Bandung, Dago Atas -Alun-alun-Braga  September 1957
"Widy! Ada tamu dari Jakarta!" teriak ibunya.
Setelah tengah hari perempuan itu baru saja pulang dari test masuk Universitas Padjadjaran. Kali ini dia sendirian ke tempat test karena Syafri harus mengurus bisnis pamannya ke kawasan Puncak. Â Sementara kawan-kawannya juga punya kesibukan rutin. Â Widy baru saja mandri karena merasa gerah dan dia keluar dengan rambut basah dan wajahnya menjadi cerah ketika melihat siapa yang datang.
"Medina, Norma, kalian datang ke Bandung tidak kasih tahu sebelumnya! Kejutan manis buat aku!" Widy menyerbu kedua perempuan yang sebaya dengan dirinya. Ketiganya saling berpelukan. Mereka berloncatan seperti lama tidak bertemu.
"Iya, kami main kemari. Bang Asrul saya kasih tahu lewat surat saya mau ke Bandung kemarin sore. Â Dia ke Jakarta ada urusan bisnis," kata Norma. Dia mengenakan blus pendek dengan rok cukup pendek. Â Warna merah dengan strip putih,
Begitu juga dengan Medina, mengenakan rok selutut dan baju nyaris tanpa lengen, sementara  rambutnya dikepang dua  berbeda dengan rambut tergerai sebelumnya. Warna baju roknya kuning muda bercorak. Itu berlawanan dengan karakter tomboy yang  dominan ketika bersama Widy dan Norma.
"Ada apa dengan kamu Medina! Â Kamu juga Norma!" teriak Widy dengan heboh lalu meminta ketiganya duduk.
'Wah, kamu ketinggalan berita, sudah nonton film "Tiga Dara", aku niru potongan rambut dan juga baju  Indriati Iskak!" ucap Medina.
"Dia sudah nonton duluan di Capitol. Tapi dia ingin menonton lagi bersama aku. Tapi nggak afdol, dia mengusulkan nonton saja di Bandung mengajak kamu! Jadi kita bertiga deh...seperti tiga dara.."
"Kapan?" Widy antusias.
"Sore ini di Elita, kami beli tiga tiket. Nggak apa ya tidak mengajak Uda Syafri," ujar Medina. "Kebetulan aku baru dapat uang dari jualan baju kurung untuk orang-orang Minang di Jakarta!"
"Ihh hebat!" puji  Widy. "Bisa, bisa,  kita naik sepeda saja ya? Sepeda aku, sepeda Kang Syafri dan pinjam sepeda bapak aku," kata Widy.
Ibu Widy membawa tiga gelas teh manis dan tiga mangkuk serabi hangat. "Ini yang bikin heboh di Kepulauan Seribu dan Ibu dengar berkelahi di Jakarta?"
"Haah, Ibu dengar dari siapa?" tanya Widy. "Kang Syafri ngadu ya?"
"Kalau soal Pulau Seribu sih dari Kang Herland, kalau soal berkelahi, bapak telepon bapaknya Syafri. Tadinya dia mau marah, tetapi Ibu bilang, nggak apa-apa ada Kang Syafri."
Ketiganya tertawa terbahak lalu menyantap kue serabi. Ibunya duduk di samping Widy. "Kalian menginap di mana?"
"Sewa losmen murah Bu, dekat stasiun. Kami mau beri surprise, yang bayarin Medina," kata Norma.
Mendengar ramai-ramai Kinan keluar kamar. Dia baru pulang sekolah. Â Lalu dia duduk di samping ibunya sisi satu lagi. "Ikut!!"
"Nggak!" Kata Widy. "Bukan film anal-anak!"
Mulanya Kinan menunjukkan wajah meregut. Tetapi dia tampaknya mendapat ide. "Tapi Sabtu nanti Kinan boleh pinjam Om Syafri jalan-jalan  keliling Bandung ya!!"
Widy mengangguk." Iya, iya, Iya, boleh!" Mulutnya mencibir. Tetapi kemudian tersenyum.
Ibunya menoleh kepada Kinan yang berani bicara seperti itu di depan tiga perempuan jauh lebih tua di atasnya. Tetapi dia senang, anak itu lagi suka merajuk kalau cemburu pada kakaknya, sebelum ada Syafri.
Tak lama kemudian ketiganya bersepeda meluncur di Jalan Dago menuju kawasan alun-alun. Â Widy juga memakai rok tidak lagi tomboy, pakai rok setengah lutut dan blus lengan pendek berwarna hijau.
"Warna Pelangi  kita, merah, kuning, hijau di langit yang biru!!" teriak Medina, Widy dan Norma hampir bersamaan.
"Medina, Widy, Norma, Tiga Dara Pelangi!" seru Norma.
Mereka tiba di Elita, setelah memarkir sepeda dan mengamankannya, mereka masuk ke bioskop yang sudah penuh dengan para remaja.
Entah bagaimana Medina mendapatkan tiket di deretan ketiga dari belakang. Film diputar dan pas adegan bernyanyi, Medina dengan atraktif juga ikut bernyanyi dengan berapa penonton perempuan.
