Mohon tunggu...
Jurnalisgalau
Jurnalisgalau Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Hari Gini Masih Percaya Sudirman Said

30 November 2015   23:10 Diperbarui: 5 Desember 2015   08:38 5425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemandangan area tambang Grasberg Mine di Kabupaten Mimika, Papua, yang dikelola PT Freeport Indonesia. (Kompas/Aris Prasetyo)

Sehabis film #PapaMintaSaham ramai dirilis di bioskop media sosial. Masyarakat seperti dibuat bingung, cemas dan tidak sabar menanti sekuel dari isu pelaporan rekaman pembicaraan antara Direktur PT. Freepot Indonesia Maroef Sjamsoedin (MS), Setya Novanto (SN) dan juga Sudirman Said (SS). Ibarat sedang menonton film Superhero, penonton digiring pada adegan konyol pertarungan antara keroco-keroco yaitu eksekutif dan legislatif tanpa tahu kemana alur cerita film ini akan bergulir dan siapakah penjahat sebenarnya dan juga siapakah yang akhirnya akan memenangkan pertarungan?

Ketegangan meningkat, semangat Nawacita membahana, kasus ini membangkitkan harapan lama agar Pemerintahan Jokowi berani menasionalisasi Freeport seperti yang dilakukan pada Blok Mahakam beberapa waktu lalu.

Apalagi didukung dengan jurus ‘kepretan’ Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya (Rizal Ramli) dan juga penegasan dari Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Luhut .B. Pandjaitan yang menegaskan bahwasanya kemungkinan Pemerintah tidak akan memperpanjang kontrak Freeport yang akan berakhir di tahun 2021.

Terakhir malah disajikan adegan yang lebih ‘blunder’, menyalahkan Pemerintahan SBY karena menandatangani MoU perpanjangan Kontrak Karya Freeport hanya beberapa bulan sebelum ia lengser yaitu pada 25 Juli 2014.

Banyak pihak yang akhirnya menuding SBY mengambil langkah aman, cuci tangan ataupun licik dan berupaya menjebak Pemerintahan Jokowi. Adapula media yang  dengan sangat berani menuliskan headline-nya“Setuju Perpanjang Kontrak Freeport, SBY dibayar berapa?”.

Patut diketahui, MoU antara Freeport dan juga SBY di akhir masa kepemimpinannya, menyepakati point-point rekomendasi untuk dilakukannya kembali renegosiasi kontrak namun penandatanganan dan keputusan untuk memperpanjang kontrak diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintahan yang baru (Jokowi-JK).

Point-point rekomendasi dalam MoU antara SBY dan Freeport itu pula yang akhirnya diadopsi menjadi point-point renegosiasi kontrak antara Pemerintahan Jokowi-Freeport yang ramai digadang media sebagai keberhasilan Jokowi menekan Freeport padahal hanya keberhasilan menggembar-gemborkan rekomendasi terusan/saduran dari MoU SBY ini, jikapun ada perubahan, tidaklah terlalu signifikan.

Sedangkan versi Jokowi mensyaratkan 5 rekomendasi untuk Freeport. Pertama, Freeport dituntut terlibat aktif dalam pembangunan di Tanah Papua. Kedua, Freeport wajib menggunakan lebih banyak konten lokal dalam proses produksi. Ketiga, pemerintah Indonesi mensyaratkan Freeport mendivestasi sahamnya. Keempat, kejelasan tentang besaran royalti yang harus disetor kepada Pemerintah Indonesia.Kelima, perusahaan tambang itu berkewajiban membangun smelter untuk memproses hasil tambang emas di Indonesia. Sebelumnya, Freeport menawarkan 10,64 persen sahamnya kepada pemerintah pusat.

Kemudian terhidanglah adegan twist membingungkan bagi penonton ketika akhirnya terungkap bahwa sebelum kasus ini bergulir, Sudirman Said sempat membuat surat cinta kepada Chairman Freeport Mc-Moran Inc, James .R.Moffet yang berisi point-point yang menjanjikan perpanjangan kontrak Freeport seperti yang tertuang dalam point No. 4, surat bertanggal 7 Oktober 2015 tersebut.

"Dapat ditegaskan bahwa terkait permohonan perpanjangan kontrak PTFI, kami kemukakan bahwa Pemerintah Indonessia dan PTFI telah berdiskusi dan menyepakati seluruh aspek dalam Naskah Kesepakatan Kerjasama yang ditandatangani pada 25 Juli 2014. Pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk memastikan keberlanjutan investasi asing di Indonesia, namun karena perlunya penyesuaian peraturan yang berlaku di Indonesia. Maka persetujuan perpanjangan kontrak PTFI akan diberikan segera setelah hasil penataan peraturan perundangan di bidang mineral dan batu bara diimplementasikan. Sebagai konsekuensi atas perjanjian tersebut. PTFI berkomitmen untuk menginvestasikan dana sebesar tambahan 18 Milliar Dollar Amerika untuk operasi kegiatan PTFI selanjutnya".

Surat berkop Kementerian ESDM dan tembusan kepada Presiden Jokowi tersebut sempat menghebohkan karena Menkopolhukam, Luhut .B. Pandjaitan, mengkonfirmasikan bahwa Jokowi  tidak pernah memberikan instruksi terkait surat tersebut.  Diberbagai media Jokowi juga menegaskan " Tidak ada PP (Peraturan Presiden-red) , tunggu 2019". Tentulah seorang Jokowi pasti tidak akan gegabah memperpanjang Freeport sebelum 2019, isu itu terlalu sexy untuk dijadikan sebagai senjata pamungkas menuju 2 periode.

Strategi propaganda mengaburkan perhatian penonton dari adegan utama yang krusial ke adegan sampingan yang bersifat menghebohkan memang sedang marak terjadi di media kita. Maka tidaklah heran kalau Penonton lebih tertarik menyaksikan adegan yang menurut Rizal Ramli : “Anggap saja seperti nonton sinetron perang antar geng”.

Publik tidak digiring untuk berpikir kritis dan mempertanyakan nasionalisme apakah yang bisa diharapkan dari seorang mantan Jenderal di Angkatan Udara yang mau menjadi seorang Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia, perusahaan yang telah merampok kekayaan bangsa ini habis-habisan sejak tahun 1967.

Malah kemudian yang beredar di media sosial adalah simpati untuk Sudirman Said yang seperti dizalimi dan disidang atas pengaduannya sendiri dalam sidang Mahkamah Kehormatan DPR-RI (MKD) yang berlangsung (3/12). Publik lagi-lagi tidak tergiring untuk bertanya secara kritis apa motif Sudirman Said di bulan Oktober lalu ngotot ingin mengubah status Kontrak Karya Freeport menjadi IUPK meskipun hal tersebut melanggar UU. Minerba yang ada.

Seperti yang dikutip dari cuitan seorang Dosen UI dan juga Mantan Anggota DPR dari Fraksi TNI/Polri, Ronnie Hiraguchi Roesli via akun Twitternya @Ronnie_Rusli :

Ronnie Higuchi Rusli      @Ronnie_Rusli 17/10/2015

Bab XIII (IUP/IUPK) Pasal 99 ayat (1) Wajib menyerahkan rencana reklamasi & rencana pasca penambangan pd saat mengajukan permohonan IUP/IUPK

Freeport tidak pernah menyerahkan rencana reklamasi dari lubang2 raksasa yg dibuat dari penambangan tembaga di Grasberg

Bab XIII Pasal 100 Ayat (1) Pemegang IUP/IUPK wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pascatambang

Freeport tidak pernah menyerahkan dana jaminan reklamasi lubang2 raksasa yg diakibatkan kalau pernah kepada siap menyerahkannya

Kalau dirinci satu persatu UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerba Freeport melanggar hampir semua UU yg tertulis.yg penting bagi pelaksanaan IUP

Freeport wajib melakukan reklamasi terhadap lubang2 super raksasa di Grasberg pasca pengerukan mineral.

@Him_NK Pak Jokowi belum disodori, biar Menko Maritim & Sumberdaya yg menyampaikan kpd siapa/berapa dana reklamasi yg sudah dibayar Freeport

@Him_NK Dana reklamasi untuk menutupi lubang2 super raksasa dibayar kepada siapa & berapa besarnya serta kapan ada catatan masuk kas negara?

@Him_NK Freeport harus timbun lubang2 super raksasa yg dibuatnya sbg bagian dari ketentuan reklamasi UU No 4 th 2009 tentang wajib reklamasi

@Him_NK Artinya tidak ada celah bagi Freeport untuk bisa masuk ke IUP/IUPK dari KK, maka harus tunggu 2019 sesuai dengan ketentuan KK Freeport kena semua yg termaktub didlm UU No 4 Th 2009 tentang minerba khusus utk pemegang IUP/IUPK spt reklamasi lubang Grasberg

Dengan perubahan status menjadi IUPK, Freeport bisa memperpanjang kontrak di tahun ini juga (2015) tanpa harus menunggu tahun 2019 (sesuai peraturan UU, perpanjangan kontrak baru bisa diajukan 2 tahun sebelum kontrak berakhir, yaitu pada 2021). Sudirman lalu ramai berdalih ini harus segera dilakukan karena Freeport butuh kepastian dan Papua membutuhkan suntikan dana investasi untuk menunjang pendapatan daerahnya sebab Freeport akan menanamkan investasi sekitar 18 milliar dollar untuk perluasan tambang dan smelter.

Sudirman juga menekankan kalau KK dirubah menjadi IUPK akan lebih mudah Kontraknya diputus kalau tidak memenuhi persyaratan Pemerintahan Jokowi.

