Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jejak Penyu dalam Sejarah, Konservasi dan Budaya

5 Desember 2024   10:58 Diperbarui: 5 Desember 2024   13:04 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Kompas/Ferganata Indra Riatmoko

Postingan dari Yayasan Penyu Indonesia pada minggu pertama Desember 2024 ini tentang bahaya konsumsi daging penyu laut menunjukkan perlindungan satwa yang kini terancam punah ini rapuh. Berapa banyak sih ranger dari Yayasan Penyu Indonesia atau lembaga pemerintah mengawasi habitat penyu bertelur? Bagaimana dengan yang di laut terkena jaring nelayan?

Laporan dalam posting itu dan diperkuat oleh laporan BBC mengungkapkan kasus yang menimpa penduduk Teduray setelah menyantap sup penyu di sebuah kota tepi laut di Provinsi Mangindanao del Norte. Setelah menyantap tiga orang meninggal dan tiga puluh dua orang lainnya dirawat di rumah sakit.

Nah, menurut Yayasan Penyu Indonesia kasus tersebut bukan pertama kalinya, pada 2013 empat orang meninggal dan 68 orang lainnya juga mendapat perawatan karena keracunan dengan gejala diare, muntah dan kejang perut. Mereka makan penyu laut langka yang direbus.

Nah, walaupun Philipina punya regulasi perlindingan lingkungan, sejumlah komunitas di negeri itu menjadikan daging penyu sebagai makanan lezat tradisional. 

Campaign Officer Yayasan Penyu Indonesia (YPI) Alya Daniyah Rosyadah membenarkan ancaman bagi penyu, salah satu di antaranya datang dari nelayan. Penyu kerap tertangkap dalam jaring, namun tidak dilepaskan, malah dibawa pulang untuk dikonsumsi. "Padahal pernah terjadi kasus keracunan massal di kawasan Mentawai akibat konsumsi daging penyu," ucap Alya kepada saya 26 November 2024 lalu by WA.

Konsumsi penyu bukan hanya di negara Asia Tenggara dan kritik terhadap konsumsi penyu ini juga sudah dilakukan berabad-abad lalu. Salah satu kesadaran terhadap pentingnya melindungi penyu dalam sejarah diungkapkan situs Conservation Turtles yang menyebutkan setidaknya pada 1620. Pemerintah Kolonial Inggris di Bermuda mengeluarkan regulasi bertajuk: "An Act Agynst The Kilngge of Oer Young Totoyses" (ejaan Inggris lama).

Regulasi ini sebagai penyesalan terhadap penghancuran penyu hijau secara tak sengaja karena eksplorasi padang rumput laut yang subur dan ternyata eksplorasi itu merusak sarang penyu hijau.

Negara bagian Florida, Amerika Serikat sekitar 1821 juga mengatur pedagangan penyu. Namun masalahnya peraturan ini berbenturan dengan tradisi "tetangganya" Bahama. Para nelayan daerah yang waktu itu menjadi koloni Spanyol terbiasa untuk berburu penyu dan mengambil telurnya di sekitar pantai Florida.

Ilustrasi Konservasi penyu abad ke 17 | Sumber Foto: conserveturtles.org
Ilustrasi Konservasi penyu abad ke 17 | Sumber Foto: conserveturtles.org

Gubernur Bahama pun melobi Amerika Serikat untuk membuat perjanjian mengizinkan nelayan Bahama untuk menjadikan penyu sebagai buruannya. Amerika Serikat mengabaikan permohonan karena itu wewenang negara bagian Florida.

Florida mengeluarkan regulasi agar mereka yang menangkap ikan di wilayahnya untuk mendaratkan hasil  tangkapan mereka termasuk penyu. Ancaman pelanggaran adalah penyitaan kapal. Kebijakan ini mengurangi minat nelayan Bahama mengambil telur penyu hingga menangkap penyu di perairan Florida.

Potongan Berita soal penyu di Pikiran Rakjat 11 April 1969 koleksi Perpusnas: Repro: Irvan Sjafari
Potongan Berita soal penyu di Pikiran Rakjat 11 April 1969 koleksi Perpusnas: Repro: Irvan Sjafari

Di Indonesia regulasi untuk melindungi penyu belum ada setidaknya sampai era awal  Orde Baru. Penyu masih legal untuk konsumsi. Wartawan Sjafik Umar dalam Pikiran Rakjat 11 April 1969 yang mengunjungi Ujung Genteng malam hari melaporkan perjalanannya di kawasan Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat.  

Dalam laporannya disebutkan, persinggahannya di Pangumbahan tengah malam dan disambut petugas jaga di sana dengan hidangan telur penyu rebus. Dia juga melihat di bawah sinar bulan yang lembut tampak beberapa ekor penyu mendarat untuk bertelur. Ukuran penyu besar-besar.

Menurut laporan itu daerah pengunduhan penyu ini oleh Pemda Sukabumi dikontrakan kepada PT Pangumbahan lebih dari Rp2,5 juta tahun 1969. Penghasilan semalam antara 1.000 hingga 1.500 butir karena hanya belasan ekor saja yang bertelur. Seekor penyu bertelur antara 80 hingga 130 butir semalam.

Sjafik Umar menyatakan jumlah produksi telur ini sebetulnya merosot drastis dibanding hasil 1966/1967 di mana setiap malam ada empat ribu butir telur. Dia menyinggung anak-anak penyu yang baru menetas masuk ke laut kerap jadi santapan ikan hiu.

Pada musim panceklik banyak penyu disembelih penduduk untuk dimakan. Harga telur di sini Rp7 per butir. Ongkos angkutnya ke Pangumbahan Rp0,25 per butir. Sampai di Sukabumi antara Rp10-Rp12,50 per butir. Di Jakarta dan di Bandung sama dengan harga telur bebek.

Saya juga menelusuri sumber-sumber Belanda. Salah satu di antaranya Algemen Handelsblad Voor Nerderlandsch Indie edisi 27 Agustus 1934 dan De Telegraf 8 September 1934 mengungkapkan penyergapan yang dilakukan oleh aparat kolonial Pemerintah Kolonial Inggris di Pulau Noord-Hooiberg (Tanjung Pinang?) di Laut Cina Selatan, kawasan tempat peneluruan penyu.

Dua orang Tionghoa ditangkap berikut 26 ekor penyu hidup berukuran besar yang direncanakan untuk bahan makanan. Dalam interogasi keduanya mengaku berasal dari Singapura.

Kedua menuturkan beberapa hari sebelumnya sudah membawa rongsokan telur penyu dari rekan mereka. Ketika tertangkap mereka sedang menunggu rekan mereka dan kapal itu kembali. Namun kapal itu tidak kunjung kembali, aparat membawa keduanya dan ditahan di Terempa, sementara penyu-penyu liar itu dilepaskan di laut.

Agak suka mencari laporan-laporan ini apa yang terjadi pada masa lalu. Tetapi untuk menyelamatkan penyu dari kepunahan, ialah pihak yang peduli harus tidak kenal lelah melakukan pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi telur penyu.

Pakar konservasi laut dari Universitas Trengganu, Malaysia  Dr. Jarina Mohd Jani menyebutkan bahwa konservasi juga harus mengenali aspek budaya. Bagi masyarakat pesisir telur penyu merupakan sumber protein.

Riset yang dilakukan Jarina mengungkapkan perdagangan telur penyu sudah ada dan diatur selama lima puluh tahun, namun memakan telur penyu sudah terjadi jauh sebelum itu.

"Praktik mengumpulkan dan memakan telur penyu telah menjadi bagian dari budaya lokal yang tertanam dalam warisan keluarga dan kepemilikan tanah," ujar Jarina seperti dikutip dari Macaranga, 27 Mei 2022.

Irvan Sjafari

Sumber:

https://www.instagram.com/p/DDHCjEMTRFP/?hl=en

https://www.bbc.com/news/articles/cx2y8xz9nweo

https://conserveturtles.org/so-excellent-a-fishe-the-early-history-of-sea-turtle-conservation-in-florida/

https://www.macaranga.org/an-end-to-the-culture-of-eating-turtle-eggs/

Pikiran Rakjat 11 April 1969

Sumber Foto:

https://conserveturtles.org/so-excellent-a-fishe-the-early-history-of-sea-turtle-conservation-in-florida/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun