Mohon tunggu...
Indra-Pers
Indra-Pers Mohon Tunggu... Journalist -

menulis dan membaca termasuk hobby saya sehubungan bekerja di bidang jurnalistIK, LITBANG DPP AWDI

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Info Hukum, Terjerat Hukum karena Apes

23 Agustus 2017   20:28 Diperbarui: 23 Agustus 2017   21:51 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua bisa terjadi, KITA cuma selangkah di depan PENJARA. Tapi jika kita sekarang masih bisa menghirup udara bebas, mungkin karena kita _"masih beruntung" saja...

Kenapa? Karena tanpa disadari, banyak sekali tindak tanduk keseharian kita yang jika ditelusuri berdasarkan aturan, aktifitas itu dianggap sebagai pelanggaran yang bisa membawa kita masuk penjara.

Karena itu,  jika "sedang apes", ada kegiatan seharian kita dapat disangkakan sebagai pelanggaran, dan kita pun resmi jadi pesakitan sehingga mendekam dalam "BUI"..

Setidaknya kasus salah satu artis yang berinisial  TS yang saat ini tersangkut kasus hukum, bisa dijadikan sebuah referensi.

Sebelum TS digelandang Aparat Hukum, siapa diantara kita yang paham kalau mengkonsumsi Dumolid, obat yang mengandung Nitrazepam itu dikategorikan sebagai pelanggaran Undang-undang Narkotika? Yang mengkonsumsinya, bahkan disetarakan dengan penghisap ganja, sabu sabu atau heroin?

Bagi kita yang orang awam, Dumolid itu tak lebih dari obat anti depresi. Tapi siapa nyana, ternyata di Undang-undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika, obat ini dibatasi peredarannya dan untuk mengkonsumsinya harus melalui resep dokter.

Bagi yang melanggarnya: hukuman penjara siap menanti. Apeslah Artis TS, yang ternyata mengkonsumsi rutin obat itu, tanpa dibarengi dengan resep dokter.

Beberapa waktu lalu, publik juga pernah ramai dengan kasus yang menjerat 2(dua) pemuda yang ditangkap Aparat Hukum. Pasal pelanggaran yang dituduhkan, karena pemuda itu menjual Ipad ke konsumen via online tanpa disertai "manual book" berbahasa Indonesia.

Aparat hukum menggunakan UU No 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen untuk menjerat pemuda itu dengan hukuman kurungan lima bulan penjara.

Masalahnya; siapa diantara kita yang pernah membaca peraturan tersebut, dan mengerti jika untuk produk-produk tertentu yang dijual ke konsumen, penjual harus menyertai "manual book" berbahasa Indonesia? Seorang sarjana hukum sekalipun belum tentu mengerti hal itu!!!

Memang, ada begitu banyak aturan yang telah disahkan Pemerintah, yang mengatur aneka hajat hidup masyarakat banyak. Tujuan aturan itu dibuat memang mulia; untuk menciptakan tata kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan teratur. Karena itulah, nyaris di setiap aturan juga diselipkan ketentuan-ketentuan sanksi bagi bagi yang melanggarnya---bisa denda administrasi dan uang maupun kurungan penjara.

Nah, saking banyaknya aturan tersebut, ditambah tak banyak orang Indonesia yang "melek" aturan, ada banyak keseharian kita yang mungkin telah kita anggap lazim dan biasa, ternyata oleh aturan dianggap pelanggaran yang bisa berujung penjara.

Maka tak berlebihan jika seorang pengacara pernah berujar, "Kalau aparat hukum iseng dan sengaja mencari perkara, hampir semua penduduk Indonesia bakal masuk penjara atau kena denda, karena pelanggaran-pelanggaran yang tak mereka ketahui"!  

Coba disini tersaji beberapa contoh saja...

Siapa yang tidak pernah membuang baterai bekas atau obat kadarluasa ke tempat pembuangan sampah biasa? Jika Anda pernah lakukan itu, berarti anda seharusnya terancam penjara 6 tahun, karena telah membuang limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) ke tempat yang tak semestinya. Harap anda ketahui, baterai bekas dan obat kadaluarsa, dalam peraturan Pemerintah dikategorikan sebagai limbah B3, yang tak boleh dibuang sembarangan.

