Mohon tunggu...
Jusak
Jusak Mohon Tunggu... Konsultan - Pelatih Hukum Ketenagakerjaan Pro Bono dan Direktur Operasional di Lembaga Pendidikan

Memberi pelatihan kasus-kasus ketenagakerjaan berdasarkan putusan hakim, teamwork, kepemimpinan. Dalam linkedin, Jusak.Soehardja memberikan konsultasi tanpa bayar bagi HRD maupun karyawan yang mencari solusi sengketa ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Mengkalibrasi Harapan, Memperlancar Hubungan Atasan Bawahan

12 Februari 2023   15:19 Diperbarui: 13 Februari 2023   21:32 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesimpulannya, karyawan kalah, karena pertama, para karyawan ini tidak masuk kerja setelah demosi dilakukan, karena malu diperlakukan sewenang-wenang. Kedua para karyawan tidak menuntut demosi, karena gaji tidak turun, walau merasa diperlakukan tidak adil. Hal in bukan karena perusahaan yang bertindak profesional, tapi karyawan kurang cerdas. Harapan perusahaan karyawan tak mampu melawan, sudah tepat.

Karyawan Yang Berpikir Teliti Menang Demosi

Di bawah ini kasus dimana manajemen miskalibrasi harapannya. Mereka pikir karyawan tak mampu, padahal mampu. Karyawan mampu melawan dan menang.

Karyawan di kasus ke-6 sedikit beruntung, walau kalah dan dianggap demosinya sah, ia membuat hakim melihat satu kesalahan perusahaan, yaitu menurunkan gaji. Jadi turun posisi itu sah, tapi turun gaji itu tidak sah. Hakim menyatakan perusahaan tidak dibenarkan menurunkan gaji karyawan ini, karena tidak ada dasar peraturannya. Hingga pada waktu PHK, gaji yang dipakai pada perhitungan pesangon adalah gaji asisten manajer. 

Apa kunci kemenangan yang dipakai karyawan di kasus ke-6?

Kuncinya adalah perusahaan tak mampu memperlihatkan skala gaji yang tertulis dan sah sebagai dasar aturan. Si karyawan menuntut diperlihatkan skala gaji sesuai peraturan, tapi ternyata tak ada. 

Jadi pertama-tama, bila merasa diperlakukan, karyawan dapat menuntut diperlihatkan skala gaji yang sah. 

Seorang karyawan di Pekanbaru diturunkan dari manajer menjadi staff, alasannya restrukturisasi, di kasus ke-7 (09). Di pengadilan, alasan perusahaan diubah, bukan lagi karena perubahan struktur, tapi perusahaan menuduh karyawan itu telah melakukan berbagai tindakan indisipliner, namun semua itu dibantah oleh saksi-saksi.

Kunci kemenangan karyawan, karena ia tetap masuk bekerja dengan disiplin dan menunjukan keinginannya untuk bekerja. Sebaliknya saat ia minta struktur gaji, perusahaan tak dapat menunjukan. Karena itu hakim menganggap demosi tersebut keliru. 

Ada lagi karyawan di demosi dan tempat kerjanya dipindah oleh perusahaan ke luar pulau. Karyawan di kasus ke-8 yang berlokasi juga di Pekanbaru tetap masuk bekerja (10). Ia tetap mengunjungi kantor perusahaan di Pekanbaru tiap-tiap hari dan menunjukan buktinya. 

Di pengadilan, si karyawan menuntut diperlihatkannya metode penilaian kinerja secara profesional. Manajemen tidak dapat melihatkan itu. 

Jadi kedua, metode evaluasi profesional ini wajib ada.

Metodenya tidak ada, apalagi implementasinya. Walau manajemen memakai peraturan perusahaan (PP) bahwa tindakan demosi itu adalah hak istimewa perusahaan, hakim menolak.

Menurut hakim, sebelum mendemosi seharusnya perusahaan membina dulu dan pasal di PP itu harus ditolak, karena bertentangan dengan kewajaran. Apalagi perusahaan tak mempunyai metode penilaian itu. Hakim menganggap perusahaan sewenang-senang, hingga memenangkan karyawan ini dan menyatakan demosi itu tak sah. Beruntung ia mendapat hakim yang punya terobosan bahwa sekalipun PP sudah disahkan, tapi tetap materinya tidak selalu wajar, karena itu tidak sah.

Apa kunci argumen karyawan ini? 

Karyawan dapat menuntut metode penilaian kinerja profesional dan implementasi metode itu secara terbuka. Tidak ada hasil penilaian sistematis dan periodik, bukan sekali-kali. Perusahaannya semata-mata menilai dengan ad hoc dan subjektif, padahal wajarnya ada. 

Demosi tidak tanggung-tanggung dialami manajer sales di Semarang di kasus ke-9, alasannya karena tak capai target sales (11). Beberapa tahun sebelumnya ia adalah penerima penghargaan sales, tapi menurut karyawan ini, demosi itu dilakukan karena ia menjadi ketua serikat pekerja. Posisi karyawan ini saat menggugat adalah asisten rumah tangga di perusahaannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun