Belum sampai 100 persen saja, Lucy tokoh utamanya sudah jadi superwomen. Â Dia mamu memporak-porandakan sindikat narkoba dan membuat polisi dan ilmuwan terperangah. Â Lucy mampu mencairkan ruang dan waktu.
"Mas, suka film ini?" tanya Gendis. Â Kami bersama-sama turun dari lift lantai enam. Â
"Nggak terlalu. Terlalu banyak adegan laganya. Masih di bawah film thriller Luc Besson , judulnya Leon The Profesional, yang ada sentuhan humanismenya. Sang pembunuh bayaran bersimpati pada anak kecil yang orangtuanya dibunuh."
"Belum nonton Mas, tetapi kalau menurut aku, manusia saja menduduki rantai teratas rantai makanan dengan hanya memakai 10-15 persen otaknya. Jika ada yang mampu di atas itu berdoalah, mudah-mudahan dia bukan psikopat. Tanpa adanya psikopat super cerdas bumi ini sudah porak-poranda."
Kami mampir ke kawasan Bulungan untuk makan gultik mengisi perut. Â Rupanya dia tinggal di rumah temannya di kawasan Fatmawati. Jadi kami naik metromini bersama karena searah.
"Tokoh utamanya perempuan. Â Mungkin sutradaranya punya gambaran bahwa perempuan nggak selamanya lemah," tutur Gendis di dalam Metromini.
"Dalam La Femme Nikita, iya, dalam Joan of Arc iya,  The Lady iya?"
"The Lady?"
"Tentang Aung San Suu Ky, Pejuang hak asasi manusia dari Myanmar melawan rezim militer."
"Wah, kalau itu aku nonton Mas. Aku nonton bareng teman-teman aktivis. Â Cuma aku tidak tahu sutradaranya Luc Besson."
"Apakah Widy pejuang juga? Kamu kan pernah cerita dia membela pelacur jalanan, anak perempuan yang dipaksa menikah."