Para penonton berteriak kagum ketika menyelesaikan bait pertama. Saya membawakannya ala generasi baru.
Tiba-tiba suara saya tersendat. Â Tiba-tiba wajah penonton dan tiga komentator menyeringai, seperti mentertawakanku, tetapi ada yang aneh, kulit kepala mereka mengelupas menjadi tengkorak. Mereka menjadi penyu-penyu bertepuk tangan. Â Lalu mereka menjadi penyu-penyu yang merayap ke panggung menyerbu.
Saya beteriak histeris.
Pukul 04.00 dini hari
Asrama Karantina
Saya terbangun dengan keringat mengucur deras. Rupanya AC mati hingga udara menjadi panas. Ferra dan Ratna juga bekeringat.
"Listrik mati?" keluh Ratna. Kamar kami menjadi gelap. Dia membuka jendela dan semua lampu taman mati. Juga rumah-rumah di komples tempat asrama kami. Menyeramkan. Â Sunyi.Â
"Kenapa Pak Heru tidak menghidupkan generator cadangan?" gerutu Ferra.
Rupanya mereka terbangun mendengar suaraku. Tetapi mereka paham saya mimpi buruk. Hal yang biasa di kontes seperti ini karena tegang.
"Jadi bagaimana?" tanya Ratna.
"Ya, sudah tidur lagi. Tunggu sampai pagi!" usul saya dan disetujui. Saya harap tidak bermimpi buruk lagi. Syukur, suara saya ternyata tidak ada tanda-tanda serak.