Artinya bentuk kontrak mereka tidak seperti yang disampaikan anggota DPRD, tapi kontrak berdasarkan jangka waktu tertentu. Bila PKWT berakhir, berarti mereka hanya berhak atas kompensasi. Perusahaan wajib memberi mereka kompensasi atas berakhirnya PKWT mereka.
Asumsi ketiga, perlu dilihat apakah kegiatan mereka kegiatan utama atau bukan. Bila mereka mempunyai kontrak PKWT, namun pekerjaan yang dilakukan adalah secara jelas dan terang benderang termasuk kegiatan utama, berarti hubungan kerja mereka bukan PKWT. Bila kegiatan utama seperti itu, maka otomatis PKWT berubah menjadi PKWTT, selanjutnya mereka berhak atas pesangon.Â
Setiap kontrak menyiratkan tanggung jawab, seperti menjalani hidup ini, kontrak akhirnya tak selalu berkewajiban memberi para pihak apa yang mereka harapkan.
Segunung Opini
Anggota DPRD itu juga tidak tepat dengan tidak mengizinkan sistem kontrak antara perusahaan dan perorangan, karena undang-undang mengizinkan sistem itu. Tentu masyarakat dapat mengerti kelemahannya di kondisi ini, karena perusahaan dapat melakukan tindakan sewenang-wenang yang bertentangan dengan undang-undang. Tapi penting juga pemerintah melakukan edukasi terus menerus atas pengertian undang-undang ketenagakerjaan.Â
Kewajiban kita bukanlah memberi segunung opini, tapi memberi makna pada kehidupan dan edukasi pada yang memerlukan, dengan demikian mengatasi kehidupan yang pasif dan acuh tak acuh.
Goriau.com, "Di-PHK, 92 Karyawan PT DSI Mengadu Ke DPRD Riau," 17 April 2023.
Kontan, 4 Nov 2022, Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja di Industri Sawit Bakal Terus Meningkat
Putusan nomor 16/Pdt.sus-PHI/2017/Pn.Mnd.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H