Jika Anda sering berjalan di sepanjang rel kereta api, dan saat itu ada aparat hukum yang melihat anda, bisa jadi anda langsung bisa digelandang masuk bui karena dianggap melakukan pelanggaran atas pasal 181 ayat (1) UU Perkeretaapian. Hukumannya sih tak berat; cuma kurungan penjara selama 3 bulan atau denda paling banyak lima belas juta rupiah. Untuk kasus ini, saya kerap jadi pelakunya karena menggunakan "ruang manfaat jalan kereta api" untuk jalur lelarian.

Bagi bapak-bapak yang hobi mengutak-atik dan memasang instalasi listrik di rumah, anda pun sebenarnya calon penghuni penjara. Ketentuan UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, ternyata mengatur setiap pengoperasian dan pemasangan instalasi listrik tanpa dilengkapi Sertifikat Laik Operasi (SLO), bakal diganjar kurungan paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.

Padahal, tak sedikit dari kita yang hanya dengan modal tang dan plesteran, telah memasang dan menginstalasi sendiri jaringan listrik di rumah kita tanpa SLO. Termasuk anda, bukan?

Sementara aturan ini jika diterapkan secara ketat - bakal menjerat adik dan ibu saya di kampung, dan juga pedagang hampir seantero Indonesia. Demi mencari sesuap nasi, adik dan ibu saya membuka toko yang menjual aneka produk aksesoris, mainan dan pernak-perniknya.

Masalahnya, sebagian besar produk yang dijual di toko itu adalah barang tiruan alias imitasi, yang menduplikasi merek produk tertentu yang kesohor, tapi dengan harga yang jauh lebih murah. Bahasa gaulnya: barang KW!      

Nah, rupanya berdasarkan pasal 102 UU No 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, memperdagangkan produk merek tiruan itu, ternyata bisa menyeret pelakunya ke penjara dengan kurungan selama satu tahun atau denda Rp200.000.000.

Saya juga baru paham, dalam soal menyembelih hewan ternak sekalipun, kita pun bisa-bisa terkena pasal pelanggaran yang berujung penjara. Tak serta merta, kendati hewan ternak itu milik kita, lalu kita bisa seenaknya saja menyembelihnya.

Sebab rupanya, jika hewan itu betina yang masih produktif, UU No 18 tahun 2009 tak membolehkan kita untuk menyembelihnya. Jika tetap bandel dan melanggar, ada ancaman hukuman penjara "cuma" tiga bulan atau denda lima juta bagi pelakunya. Lumayan kan?

Nah, lalu gimana cara untuk menghindari itu? Tak ada! Selain berharap, semoga kita tak ada nasib Apes...

_Sebagai catatan tambahan:_

Sekarang ini sedang berlangsung Sensus Ekonomi 2016 Lanjutan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik  (BPS). Nah, mengutip pasal 39 Undang-undang no 16 tahun 1997 ttg Statistik, Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa alasan yang sah mencegah, menghalang halangi, atau menggagalkan jalannya penyelenggaraan

statistik yang dilakukan oleh penyelenggara kegiatan statistik dasar

dan atau statistik sektoral, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratusu Juta rupiah).

Ilustrasi
Ilustrasi

*DAN INI ADA YG MENANGGAPI *

Adagium hukum semua orang dianggap tau hukum..itu konsep dari Civil Law artinnya begitu suatu UU di sahkan oleh negara, semua rakyat tanpa lihat latar pendidikan, ekonomi, geografis dianggap tau hukum. Ini tdk lepas dari penjajahan Belanda..di era sekarang rupanya harus ditinjau kembali karena pengaruh Cammon Law...sehingga sangat tidak adil bag masyarakat yg betul2 tidak tau karena berbagai faktor..

Di tulis oleh : Advokat Fiat Justitia Ruat Coelum..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun