Gerakan Locavore atau mengonsumsi makanan lokal atau makanan yang bahannya berasal dari pertanian lokal merupakan titipan leluhur. Tetapi untuk mengurangi emisi karbon, masih menjadi perdebatan.
Ketika saya berkunjung ke Bandung baik untuk liputan  atau liburan sekaligus healing, maka setelah turun dari travel "wajib hukum"-nya untuk makan lontong kari daging sebagai sarapan jika tibanya pagi hari. Saya bersyukur setiap turun di kawasan Dipati Ukur, pedagang lontong kari ayam masih ada. Â
Jika tibanya sore, maka mi kocok saya akan buru. Selama di Bandung "wajib hukumnya"  harus ada jadwal untuk makan nasi dan ayam goreng Sunda, terkadang  sate daging sapi, kalau makan di rumah makan Jepang, Korea tetapi bahan-bahannya digunakan lokal atau petani sekitar Bandung.
Nah, sewaktu ke Yogyakarta tentunya makan gudeg dan nasi ayam goreng Jawa, angkringan, wedang tidak boleh terlewatan. Ketika ada di Kota Malang atau Kota Batu, tahu campur, sego empog, rujak cingur harus ada dalam daftar. Â Kalau ke Bogor ya, harus makan Soto Mi.Â
Di Jakarta dan Depok pun jajanan favorit saya adalah Sate Ayam Madura, Sate Padang, Nasi Tugtug, Lontong Sayur Padang, Gado-gado Betawi, Ketoprak di luar makan di Warung Tegal. Makan Tionghoa dan Jepang pun yang lokal punya dengan bahan  dan rasa lokal.
Tadinya saya tidak "ngeh" kebiasaan yang saya lakukan itu disebut sebagai gerakan Locavore yang dicetuskan oleh seorang koki profesional dan penulis buku "Full Moon Feast: Food and The Hunger for Connection, Â Jessica Prentience. Locavore merujuk pada dua kata loca dan vore artinya memakan.
Baca: Locavore, Pangan Lokal Masa Depan Pangan.Â
Di Indonesia, gerakan untuk mencintai pangan lokal ini antara lain digagas oleh seorang pengusaha asal Tasikmalaya bernama Syarif Bastaman. Menurut Syarif Bastaman, gerakan ini sebetulnya kembali ke cara hidup di desa, masyoritas masyarakat Indonesia pada 1970-an.
Ketika itu rakyat memiliki bahan pangan cukup karena menanam sayur dan punya kadang ayam, itik dan kambing di perkarangan. Semuanya bisa dinikmati tanpa mengeluarkan yang banyak.
Baca: Syarif Bastaman Ajak Masyarakat Kembali ke Cara Hidup Desa Â