Lainnya  Pemerintah Kota besar Bandung menghadapi masalah gelandangan yang ditaksir  sudah berjumlah lebih dari lima ratus orang. Pikiran Rakjat 17 Oktober 1969 menyebut di antara mereka ada yang sudah masuk rumah penampungan. Namun begitu mereka mendapat pendidikan mereka kembali menggelandang.
 Mereka tidur di emper-emper toko dan taman, serta di bawah jembatan.  Kalau dulu mereka mendapat penghasilan dengan meminta-minta, kini mereka main orkes, memungut puntung rokok untuk bahan membuat kembali jadi rokok. Mereka membawa buku yang dicap oleh lurah atau RK.  Banyak di antara mereka adalah perempuan yang masih muda. Mereka beroperasi  bergerombolan dan pulang larut malam ke arah Cicadas membawa oleh-oleh bahan makanan hasil meminta-mintanya.
Sebagian besar gelandangan itu datang dari Jawa Barat sendiri, tidak sedikit jumlahnya yang berdiam di sekitar  Kota Bandung dan ada yang datang dari luar Jawa Barat.
Bagaimana keadaan ekonomi di Kota Bandung sebetulnya sebetulnya?  Kalau indikasi dari kepemilikan kendaraan, Pikiran Rakjat 18 Oktober 1969 memuat data dari Kepolisian Lalu Lintas mengenai  jumlah kendaraan bermotor di kota itu pada 1969 mencapai 50.170 naik dari 1968 berjumlah 48.731 buah. Â
Sementara penduduk Kota Bandung sekira 1,4 juta jiwa.  Itu belum termasuk kendaraan bermotor milik anggota ABRI.  Berarti satu di antara 27 penduduk mempunyai kendaraan bermotor.  Apakah kepemilikan kendaraan bermotor menunjukkan sudah ada satu kelompok sosial  kecil yang mempunyai uang lebih?Â
Kepolisian Lalu Lintas juga memuat data kepemilikan sepeda 435 ribu buah. Rasionya 3 penduduk punya satu sepeda.  Sepeda merupakan kendaraan yang  banyak dimiliki warga Bandung dan kerap digunakan para pelajar dan mahasiswa sejak 1950-an.
Kepolisian Lalu Lintas juga menyebut jumlah becak 17 ribu lebih dari angka yang diungkapkan Pemkot Bandung masa itu  di atas. Kalau saya menyimak  apa yang terjadi 1969  memberikan sinyal potensi konflik sosial pada tahun-tahun berikutnya.
Irvan Sjafari
Tulisan Terkait:
Main Foto: UWM Libraries