Mohon tunggu...
Jusak
Jusak Mohon Tunggu... Konsultan - Pelatih Hukum Ketenagakerjaan Pro Bono dan Direktur Operasional di Lembaga Pendidikan

Memberi pelatihan kasus-kasus ketenagakerjaan berdasarkan putusan hakim, teamwork, kepemimpinan. Dalam linkedin, Jusak.Soehardja memberikan konsultasi tanpa bayar bagi HRD maupun karyawan yang mencari solusi sengketa ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Budaya Kerja Tak Etis Yang Sudah Sejak Lama, Bisakah Tiba-Tiba Dianggap Pelanggaran? Kasus Si Juli

11 Maret 2023   11:42 Diperbarui: 26 Maret 2023   20:26 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kisah ini terjadi di Pontianak. Sekalipun Pontianak jauh dari ibukota negara, kota ini ramai dikunjungi oleh berbagai pendatang. Mereka bukan saja ingin melihat berbagai tugu fenomenal seperti tugu Khatulistiwa, tapi juga percampuran budaya lokal dan Tionghoa. Karena itu perdagangan di kota ini juga ramai, termasuk perdagangan handphone.

Banyak penduduk yang tertarik untuk mempunyai handphone terbaru, meskipun penghasilan mereka memaksa mencicil berbulan-bulan. Salah satu handphone anyar waktu 2022 lalu adalah iPhone eksklusif yang harganya fantastis. Karyawan toko handphone dan bahkan toko kredit handphone juga turut menikmati penjualan handphone merek ini secara sah atau tidak, termasuk si Juli, supervisor sebuah perusahaan kredit setempat. Mereka meminta komisi dari penjual.

Kebiasaan dan Perubahan Tiba-Tiba, Apa Itu?

Karyawan luar biasa itu sulit dicari, contohnya seperti Juli yang bekerja di toko kredit handphone. Dalam waktu 15 tahun bekerja di perusahaannya, Juli pernah mencapai target Rp.1,2 milyar target sales. Selama itu pula Juli telah melihat begitu banyak karyawan menikmati uang komisi dari para penjual handphone. Para karyawan perusahaan kredit sudah biasa meminta komisi dari hampir semua penjual. Setahu mereka tindakan tersebut sah dan baik-baik saja.

Tidak demikian di suatu hari di bulan September, si Juli meminta uang dari sebuah supplier iPhone yang besar dan terkenal, namun entah kenapa, manajemen perusahaan Juli kali itu tidak suka. Manajemen tiba-tiba menganggap tindakan Juli minta komisi itu salah dan semacam korupsi. Mereka marah dan berpendapat seharusnya Juli tidak boleh meminta komisi, karena sebagai profesional komisi semacam itu sesungguhnya merugikan perusahaan handphone dan nama baik.

Memaksakan Pakta Integritas Untuk Apa?

Sepanjang bertahun-tahun bekerja, sebenarnya banyak karyawan yang sudah biasa meminta komisi. Namun sekitar bulan Oktober 2021, manajemen mau karyawannya stop melakukan hal itu. Karena itu manajemen mengeluarkan suatu ketentuan yang mereka sebut "Pakta Integritas". Semua karyawan harus tanda tangan di atas pakta itu. 

Mulai bulan itu juga, manajemen menyatakan bahwa tidak boleh ada karyawan yang meminta komisi lagi atau dikenakan sanksi berat. Budaya kerja ini dianggap tidak etis dan dianggap pelanggaran peraturan perusahaan. Manajemen menunjuk pada peraturan perusahaan terdahulu yang menyatakan bahwa memang komisi itu dilarang. Karyawan-pun tidak punya pilihan lain.

Komisi Masa Lalu, Apa Dampak Yang Mengejutkan?

Setelah 8 bulan berlalu, tepatnya Mei 2022, manajemen melakukan manuver mengejutkan, tampaknya ingin balas dendam. Si Juli dianggap melakukan pelanggaran PP dan pelanggaran pakta integritas Oktober. Karena menerima komisi di satu bulan sebelum Pakta Integritas Oktober, Juli kena sanksi. Karena itu 'habis manis sepah dibuang', manajemen mem-PHK si Juli tanpa pesangon. Tampaknya manajemen sudah berwacana mem-PHK Juli dengan mengatur adanya pakta integritas, supaya pelanggaran Juli menjadi nyata. 

Juli tidak terima dengan keputusan PHK tanpa pesangon, karena berarti pakta itu berlaku surut. Padahal Juli merasa ia tidak melanggar apapun dan budaya meminta komisi sudah biasa. Karena itu, Juli minta satu kali ketentuan dengan mengirimkan somasi. Tentu saja somasi itu tidak ditanggapi perusahaan. Manajemen hanya memberi janji akan bertemu Juli, tapi bahkan tiga bulan setelah kejadian Mei itu tidak ada pertemuan apa-apa.

