Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jejak Penyu dalam Sejarah, Konservasi dan Budaya

5 Desember 2024   10:58 Diperbarui: 5 Desember 2024   13:04 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Potongan Berita soal penyu di Pikiran Rakjat 11 April 1969 koleksi Perpusnas: Repro: Irvan Sjafari
Potongan Berita soal penyu di Pikiran Rakjat 11 April 1969 koleksi Perpusnas: Repro: Irvan Sjafari

Di Indonesia regulasi untuk melindungi penyu belum ada setidaknya sampai era awal  Orde Baru. Penyu masih legal untuk konsumsi. Wartawan Sjafik Umar dalam Pikiran Rakjat 11 April 1969 yang mengunjungi Ujung Genteng malam hari melaporkan perjalanannya di kawasan Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat.  

Dalam laporannya disebutkan, persinggahannya di Pangumbahan tengah malam dan disambut petugas jaga di sana dengan hidangan telur penyu rebus. Dia juga melihat di bawah sinar bulan yang lembut tampak beberapa ekor penyu mendarat untuk bertelur. Ukuran penyu besar-besar.

Menurut laporan itu daerah pengunduhan penyu ini oleh Pemda Sukabumi dikontrakan kepada PT Pangumbahan lebih dari Rp2,5 juta tahun 1969. Penghasilan semalam antara 1.000 hingga 1.500 butir karena hanya belasan ekor saja yang bertelur. Seekor penyu bertelur antara 80 hingga 130 butir semalam.

Sjafik Umar menyatakan jumlah produksi telur ini sebetulnya merosot drastis dibanding hasil 1966/1967 di mana setiap malam ada empat ribu butir telur. Dia menyinggung anak-anak penyu yang baru menetas masuk ke laut kerap jadi santapan ikan hiu.

Pada musim panceklik banyak penyu disembelih penduduk untuk dimakan. Harga telur di sini Rp7 per butir. Ongkos angkutnya ke Pangumbahan Rp0,25 per butir. Sampai di Sukabumi antara Rp10-Rp12,50 per butir. Di Jakarta dan di Bandung sama dengan harga telur bebek.

Saya juga menelusuri sumber-sumber Belanda. Salah satu di antaranya Algemen Handelsblad Voor Nerderlandsch Indie edisi 27 Agustus 1934 dan De Telegraf 8 September 1934 mengungkapkan penyergapan yang dilakukan oleh aparat kolonial Pemerintah Kolonial Inggris di Pulau Noord-Hooiberg (Tanjung Pinang?) di Laut Cina Selatan, kawasan tempat peneluruan penyu.

Dua orang Tionghoa ditangkap berikut 26 ekor penyu hidup berukuran besar yang direncanakan untuk bahan makanan. Dalam interogasi keduanya mengaku berasal dari Singapura.

Kedua menuturkan beberapa hari sebelumnya sudah membawa rongsokan telur penyu dari rekan mereka. Ketika tertangkap mereka sedang menunggu rekan mereka dan kapal itu kembali. Namun kapal itu tidak kunjung kembali, aparat membawa keduanya dan ditahan di Terempa, sementara penyu-penyu liar itu dilepaskan di laut.

Agak suka mencari laporan-laporan ini apa yang terjadi pada masa lalu. Tetapi untuk menyelamatkan penyu dari kepunahan, ialah pihak yang peduli harus tidak kenal lelah melakukan pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi telur penyu.

Pakar konservasi laut dari Universitas Trengganu, Malaysia  Dr. Jarina Mohd Jani menyebutkan bahwa konservasi juga harus mengenali aspek budaya. Bagi masyarakat pesisir telur penyu merupakan sumber protein.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun