Mohon tunggu...
Hasan Aspahani
Hasan Aspahani Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Penulis, Penyair.

MM Strategis dari Universitas Prasetiya Mulya. Berkarir di Jawa Pos Grup. Lahir di Sei Raden, Samboja, Kutai Kartanegara, Kaltim, 1971. Menulis novel (a.l. "Persimpangan", Gagasmedia, 2019), nonfiksi (a.l. "Chairil Anwar" sebuah Biografi, Gagasmedia 2016), puisi (a.l. "Aviarium", Gramedia, 2019), story developer (a.l. untuk skenario "Bumi Manusia", Falcon, 2019). Kerjasama hubungi www.kreatorkonten.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hiduplah dengan Sikap dan Perilaku Adil

11 Agustus 2019   12:03 Diperbarui: 11 Agustus 2019   12:21 1911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay 

APAKAH kita mempelakukan orang lain dengan adil? Apakah kita sudah merasa diperlakukan dengan adil? Apakah kita bertindak adil? Apakah keputusan kita adil?
 
Adil adalah persoalan sehari-hari dalam hidup kita. Adil juga perkara besar yang diurus negara. Adil adalah isu sepanjang masa dalam sejarah manusia. 

Adil itu sangat mudah. Tapi adil juga rumit dan mahal. Kita meyebutkan kata 'adil' dalam Pancasila, dasar negara kita itu.

Di sila ke-2 Pancasila kita itu, kata adil disandingkan dengan kata beradab, cita-cita kemanusiaan yang ingin kita wujudkan dalam kehidupan bernegara kita.

Adil dan beradab. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Kita mencita-citakan kemanusiaan yang seperti itu setelah pengakuan dan penghambaan kita terhadap kekuasaan Tuhan di pasal sebelumnya. Pasal yang pertama.

Kita mendahulukan ketuhanan sebelum kemanusiaan kita.

Apakah adil itu? Ketika bicara soal 'adil' atau 'keadilan' kita cenderung selalu membayangkannya sebagai sebuah sistem. Sistem yang rumit.

Kita membayangkan lembaga-lembaga yang dibentuk, atau regulasi yang disusun untuk menjamin atau menjaga keadilan yang kita inginkan.

Saya tak ingin bicara soal adil yang seperti itu. Saya ingin bicara soal adil sebagai sikap. Sebagai tabiat personal. Sebagai perilaku sehari-hari.

Orang tua harus adil kepada anak-anaknya. Kita semua harus adil kepada alam, binatang dan tumbuhan. Kita semua harus adil pada sesama kita dan pada diri kita sendiri.

Sebagai sikap dan perilaku, adil bagi saya adalah memperlakukan dan menempatkan segala sesuatu dengan perlakuan dan pada tempatnya yang sebenarnya.

Adil itu lawannya zalim. Adil dan zalim itu ditujukan kepada siapa saja dan kepada apa saja. Kita harus adil - dan bisa juga jatuh menjadi zalim - kepada alam, orang lain, juga kepada diri diri sendiri.

Mungkin perlakuan dan tempat yang adil itu tak selalu tempat yang nyaman bagi yang ditempatkan, juga bagi yang menempatkan.  

Karena itu adil tidak selalu mudah, dan karena itu juga kita harus terus-menerus belajar dan mencoba untuk tahu benar apa hakikat sesuatu dan di mana tempat yang hakiki dari segala sesuatu itu.

Kita juga harus punya keberanian dan kesadaran seberapa besar kekuatan yang kita miliki untuk meletakkan hal itu pada tempat yang kita tahu memang di situlah tempatnya.

Semakin besar kuasa kita semakin besar kekuatan kita untuk berlaku adil sekaligus juga semakin besar peluang kita untuk menjadi zalim alias melenceng jauh dari keadilan.

Manusia memang makhluk ambigu yang dalam dirinya mengandung kemungkinan yang kontrdiktif, bukan? Karena itu, atau ketika itu terjadi, maka kembalilah pada sumber utama keadilan, yaitu Ketuhanan kita.

Allah memerintahkan kita untuk berlaku adil. Kita baca dalam Surah Al-Hujurt; ayat ke-9, "Dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."

Adil itu hak kita. Adil itu kewajiban kita. Adil itu neraca dalam hidup kita. Adil itu keseimbangan. Allah menyukai orang-orang yang adil.

Keadilan adalah suara hati, bukan suara hati pribadi tetapi suara hati dari seluruh umat manusia, kata pengarang  Alexander Solzhenitsyn.

Maka dengarkanlah suara hati kita yang berbisik tentang keadilan. Karena itu berarti kita sedang mendengarkan suara hati seluruh manusia.

Dalam masalah kebenaran dan keadilan, kata Albert Einstein, tidak ada bedanya apakah itu soal besar dan kecil, karena persoalan yang terkait perlakuan terhadap manusia, maka semuanya sama.

Maka masukkan pertanyaan soal adil itu dalam perenungan kita. Jadikanlah persoalan keadilan itu sebagai pertanyaan harian ketika kita mengevaluasi diri kita. Apakah hari ini kita sudah berlaku adil? - Hasan Aspahani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun