“Dari koran XXX,” jawab si mbak sambil mengeluarkan koran dari tas. “Ada acara kan, di sini dik, ya.”
"Betul," jawab Sengkluh.
Seketika itu, si Sengkluh agak kurang yakin dengan pengakuan si mbak. Pasalnya, wartawan koran XXX sudah ada di daerah ini, namanya Parto, kebetulan dia lagi makan di warung. Tidak biasanya, ada dua wartawan koran dalam satu liputan di daerah itu.
“Mbak, dari koran apa tadi?” kata Sengkluh.
“Koran XXX, dik,” jawab si mbak.
“Kenal si Parto enggak,” kata Sengkluh penasaran.
“Hmmm, enggak, dik,” jawab si mbak.
Mendengar jawaban itu, Sengkluh makin curiga. Agaknya, teman-teman lain juga demikian. Lalu, Sengkluh memberi kode ke yang lainnya agar jangan menyela dulu. Kecurigaan semacam itu wajar karena di daerah ini kerap kali terjadi kasus wartawan gadungan. Mengaku-aku wartawan dari media ini, itu, untuk mencari amplop dari acara-acara tertentu.
Si Sengkluh ingin menyelidiki lebih lanjut.
“Udah berapa lama, mbaknya kerja di Koran XXX,” tanya Sengkluh.
“Udah bertahun-tahunlah, dik. Aku termasuk seniorlah di sana,” jawab si mbak.