"Kebetulan saja aku dan Widy menikah muda, tetapi kalau umur 30 Â bahkan 40 tahun belum menikah pun apa salah?" celetuk Norma mengomentari persoalan tokoh Nunung.
"Iya sih," kata Widy. "Aku tadinya maunya umur 25 tahun lulus kuliah, tetapi aku nggak mau lama-lama pacarana sama Kang Syafri, aku merasa aman dengan dia. Ternyata perasaan aku benar, dia tidak mengekang aku dan malah tinggal di rumah orangtuaku."
"Aaah, aku sih santai saja. Orangtua ku juga santai. Aku ingin kuliah di Bandung tahun depan, kamu jadi masuk Unpad, aku mau kuliah di Unpad juga ambil Ekonomi," Â ujar Medina.
"Kamu mau menjadi pengusaha?" tanya Norma kayak Bang Asrul dan Bang Syafri?"
"Iyooo! Aku mau buka pabrik tekstil di Bandung atau Jakarta," katanya.
"Iya, aku daftar di Fakultas Pengetahuan Masyarakat, tetapi aku baru itu berat belajar hukum, aku maunya belajar antropologi ingin mempelajari suku baduy, atau suku tengger atau di Mentawai!"
"Kang Syafri kamu  dukung?"
"Iyalah, dia yang membiayai. Kalau nanti harus jalan-jalan, dia boleh ikut, nggak masalah," tutur Widy."Lebih baik sama dia, daripada Kang Herland yang disuruh Ibu! Cerewet sekali dia! Nanti dia banyak atur! Dasar tentara!"
"Wah ternyata ada adegan di Bandung," kata Norma. "Kalau yang di pantai mirip kita lihat di Pulau Seribu."
"Ya, memang Bandung Hebat!" seru Widy.
Mereka keluar dari bioskop Elita sekitar pukul empat sore, bermain ke alun-alun sejenak menyanyikan lagu Tiga Dara  membuat tukang sapu di sana tersenyum karena sudah biasa.
Kemudian mereka bertiga meluncur di Jalan Braga  dan singgah  di Toko Es Krim Baltic, Kali ini yang mentraktir Norma.
"Kira-kira Bang Asrul mu menyusul nggak ke Bandung?" tanya Widy.
"Iya lah. Anakku ditinggal sama Angku Mansyur, ibu aku sengaja aku bawa agar bisa jaga anakku. Mungkin besok dia bawa anakku kemari, kita bisa main bersama. Tetapi hari ini kita main bertiga," celetuk Norma.
Norma memesan es krim stroberi, Medina es krim durian dan Widy alpukat.
"Ya, warna Pelangi lagi," kata Norma.
Mereka menikmati es krim bersama-sama.
"Jujur ya, tiga dara dalam film itu bukan gaya kita sebenarnya?" Medina buka percakapan.
"Ya, sudah kita buat tiga dara suka-suka kita.  Nggak usah seperti perempuan dalam film itu! Yang penting kebersamaannya. Malah kita bsa buat persahabatan lebih erat dari saudara!" celetuk Widy.
"Itu yang aku suka dari Kau Widy!" Norma bersorak.
"Lagipula perempuan harus rambut panjang, pakai rok itu kan yang menentukan budaya," kata Widy.
"Wah, pernyataan menarik. Itu lagi aku suka dari Widy!"
Mereka duduk di sebuah sudut dan melihat seorang pria dan seorang anak kecil masuk. Medina mencolek Widy menunjuk mereka yang mengambil tempat di sudut berlawanan.
"Wah, Kang Syafri sama Kinan, Nggak sopan. Baru pulang dia ditodong, balas dendam sekali dia," ucap Widy renyah.
"Kita tegur?" tanya Norma.
"Nggak usah, biar Kinan senang. Biar adil!"
Ketiganya keluar diam-diam, tetapi Widy sempat melihat Kinan dengan rakus melahap tiga scoop es krim dengan pisang, sementara Syafri menyantap es krim vanilla satu scoop.
"Dasar Kinan! Nggak sabaran nunggu Sabtu, pasti dia merengek pada Ibu! Rakus lagi! Bisa-bisa malam nanti nggak makan! Sabtu pasti keluyuran lagi sama Syafri."
"Tapi Kang Syafri mu santai saja."
"Iya, dia sayang sama Kinan. Itu anak kecil pandai mengambil hati Kang Syafri, kerap dia duluan bawa minuman teh manis ketika kang Syafri pulang. Sementara aku kadang malas."
Di luar Widy melihat sepeda motor gandeng Rikuo Tipe 97 milik Syafri parkir.
"Sudahlah, kita berdua sejenak jadi gadis lagi!" bujuk Norma."Seperti Medina."
Ketiganya tertawa, kemudian bersepeda bersama menuju Jalan Dipati Ukur melihat kampus Unpad, sambil menyanyikan lagu 'Tiga Dara" (Bersambung).
Irvan Sjafari
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI