Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bandung 1969, Catatan tentang Tukang Becak, Pelacuran dan Gelandangan

17 November 2024   14:44 Diperbarui: 17 November 2024   14:49 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana alun-alun 1960-an ada becak lewat. Sumber: UWM Librarieshttps://collections.lib.uwm.edu/digital/collection/agsphoto/id/43059/

Pada awal Orde Baru, tukang becak, gelandangan dan pelacuran di Kota Bandung menjadi masalah sosial yang mulai membuat Pemerintah Kota Bandung kalang kabut. Situasi politik pasca peristiwa  G 30 S, membuat gejolak sosial bisa dicurigai ditunggangi PKI.

Pada Kamis 8 Mei 1969 malam ratusan tukang becak mendatangi sebuah rumah di Jalan Brantas nomor 15. Mereka melempari rumah tersebut dengan batu.  Pemicunya ialah pertengkaran antara penumpang dan pengemudi becak sebelumnya dan pengemudi bernama Sapri mengaku dipukuli.  Tentara segera berdatangan mengusir para tukang dan menjaga ketat kawasan itu. 

Pikiran Rakjat edisi 9 Mei 1969 melaporkan bahwa ratusan tukang becak masih berkumpul di Jalan Martadinata, Jalan Cihapit, serta Jalan Serayu.  Belum jelas apa penyebab pemukulan, namun situasi politik pada waktu itu muncul kekhawatiran di kalangan pejabat dan petinggi militer bahwa simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) malam dapat menunggangi kejadian ini.

Kekhawatiran itu tampak ketika Pd Wali Kota Bandung R. Hidajat Sukamardijaja dan Kepala Kepolisian Kota Besar AKBP Drs. Subki Syaril mengadakan pertemuan dengan 49 pengusaha becak di Kantor Polisi Kobes Bandung, Sabtu 10 Mei 1969. Keduanya menyesalkan tindakan perusakan kepada warga Jalan Brantas yang tidak menahu atas insiden pemukulan itu.

Pemkot merasa perlu mengadakan pertemuan karena Insiden pada 8 Mei juga menyebabkan kerusakan pada rumah lain selain rumah nomor 15, yang tidak tahu menahu tentang kejadian itu. Subki meminta agar para tukang becak tidak terpengaruh oleh Garpol PKI yang akan memanfaatkan peristiwa yang menguntungkan mereka  seperti dilansir Pikiran Rakjat 12 Mei 1969.

Namun apakah unsur PKI memang bisa memanfaatkan keadaan itu, juga menjadi tanda tanya. Karena kekuatan PKI di Jawa Barat sebetulnya paling lemah dibanding Jawa Tengah dan Jawa Timur yang sebenarnya sudah praktis hancur. 

Pikiran Rakjat 13 Mei 1969 sebenarnya mengungkapkan  situasi  sosial sosial ekonomi masa itu, ketika Hidajat Sukmardijaja menyatakan bahwa jumlah becak di kota Bandung tercatat sekitar  16 ribu buah.  Sebanyak 45 ribu pengemudi yang hidupnya bergantung pada becak, rasionya satu becak menghidupi tiga pengemudi dan keluarganya.  

Tingkat kesejahteraan para tukang becak ini sangat menyedihkan.  Wali Kota meminta para pengusaha becak untuk tidak hanya memeras tenaga tukang becak, tetapi juga memperhatikan kehidupan mereka.  Namun kenyataan sekadar imbauan saja. Sejarah mencatat nasib tukang becak tetap seperti itu hingga tahun sesudahnya.

Masalah sosial lainnya yang harus dihadapi Pemerintah Kota Bandung adalah pelacuran. Pada 18 Juli 1969 sebuah razzia gabungan dari Brimob, CPM, Pol AU, dan petugas jawatan sosial Kota Bandung menangkap 35 perempuan pelacur (waktu itu belum disebut PSK) dan sepuluh orang gelandangan.  Mereka diserahkan ke Panti Perawatan Jayagiri, Lembang.

Salah satu tempat yang dijadikan sasaran ialah sebuah Hotel yang disebut S, di mana razzia gabungan menangkap 8 perempuan pelacur.  Dua minggu sebelumnya polisi menangkap 6 perempuan pelacur di hotel yang sama. Pikiran Rakjat 19 Juli 1969 menyebut 90 persen dari pelacur berasal dari luar kota Bandung, sore mereka mencar mangsa dan subuh sudah pulang ke kampungnya.

Klipping Berita PIkiran Rakjat 1969 tentang becak-Foto; Repro Koleksi Peprusnas oleh Irvan Sjafari
Klipping Berita PIkiran Rakjat 1969 tentang becak-Foto; Repro Koleksi Peprusnas oleh Irvan Sjafari

Lainnya  Pemerintah Kota besar Bandung menghadapi masalah gelandangan yang ditaksir  sudah berjumlah lebih dari lima ratus orang. Pikiran Rakjat 17 Oktober 1969 menyebut di antara mereka ada yang sudah masuk rumah penampungan. Namun begitu mereka mendapat pendidikan mereka kembali menggelandang.

 Mereka tidur di emper-emper toko dan taman, serta di bawah jembatan.  Kalau dulu mereka mendapat penghasilan dengan meminta-minta, kini mereka main orkes, memungut puntung rokok untuk bahan membuat kembali jadi rokok. Mereka membawa buku yang dicap oleh lurah atau RK.  Banyak di antara mereka adalah perempuan yang masih muda. Mereka beroperasi  bergerombolan dan pulang larut malam ke arah Cicadas membawa oleh-oleh bahan makanan hasil meminta-mintanya.

Sebagian besar gelandangan itu datang dari Jawa Barat sendiri, tidak sedikit jumlahnya yang berdiam di sekitar  Kota Bandung dan ada yang datang dari luar Jawa Barat.

Bagaimana keadaan ekonomi di Kota Bandung sebetulnya sebetulnya?  Kalau indikasi dari kepemilikan kendaraan, Pikiran Rakjat 18 Oktober 1969 memuat data dari Kepolisian Lalu Lintas mengenai  jumlah kendaraan bermotor di kota itu pada 1969 mencapai 50.170 naik dari 1968 berjumlah 48.731 buah.  

Sementara penduduk Kota Bandung sekira 1,4 juta jiwa.  Itu belum termasuk kendaraan bermotor milik anggota ABRI.  Berarti satu di antara 27 penduduk mempunyai kendaraan bermotor.  Apakah kepemilikan kendaraan bermotor menunjukkan sudah ada satu kelompok sosial  kecil yang mempunyai uang lebih? 

Kepolisian Lalu Lintas juga memuat data kepemilikan sepeda 435 ribu buah. Rasionya 3 penduduk punya satu sepeda.  Sepeda merupakan kendaraan yang  banyak dimiliki warga Bandung dan kerap digunakan para pelajar dan mahasiswa sejak 1950-an.

Kepolisian Lalu Lintas juga menyebut jumlah becak 17 ribu lebih dari angka yang diungkapkan Pemkot Bandung masa itu  di atas. Kalau saya menyimak  apa yang terjadi 1969  memberikan sinyal potensi konflik sosial pada tahun-tahun berikutnya.

Irvan Sjafari

Tulisan Terkait:

https://www.kompasiana.com/jurnalgemini/5c2664beab12ae22d421e565/bandung-1962-surat-keterangan-pelacur-dan-pelajar-pencatut-karcis?page=1&page_images=1

Main Foto: UWM Libraries

https://collections.lib.uwm.edu/digital/collection/agsphoto/id/43059/ 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun