Mohon tunggu...
Jurnalisgalau
Jurnalisgalau Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perang 3 Hari Indonesia Langsung KO

2 Desember 2015   10:51 Diperbarui: 4 Desember 2015   10:47 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sementara Cina terlibat dalam sengketa maritim dengan empat negara Asia Tenggara – Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam – serta dengan Taiwan atas klaim teritorial di Laut Cina Selatan. Cina memandang perairan tersebut sebagai halaman belakangnya yang kemudian dimasukkan dalam peta maritim Cina 1992 yang meliputi sembilan titik tak terputus (dash line)  di Laut Cina Selatan yang menegaskan klaimnya dan sampai saat ini sengketa tersebut belum menunjukkan penyelesaian.

Memang Indonesia tidak bersengketa secara langsung tapi jangan lupakan dalam nine dash line, ada wilayah Indonesia yang pernah diklaim Cina dan bahkan sempat dimasukkan ke dalam passport negaranya tahun lalu. Wilayah tersebut adalah Kepulauan Natuna, yang digadang menyimpan cadangan gas terbesar di dunia. Ini menunjukkan sebenarnya besar peluang bagi Indonesia untuk terkena imbas (spill over) dari sengketa itu. Ingat beberapa waktu yang lalu, TNI AL sempay memperketat penjagaan di Natuna dengan menerjunkan beberapa kapal patroli tambahan.

Benarkah ketahanan energi menjadi bargaining power utama didalam perang? Sudah sejak lama sumberdaya energi memang menjadi barang yang di­perebutkan banyak negara, khususnya minyak serta gas bumi dan tidak jarang peperangan dan konflik dipicu karena persoalan ini. Negara-negara seperti Venezuela, Rusia, Bolivia, dan Iran telah menunjukkan power­nya menggunakan isu energi untuk meningkatkan bargainingnya dengan negara lain. Rusia misalnya, menggunakan energi sebagai senjata andalannya untuk menjaga pengaruhnya di negara-negara persemakmuran (eks Uni Soviet) dan negara Uni Eropa yang 50% pasokan minyaknya berasal dari Rusia.

Sementara para pemikir strategi AS pernah memiliki sebuah pandangan bahwa siapa pun yang menguasai minyak Teluk Persia akan menguasai ekonomi dunia, memiliki posisi tawar yang lebih atas semua negara kompetitor lainnya. Hal senada juga pernah disampaikan oleh Presiden Amerika saat itu, Richard Nixon yang mengatakan, ”Sekarang ini, siapa yang menguasai kawasan Teluk Arab dan Timur Tengah,maka dia akan menguasai dunia ini. Dan kawasan ini pada suatu hari akan merasakan kemakmuran yang luar biasa dan dia bisa mengendalikan nasib dunia ini dengan jari-jarinya”. Sedangkan Presiden Amerika lainnya, Jimmy Carter pernah mengungkapkan kepada penasehatnya, ”Kalau saja Tuhan menjauhkan minyak Arab sedikit saja ke Barat, niscaya masalah kita akan lebih mudah.” Hal itu membuktikan bahwa sumberdaya energi bisa dijadikan alat politik yang efektif bagi negara-negara adidaya.

Ini juga mengingatkan kita kepada tulisan ekonom AS, Larry Lindsey, dalam Wall Street Journal (15/9/2002), yang menyatakan AS menyerang Irak karena minyak. Sepuluh tahun lagi, untuk pertumbuhan ekonominya, China, Uni Eropa, dan Jepang akan amat bergantung pada minyak kawasan Teluk Persia dan Laut Kaspia. Di kawasan Laut Kaspia, Rusia juga sedang meluaskan pengaruhnya.

Pusat Riset dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memperkirakan cadangan energi fosil berupa minyak dan gas bumi Indonesia diperkirakan semakin berkurang dan habis pada 2025. Sementara US Geological Survey Oil and Gas Journal, 1995 – 2000 lalu dalam laporannya memperkirakan, cadangan minyak bumi Indonesia mulai menipis, yang kini diperkirakan  hanya tersedia untuk jangka waktu sekitar 15 tahun. Hitungan tersebut dengan asumsi tingkat konsumsi tinggi seperti sekarang, yang berada pada kisaran tingkat pertumbuhan konsumsi 5-6 persen setahun. Perkiraan itu  bisa lebih parah lagi kalau pola hidup dari  masyarakat Indonesia  yang sangat boros dalam penggunaan energi fosil ini masih dipertahankan. Sulit dibayangkan apa yang terjadi pada negeri ini jika mengalami kekurangan pasokan energi yang berkepanjangan.

Padahal negara lain seperti Amerika juga telah bertindak sangat pintar dengan mengamankan cadangan energinya. Penemuan shale gas di Amerika Serikat secara signifikan telah membawa berbagai dampak  secara sosial, politik dan ekonomi bukan saja di dalam negeri tetapi secara global.  Pengembangan shale gas dan tight oil di AS telah mengubah pasar energi global. AS kini sama sekali tidak mengimpor LNG lagi bahkan menjadi eksportir. Rusia yang memiliki cadangan energi terbesar di dunia bahkan telah berekspansi melakukan pengeboran minyak hingga ke wilayah Arktik (Kutub Selatan). Negara besar di Asia seperti Cina juga telah melakukan pengeboran hingga ke Teluk Persia dan Laut Kaspia. Cina juga menyimpan cadangan gasnya dan memutuskan mengimpor gas untuk kebutuhan masyarakatnya.

Maka tidak ada salahnya jika Indonesia menanggapi pernyataan Menhan sebagai ‘early warning’ dan mengambil sikap antisipasi sedini mungkin dengan membenahi sistem cadangan energi kita. Seperti yang diucapkan dengan gamblang oleh Mantan Panglima TNI Moeldoko yang dikutip dari laman intelijen.co.id

“Akan percuma kita beli (tank) Leopard, pesawat tempur kalau tidak ada bahan bakarnya, karena hanya bisa dipanasi, itupun memakai matahari,” bebernya usai Talkshow TNI Mendengar di Mabes TNI, Cilangkap, Kamis (12/3/2015).

Indonesia harus secepatnya mengoptimalkan cadangan energi baru dan terbaharukan seperti energi dari nabati (bioetanol), arus laut, angin, panas bumi, tenaga surya dan juga ombak. Tidak ada salahnya jika Indonesia mulai berbenah diri melirik potensi energi lain seperti energi nuklir dan mineral yang ada di dasar laut dan sebagainya. Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Brazil, China, India dan beberapa negara Eropa sudah bersiap-siap untuk mengatasi pasca habisnya minyak bumi. Mereka sudah mulai memanfaatkan etanol dan biodiesel sebagai alternatif pengganti energi minyak bumi mereka.

Bisa diibaratkan politik energi masa depan selayaknya teori ayam dan telur, dimana perang di masa depan dilakukan dengan tujuan politik mencari bahkan merebut cadangan energi karena jelas siapa yang memiliki cadangan energi besarlah yang akan memainkan peran paling strategis dalam percaturan politik dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun