Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pakar Gastronomi dan Chef Masakan Tradisional Dukung Gerakan Locavore

8 Januari 2025   01:03 Diperbarui: 9 Januari 2025   12:01 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dewi Turgarini (kanan) dalam sebuah acara-Foto: https://jabar.tribunnews.com/2023/12/13/

"Gerakan Locavore menurut saya adalah gerakan dengan nama baru yang menurut saya positif karena akan semakin melengkapi dari gerakan-gerakan masyarakat lainnya yang peduli akan ketahanan pangan,"  kata dia.

Makanan lokal yang dipengaruhi akulturasi budaya asing seperti Islam, Tionghoa, Belanda dan Jepang, bahkan sekarang Korea adalah bagian yang tidak terelakan dari bagian proses budaya dalam suatu bangsa.

Dewi Turgarini (kanan) dalam sebuah acara-Foto: https://jabar.tribunnews.com/2023/12/13/
Dewi Turgarini (kanan) dalam sebuah acara-Foto: https://jabar.tribunnews.com/2023/12/13/

Dia juga mencatat pembelajaran penting pada masa Covid-19  secara industri pun yang tetap bertahan adalah makanan tradisional dan lokal yang memang diproduksi di dalam negeri.

Dewi berharap adanya edukasi generasi muda untuk citra rasa makanannya tetap mengakar kepada makanan tradisional dan lokal Indonesia.

Masakan Sunda yang pernah saya cicipi karena favorit saya  antara lain ayam goreng, ikan gurami goreng, empal goreng, nasi tugtug, lotek, mi kocok, lontong kari, soto Bandung, batagor, cilok, seblak, sayur asam, tumis genjer,oncom,  serta aneka sayuran tumisan, yang jumlah bisa lebih dari 30 item.

Bagaimana dengan masa Kolonial belanda, apakah mereka juga rajin menghimpun masakan tradisional? Setidaknya saya menemukan buku  Indisch Kookboek, 1930 berisi 134 resep masakan, di antaranya empal, gado-gado, nasi goreng, nasi kuning,  opor ayam, otak-otak,  rawon, rempeyek,  soto ayam, sayur asem, sayur lodeh, sayur gudeg, semur daging dan masih banyak lagi.  Itu artinya masakan yang banyak dikonsumsi baik di warung makan hingga di rumah tangga punya akar sejarah yang panjang.

Dalam buku Rijsttafelessens 1939  beberapa masakan yang disebut di atas juga dibahas. Dalam halaman 34-36 buku itu diungkapkan Did Hindia, hidangan nasi goreng tidak dianggap sebagai makan siang lengkap, namun sering disantap untuk sarapan, terutama di tempat-tempat kecil di pedalaman, di mana roti tidak selalu tersedia.

Itu terjadi di berbagai pos di Daerah Luar, misalnya: bahwa tukang pos, yang mengantarkan surat sekali atau dua kali seminggu, membawakan roti untuk keluarga-keluarga Eropa. Nasi goreng pada waktu itu disajikan dengan telur mata sapi, sambel dan kerupuk udang.

Minangkabau

Hal senada juga disampaikan Chef dan Konsultan Rumah Makan Minang  Dian Anuerah bahwa  gerakan kembali ke makanan lokal atau yang ditanam petani itu mengandung semangatnya bagus sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun