Maju Ke Mediator, Ia Memihak Siapa?
Untuk menyelesaikan masalah ini, Juli melibatkan mediator disnakertrans provinsi setempat. Mediator memanggil kedua pihak dan akhirnya mengeluarkan anjuran yang menyatakan bahwa Juli telah melakukan pelanggaran ringan PP 35 pasal 52, bukan pasal pelanggaran bersifat mendesak. Untuk itu Juli berhak atas 0,5 kali ketentuan.
Tentu saja Juli tidak terima, karena merasa tidak melanggar. Tampaknya mediator berdiri di tengah-tengah, tidak membenarkan perusahaan yang mem-PHK tanpa pesangon, tapi juga tidak membenarkan Juli yang meminta satu kali ketentuan.
Maju ke Pengadilan, Siapa Menang?
Akhirnya Juli maju ke pengadilan dan memohon perkaranya diputus dengan adi, karena ia merasa tidak bersalah. Ia mengajukan tuntutan pertama diberi pesangon satu kali ketentuan. Hal ini atas alasan efisiensi mencegah kerugian pasal 40. Si Juli juga menghadirkan saksi-saksi yang menguatkan adanya budaya meminta komisi. Lebih lagi ia mengajukan tuntutan kedua, yaitu meminta upah proses selama pengurusan dibayar oleh perusahaan.
Sebenarnya Juli telah melanggar Peraturan Perusahaan (PP), karena sudah tercantum disitu, walau Juli belum pernah diberikan PP itu.
Perusahaan tidak terima dan mendalilkan bahwa Juli telah melanggar PP itu. Alih-alih memakai pasal 52 atas anjuran mediator, perusahaan berpendapat Juli hanya berhak mendapatkan satu bulan gaji. Karena begitulah peraturan perusahaan, pelanggarannya membuat karyawan tidak menerima sesuai peraturan pemerintah. Tentu saja ini lebih kecil dari Peraturan Pemerintah nomor 35.
Hakim memandang perusahaan itu salah. Disinilah tampak jelas tindakan perusahaan itu sebagai upaya balas dendam atas permintaan komisi si Juli.Â
Berapa Harus Diterima Si Juli?
Karena penerimaan komisi sudah budaya perusahaan, sesuai saksi-saksi, hakim menganggap Juli ada benarnya. Juga pelanggaran pakta integritas di Oktober tidak dapat dipakai sebagai alasan, karena berlaku surut. Seharusnya pelanggaran setelah Oktober baru dapat diberi sanksi. Namun hakim menganggap Juli tetap melakukan pelanggaran ringan pasal 52 PP 35 dengan menerima 0,5 kali ketentuan. Keputusan hakim ini sejalan dengan anjuran mediator. Tuntutan pertama Juli dikalahkan, namun perusahaan juga kalah, karena harus membayar pesangon.
Namun sebenarnya logika ini tidak nyambung, karena hakim tidak melihat adanya pelanggaran, mengapa hakim memutus adanya pelanggaran ringan. Seharusnya bila tidak ada pelanggaran, hakim tak dapat memakai pasal 52.