Mohon tunggu...
Jusak
Jusak Mohon Tunggu... Konsultan - Pelatih Hukum Ketenagakerjaan Pro Bono dan Direktur Operasional di Lembaga Pendidikan

Memberi pelatihan kasus-kasus ketenagakerjaan berdasarkan putusan hakim, teamwork, kepemimpinan. Dalam linkedin, Jusak.Soehardja memberikan konsultasi tanpa bayar bagi HRD maupun karyawan yang mencari solusi sengketa ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Seperti Petualangan, Apalagi Beda Agama, Bahkan untuk Anak-Anak dalam Mendapatkan Warisan

29 Mei 2023   21:31 Diperbarui: 29 Mei 2023   21:34 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bawah ini sebuah kisah pernikahan 'beda agama, tapi sama'.

Ada seorang wanita usia 50-an dengan 3 anak. Suatu kali ia memutuskan untuk menikah dengan seorang pria yang usianya terpaut beberapa tahun lebih muda. Menikah memang bukan tergantung usia, tapi tergantung kapan menemukan orang yang cocok.

Pria tersebut awalnya beragama non-Kristen. Saat memutuskan untuk menikah dengan sang wanita, si pria pindah agama dan masuk agama Kristen. Ia pergi ke sebuah gereja, mengikuti pelajaran Alkitab di gereja itu, lalu di baptis sidi. Baptis sidi adalah tanda bahwa seseorang mengakui nilai-nilai Kristen dan semua ajaran Kristen lainnya di gereja itu. Gereja juga memberinya bukan saja surat tanda baptis sidi, tapi juga nomor anggota di gereja itu. Menikah bukan hanya urusan hidup bersama, tapi juga urusan hubungan rohani.

Bagaimana mereka melangsungkan pernikahan?

Yang Maha Kuasa 'Tertawa'

Beberapa waktu setelah sang pria menjadi Kristen, ia pergi dengan wanita calon istrinya ke Australia. Mereka menikah di sebuah gereja disana. Setelah itu mereka kembali ke Indonesia dan minta pernikahannya dicatatkan di catatan sipil. Mereka tidak minta penetapan pengadilan. Sang istri membawa sejumlah besar harta sebelum perkawinan, di antaranya beberapa rumah dan mobil. Seorang komedian berkata perkawinan itu seperti mengambil resiko besar, hingga Yang Mahakuasa tak dapat berbuat apa-apa, selain tertawa.

Setelah perkawinan, tidak lama kemudian sang istri meninggal. Sang suami mengklaim bagian dari harta itu adalah miliknya. Semua anak almarhum istri menolak. Mereka menuntut ke pengadilan bahwa pernikahan itu tidak sah dan kedua, bahwa seluruh harta milik peninggalan almarhum tidak dapat diakui sebagai milik suami dari ibu mereka. Tampaknya menurut anak-anak, perkawinan adalah kontrak keuangan.

Perkawinan Memberi Sayap

Anak-anak membawa seorang ahli agama Islam untuk menyatakan apa perkawinan itu sah. Menurut ahli agama tersebut, pernikahan beda agama itu tidak sah. Pernikahan baru sah bila keduanya beragama sama. Apalagi diketahui bahwa KTP sang suami masih agama non-Kristen. 

Alasan lainnya, anak-anak menganggap bahwa laporan dari sudin catatan sipil itu bukan apa-apa. Sekalipun sudah mencatat perkawinan almarhum ibu, laporan itu tidak membuktikan bahwa perkawinan itu sah. Tanda bukti pencatatan itu tidak mensahkan perkawinan dan bukan akta perkawinan.

Perkawinan yang baik memberi suami istri, sayap. Sebaliknya perkawinan yang buruk membuat keluarga jatuh berkeping-keping.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun