. Kondisinya adalah kontrak expat lebih lama masa berlakunya dari IMTA. Artinya bila kontraknya masih berbulan-bulan ke depan baru habis, tapi IMTA hanya berlaku misalnya 1-2 bulan ke depan, maka mereka hanya mendapat sisa kontrak sampai 1-2 bulan itu saja. Perusahaan tetap kalah dan membayar sesuai sisa masa IMTA, bukan sisa masa kontrak. Ada 2 putusan.
Kalah sebenarnya bukan masalah besar, tapi kesempatan untuk menjadi lebih baik.
Putusan paling menarik adalah dimana expat mendapat sebagian sisa kontrak, karena perusahaan sudah menetapkan syarat PHK di kontrak. Jadi perusahaan dengan jelas mencatat kondisi dimana perusahaan dapat melakukan PHK dan memberi kompensasi dalam hal ini 2 bulan gaji. Karena itu pengadilan tidak menghukum perusahaan untuk membayar seluruh sisa kontrak.
- Expat tidak mendapat sisa kontrak.
Ada kasus dimana expat di PHK tapi ia tidak mempunyai kontrak, sementara IMTA nya masih berlaku. Dalam hal ini biasanya perusahaan membuat kontrak versi sederhana untuk pembuatan IMTA, tapi tidak memberikan, bahkan tidak membuat kontrak yang wajar dengan expatnya.
Perusahaan tak perlu membayar sisa kontrak, karena tidak ada kontraknya. Expat itu sendiri menuntut hubungan kerja PKWTT, karena untuk karyawan lokal, PKWT otomatis berubah menjadi PKWTT. Namun pengadilan menolak untuk meneguhkan hubungan kerja PKWTT pada expat dan menganggap hubungan kerjanya adalah PKWT.
Jadi sekalipun IMTA nya masih berlaku, karena ia tidak mempunyai kontrak PKWT, maka pengadilan tidak menghukum perusahaan untuk membayar sisa kontrak. Dalam kasus ini sang expat sudah 15 tahun bekerja, akhirnya karena ketidakharmonisan, ia tetap harus pergi dari perusahaannya.
Satu-satunya keberanian yang penting adalah keberanian yang membawa Anda dari satu momen ke momen berikutnya.Â
- Perkecualian Pelanggaran dan pengunduran diri secara sukarela.
Bahkan ada 1 kasus menarik, yaitu seorang expat dengan jelas disebutkan melakukan pelanggaran berat dan yang lainnya melakukan pelanggaran prosedur hingga mengakibatkan kerugian perusahaan. Pengadilan tetap menghukum perusahaan untuk membayar gajinya sesuai sisa masa kontrak.Â
Alam akhirnya ramah pada tanaman kecil yang berjuang untuk tegak dalam badai.
Ada 2 kasus dimana expat mengundurkan diri karena alasan apapun, tapi ia menuntut pembayaran sisa kontrak ke perusahaan. Hal ini tidak dibenarkan karena ia yang mengundurkan diri, bukan di PHK.
Membayar Sisa Kontrak, Walau Terjadi Pelanggaran
Seluruh kasus kasasi yang masuk ke Mahkamah Agung adalah kejadian dimana perusahaan tak mau mematuhi undang-undang. Kenyataannya di seluruh kasus PHK yang dilakukan oleh perusahaan, MA memutuskan secara konsisten bahwa perusahaan harus membayar sisa kontrak, dan ini hal amat biasa, sekalipun expat telah melakukan pelanggaran.
Namun pecahnya ombak tidak dapat menjelaskan keseluruhan lautan.Â
Sekalipun hampir di seluruh kasus perusahaan harus bayar, ada 2 kondisi, perusahaan menang. Pertama adalah IMTA expat tidak berlaku lagi, dan kedua adalah syarat-syarat PHK dimasukan dalam kontrak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H