Namun hal tersebut dibantah oleh Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, seperti yang dikutip dari CNN Indonesia (11/6), Hikmahanto mengatakan, seyogyanya Jokowi berhati-hati di dalam penetapan tersebut dan melakukan perhitungan untung-rugi. 

“Bila dilakukan perubahan status, maka IUPK berdasarkan pasal 83 huruf (g) Undang-Undang (UU) Minerba akan memberi Freeport 20 tahun konsesi. Artinya dapat beroperasi di Indonesia hingga 2035 bila dihitung sejak 2015 dan ini lebih lama 14 tahun dari jatuh tempo KK di 2021. Apakah ini penyeludupan hukum yang dilakukan Freeport untuk mendapat perpanjangan lebih awal”

Benarkah Indonesia terutama Papua akan menderita kerugian besar jika Freeport hengkang? Dari data laporan tahunan Freeport  tercatat bahwa produksi emas  pada 2014 sebesar 1,17 juta ons  atau 33 juta gram (33.000 kg), dengan harga realisasi rata-rata US$ 1.229  per ons.  Jumlah ini lebih tinggi dibanding jumlah produksi tahun 2013  yaitu sebesar 1,10 juta ons emas dengan rata-rata realisasi harga $ 1.312 per ons.

Pendapatan utama Freeport adalah dari operasi tambangnya di Indonesia (Sekitar 60%) menurut laporan Investor Daily, tertanggal 10 Agustus 2009. Setiap hari hampir 700 ribu ton material dibongkar untuk menghasilkan 225 ton bijih emas. Jumlah ini bisa disamakan dengan 70 ribu truk kapasitas angkut 10 ton berjejer sepanjang Jakarta-Surabaya (Sepanjang 700 KM). Para petinggi Freeport juga mendapatkan fasilitas dan tunjangan yang besarnya mencapai 1 juta kali lipat pendapatan tahunan Penduduk Timika Papua.

Dari tahun ke tahun Freeport terus mereguk untung besar dari penambangan emas, perak dan tembaga terbesar di dunia ini berbanding terbalik dengan Freeport, penduduk lokal Papua makin bertambah miskin. Bisa dilihat buruknya angka kesejahteraan manusia di Kabupaten Mimika, lokasi dimana Freeport berada. Pada tahun 2005 misalnya, Kemiskinan rakyat Papua mencapati 80.07% atau 1,5 juta penduduk. Hampir  seluruhnya adalah warga asli Papua sebesar 66% dan umumnya tinggal di pegunungan tengah, Wilayah Kerja dimana Freeport berada.

Ketika Freeport akhirnya menyetujui kesepakatan perubahan Kontrak Karya menjadi IUPK, patutlah kalau penonton menjadi bertanya-tanya : INGAT INI FREEPORT LOH, Perusahaan tambang terbesar dan terkaya di dunia. Ingat Bung Karno bilang : Jas Merah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah dan ingatlah apa yang telah dialami Negara kita tercinta demi memuluskan jalan masuk Freeport ke Indonesia.

Ingat pula bahwasanya beredar kabar, masih ada 2 cadangan sebesar Grasberg lagi yang sedang menunggu digarap di Papua. Seperti yang dilansir dari laman Antara.com (15/02) bahwa pengembangan Tambang bawah tanah DMLZ dan GBC akan dioperasikan untuk menggantikan Grasberg Mine dan DOZ (Deep Ore Zone) yang menjelang habis cadangan mineralnya.

Cadangan Grasberg Mine akan habis tahun 2017 dan DOZ pada akhir tahun ini. DMLZ mempunyai cadangan tambang 526 juta ton, sedangkan cadangan GBC lebih banyak dua kali lipatnya, atau 999.6 juta ton. Pengembangan kontruksi DMLZ akan berakhir pada tahun ini sedangkan GBC pada tahun 2017. 

Jadi apakah semudah itu Freeport akan menyerah dan takluk hanya pada seorang Sudirman Said? Rasanya seperti menunggu matahari terbit dari barat, pemberi Harapan Palsu (PHP) kalau dibahasa gaulkan, maka sangatlah menggelikan, melihat tagar #SaveSudirmanSaid beredar di media sosial, bukankah seharusnya yang benar adalah tagar #NasionalisasiFreeportatauJokowiTurun, Negeri ini gudangnya orang pintar, jadi tolong jangan fanatisme buta membuat kita senaif itu!!! Jadi janganlah terfokus kepada adegan ekstra, fokuslah kepada ending dari adegan utama : Beranikah Pemerintahan Jokowi menasionalisasi Freeport?  

Bukankah jika kita mau berpikir sedikit saja dan melihat secara objektif, ini sebenarnya adalah ujian sesungguhnya untuk Pemerintahan Jokowi? Ini Jokowi LOH, Presiden Nawacita, Presiden Trisakti, Presiden Pilihan Rakyat. Jadi sekaranglah waktunya membuktikan Jargonmu Pak Jokowi, #Ayokerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun