Mohon tunggu...
Jusak
Jusak Mohon Tunggu... Konsultan - Pelatih Hukum Ketenagakerjaan Pro Bono dan Direktur Operasional di Lembaga Pendidikan

Memberi pelatihan kasus-kasus ketenagakerjaan berdasarkan putusan hakim, teamwork, kepemimpinan. Dalam linkedin, Jusak.Soehardja memberikan konsultasi tanpa bayar bagi HRD maupun karyawan yang mencari solusi sengketa ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Budaya Kerja Tak Etis Yang Sudah Sejak Lama, Bisakah Tiba-Tiba Dianggap Pelanggaran? Kasus Si Juli

11 Maret 2023   11:42 Diperbarui: 26 Maret 2023   20:26 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Maju Ke Mediator, Ia Memihak Siapa?

Untuk menyelesaikan masalah ini, Juli melibatkan mediator disnakertrans provinsi setempat. Mediator memanggil kedua pihak dan akhirnya mengeluarkan anjuran yang menyatakan bahwa Juli telah melakukan pelanggaran ringan PP 35 pasal 52, bukan pasal pelanggaran bersifat mendesak. Untuk itu Juli berhak atas 0,5 kali ketentuan.

Tentu saja Juli tidak terima, karena merasa tidak melanggar. Tampaknya mediator berdiri di tengah-tengah, tidak membenarkan perusahaan yang mem-PHK tanpa pesangon, tapi juga tidak membenarkan Juli yang meminta satu kali ketentuan.

Maju ke Pengadilan, Siapa Menang?

Akhirnya Juli maju ke pengadilan dan memohon perkaranya diputus dengan adi, karena ia merasa tidak bersalah. Ia mengajukan tuntutan pertama diberi pesangon satu kali ketentuan. Hal ini atas alasan efisiensi mencegah kerugian pasal 40. Si Juli juga menghadirkan saksi-saksi yang menguatkan adanya budaya meminta komisi. Lebih lagi ia mengajukan tuntutan kedua, yaitu meminta upah proses selama pengurusan dibayar oleh perusahaan.

Sebenarnya Juli telah melanggar Peraturan Perusahaan (PP), karena sudah tercantum disitu, walau Juli belum pernah diberikan PP itu.

Perusahaan tidak terima dan mendalilkan bahwa Juli telah melanggar PP itu. Alih-alih memakai pasal 52 atas anjuran mediator, perusahaan berpendapat Juli hanya berhak mendapatkan satu bulan gaji. Karena begitulah peraturan perusahaan, pelanggarannya membuat karyawan tidak menerima sesuai peraturan pemerintah. Tentu saja ini lebih kecil dari Peraturan Pemerintah nomor 35.

Hakim memandang perusahaan itu salah. Disinilah tampak jelas tindakan perusahaan itu sebagai upaya balas dendam atas permintaan komisi si Juli. 

Berapa Harus Diterima Si Juli?

Karena penerimaan komisi sudah budaya perusahaan, sesuai saksi-saksi, hakim menganggap Juli ada benarnya. Juga pelanggaran pakta integritas di Oktober tidak dapat dipakai sebagai alasan, karena berlaku surut. Seharusnya pelanggaran setelah Oktober baru dapat diberi sanksi. Namun hakim menganggap Juli tetap melakukan pelanggaran ringan pasal 52 PP 35 dengan menerima 0,5 kali ketentuan. Keputusan hakim ini sejalan dengan anjuran mediator. Tuntutan pertama Juli dikalahkan, namun perusahaan juga kalah, karena harus membayar pesangon.

Namun sebenarnya logika ini tidak nyambung, karena hakim tidak melihat adanya pelanggaran, mengapa hakim memutus adanya pelanggaran ringan. Seharusnya bila tidak ada pelanggaran, hakim tak dapat memakai pasal 52.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun