Sebagai sikap dan perilaku, adil bagi saya adalah memperlakukan dan menempatkan segala sesuatu dengan perlakuan dan pada tempatnya yang sebenarnya.
Adil itu lawannya zalim. Adil dan zalim itu ditujukan kepada siapa saja dan kepada apa saja. Kita harus adil - dan bisa juga jatuh menjadi zalim - kepada alam, orang lain, juga kepada diri diri sendiri.
Mungkin perlakuan dan tempat yang adil itu tak selalu tempat yang nyaman bagi yang ditempatkan, juga bagi yang menempatkan. Â
Karena itu adil tidak selalu mudah, dan karena itu juga kita harus terus-menerus belajar dan mencoba untuk tahu benar apa hakikat sesuatu dan di mana tempat yang hakiki dari segala sesuatu itu.
Kita juga harus punya keberanian dan kesadaran seberapa besar kekuatan yang kita miliki untuk meletakkan hal itu pada tempat yang kita tahu memang di situlah tempatnya.
Semakin besar kuasa kita semakin besar kekuatan kita untuk berlaku adil sekaligus juga semakin besar peluang kita untuk menjadi zalim alias melenceng jauh dari keadilan.
Manusia memang makhluk ambigu yang dalam dirinya mengandung kemungkinan yang kontrdiktif, bukan? Karena itu, atau ketika itu terjadi, maka kembalilah pada sumber utama keadilan, yaitu Ketuhanan kita.
Allah memerintahkan kita untuk berlaku adil. Kita baca dalam Surah Al-Hujurt; ayat ke-9, "Dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."
Adil itu hak kita. Adil itu kewajiban kita. Adil itu neraca dalam hidup kita. Adil itu keseimbangan. Allah menyukai orang-orang yang adil.
Keadilan adalah suara hati, bukan suara hati pribadi tetapi suara hati dari seluruh umat manusia, kata pengarang  Alexander Solzhenitsyn.
Maka dengarkanlah suara hati kita yang berbisik tentang keadilan. Karena itu berarti kita sedang mendengarkan suara hati seluruh manusia.