Maju Ke Mediator, Ia Memihak Siapa?

Untuk menyelesaikan masalah ini, Juli melibatkan mediator disnakertrans provinsi setempat. Mediator memanggil kedua pihak dan akhirnya mengeluarkan anjuran yang menyatakan bahwa Juli telah melakukan pelanggaran ringan PP 35 pasal 52, bukan pasal pelanggaran bersifat mendesak. Untuk itu Juli berhak atas 0,5 kali ketentuan.

Tentu saja Juli tidak terima, karena merasa tidak melanggar. Tampaknya mediator berdiri di tengah-tengah, tidak membenarkan perusahaan yang mem-PHK tanpa pesangon, tapi juga tidak membenarkan Juli yang meminta satu kali ketentuan.

Maju ke Pengadilan, Siapa Menang?

Akhirnya Juli maju ke pengadilan dan memohon perkaranya diputus dengan adi, karena ia merasa tidak bersalah. Ia mengajukan tuntutan pertama diberi pesangon satu kali ketentuan. Hal ini atas alasan efisiensi mencegah kerugian pasal 40. Si Juli juga menghadirkan saksi-saksi yang menguatkan adanya budaya meminta komisi. Lebih lagi ia mengajukan tuntutan kedua, yaitu meminta upah proses selama pengurusan dibayar oleh perusahaan.

Sebenarnya Juli telah melanggar Peraturan Perusahaan (PP), karena sudah tercantum disitu, walau Juli belum pernah diberikan PP itu.

Perusahaan tidak terima dan mendalilkan bahwa Juli telah melanggar PP itu. Alih-alih memakai pasal 52 atas anjuran mediator, perusahaan berpendapat Juli hanya berhak mendapatkan satu bulan gaji. Karena begitulah peraturan perusahaan, pelanggarannya membuat karyawan tidak menerima sesuai peraturan pemerintah. Tentu saja ini lebih kecil dari Peraturan Pemerintah nomor 35.

Hakim memandang perusahaan itu salah. Disinilah tampak jelas tindakan perusahaan itu sebagai upaya balas dendam atas permintaan komisi si Juli. 

Berapa Harus Diterima Si Juli?

Karena penerimaan komisi sudah budaya perusahaan, sesuai saksi-saksi, hakim menganggap Juli ada benarnya. Juga pelanggaran pakta integritas di Oktober tidak dapat dipakai sebagai alasan, karena berlaku surut. Seharusnya pelanggaran setelah Oktober baru dapat diberi sanksi. Namun hakim menganggap Juli tetap melakukan pelanggaran ringan pasal 52 PP 35 dengan menerima 0,5 kali ketentuan. Keputusan hakim ini sejalan dengan anjuran mediator. Tuntutan pertama Juli dikalahkan, namun perusahaan juga kalah, karena harus membayar pesangon.

Namun sebenarnya logika ini tidak nyambung, karena hakim tidak melihat adanya pelanggaran, mengapa hakim memutus adanya pelanggaran ringan. Seharusnya bila tidak ada pelanggaran, hakim tak dapat memakai pasal 52.

Hakim juga memutuskan perusahaan tak perlu membayar upah proses, karena Juli "tidak dapat menunjukan bukti dalam status skorsing sambil menunggu penyelesaian" sidang. Jadi Juli kalah dalam tuntutan keduanya.

Logika ini juga tidak nyambung, karena bukti dalam status skorsing tidak mungkin didapat dengan mudah. Hampir tidak ada perusahaan yang mau memberikan keterangan bahwa mereka bersengketa dengan karyawan . 

Sudah jelas surat PHK diberikan dan Juli mengajukan keberatan, seharusnya hakim dapat menghitung dari tanggal dikeluarkannya surat PHK sampai putusan berapa bulan waktunya, dan itu ditetapkan sebagai upah proses.

Kesimpulannya, kalah-kalah, perusahaan tercoreng arang di kening. 

Juli habis jatuh tertimpa tangga. Memang sebaiknya Juli banding ke Mahkamah Agung, menyatakan beberapa logika yang tidak wajar, mengapa hakim menyatakan bukti-bukti tidak ada pelanggaran, tapi masih menganggap Juli melakukan pelanggaran ringan. Juga ada permintaan hakim mengenai 'bukti dalam status skorsing' dan itu tidak wajar dalam putusan manapun.

Dale Carnegie bilang: "ingat ketika Anda berurusan dengan orang lain, Anda tidak hanya sekedar berurusan dengan logika, tapi emosi." Dalam hal ini perusahaan emosi pada Juli, dan melakukan apapun agar Juli dipecat. Perusahaan berhasil menganggap budaya tak etis si Juli sebagai pelanggaran. Di lain pihak, Juli sudah tepat bersikap tenang dan tidak panas, walau tetap saja kalah.

Sumber dari putusan nomor 29/Pdt.Sus-PHI//2021/Pn.Ptk

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun