"Keterlibatan kaum muda dalam Ronda Sungai  adalah  investasi jangka panjang untuk menjaga ekosistem sungai"
Didorong rasa ingin tahu, seorang siswi kelas 12 SMA Muhammadiyah 10 Gresik Aeshnina Azzahra Aqilani nekat berenang di Sungai Brantas yang ada di Kecamatan Wringinanom, Senin, 16 September 2024. Â Â
Semangat petualang sekaligus kepedulian terhadap lingkungan begitu menggebu-gebu dalam diri milenial ini ketika dia memutuskan untuk mengikuti kegiatan bernama Ronda Sungai yang digagas oleh organisasi kajian ekologi dan konservasi lahan basah (Ecoton) ini.
Tidak tanggung-tanggung remaja generasi Z ini berenang melewati tiga desa sekaligus, Desa Wriginanom, Desa Lebani Wars dan Desa Sumengko.Â
Jawaban atas pertanyaan yang ada dalam dirinya apakah sungai di Indonesia masih sehat terjawab dengan melihat dengan mata kepalanya sendiri sekitar 30  timbulan sampah di sepanjang  sungai yang dilaluinya. Â
Menurut Nina, dia mencium bau amis, kemungkinan juga ada bangkai di antara sampah. Selain itu sampah plastik dominan di antara timbulan.
"Ini membuktikan pemerintah daerah kurang memberikan layanan sampah hingga masyarakat yang tinggal di tepi sungai membuang sampahnya ke sungai," ujar  dara yang karib disapa Nina ini dalam keterangan tertulisnya.
Dia menyampaikan tidak habis pikir  mengapa otoritas membiarkan rumah-rumah liar yang berdiri di tepi sungai, terutama di Desa Lebani Waras dan Desa Sumengko.
Dia mengatakan sebagai generasi Z dia akan berjuang menghentikan penggunaan plastik sekali pakai. Untuk itu dia kan menyurati Bupati Gresik untuk segera mencari solusi misalnya Tempat Pembuangan Sampah yang bisa memilah, mendaur ulang dan menggunakan sampah itukembali. Â Dia juga berharap Pemda juga menyelesaikan terkait bangunan liar di pinggiran sungai.
Mahasiswa UB Berenang 10 JamÂ
Semangat yang sama juga menyala dalam dada para mahasiswa Ilmu Kelautan dari Universitas Brawijaya  (UB) Malang. Di antaranya ada Michael Tosi, bersama lima rekannya memutuskan untuk ikut Ronda Sungai.
Saya ikut ronda sungai karena kesadaran untuk merehabilitasi sungai karena sungai merupakan badan air terusan menuju ke laut, yang dapat membayakan ekosistem dan masyarakat dan juga kegiatan ronda sungai ini dapat di rekognisi ke mata kuliah rehabilitasi," ujar Michael ketika saya hubungi 17 September 2024.
Michael dan kawannya berenang menyusuri titik 0 Kali Surabaya sampai Karangpilang. Â Mereka mengikuti renang Ronda Sungai ini selama dua hari.
Hari pertama pada  9 September selama 6 jam dari Mlirip sampai kantor Ecoton, hari kedua  pada 10 September selama 10 jam  dari kantor Ecoton hingga  daerah Bambe.
Para mahasiswa menyaksikan  eceng gondok yang menumpuk di satu sisi sungai, pohon plastik, timbunan sampah, orang memancing, hinga pembuangan limbah.
"Untuk total timbulan sampah ditemukan pada  9 September sebanyak 63 dan pada  10 September sebanyak  57 timbulan," ungkap Michael yang merasa beruntung mendapat pengalman berharga dalam kegiatan ini.
Sementara dalam akun instagramnya Ecoton berharap aksi ini bisa mendorong semua pihak untuk melindungi sungai, khususnya Kali Surabaya. Â Selain itu lembaga ini juga menyesalkan adanya sampah dari limbah industri daur ulang dan industri kertas impor.
Peneliti Ecoton Mohammad Alaika Rahmatullah mengatakan latar belakang digelarnya kegiatan Ronda Sungai diadakan sebagai respon terhadap krisis pencemaran air, terutama yang disebabkan oleh limbah plastik dan limbah industri di sungai-sungai.
Kegiatan ronda sungai ini direncanakan untuk terus berlangsung dalam jangka panjang, bergantung pada kondisi pencemaran sungai dan komitmen dari masyarakat serta pemerintah untuk menjaga kebersihan sungai.
"Memang kami gencar di musim kemarau karena debit air sungai menurun sementara beban pencemaran meningkat," ujar pria yang karib disapa Alex ini ketika saya hubungi 17 September 2024.
Menurut Alex, kegiatan Ronda Sungai difokuskan di wilayah Jawa Timur, tetapi ada harapan agar gerakan ini menjadi inspirasi bagi wilayah-wilayah lain di Indonesia yang menghadapi tantangan serupa terkait pencemaran sungai.
Ecoton mendorong kaum muda dalam aktivitas ini karena mereka lebih peka terhadap isu lingkungan. Kaum muda berpotensi menjadi agen perubahan, terampil menggunakan teknologi untuk menyebarkan kampanye.
"Keterlibatan kaum muda adalah  investasi jangka panjang untuk menjaga ekosistem sungai," pungkasnya.
Pemerintah Kota Suraya melalui Dinas Lingkungan Hidupnya mengakui sampah di sungai menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai  Pada musim hujan DLH mencatat sebanyak 25 ton sampah per hari pada musim kemarau dan 40 ton sampah per hari pad musim hujan.Â
Sampah-sampah didominasi sampah plastik.  Solusi menurut pihak DLH  adalah  memperluas tempat pilah dan daur ulang sampah bisa mengurangi sampai empat ton.
Namun menurut pakar hukum lingkungan Universitas Airlangga Suparto Wijoyo solusinya terletak pada tanggungjawab produsen yang menggunakan kemasan plastik.
"Di negara Eropa ada yang disebut Extended Producer Responsibillity, di mana jika ada konsumen membawa botol bekas yang dipakainya, maka dia bisa mendapatkan harga yang lebih murah untuk produk yang sama, karena yang dibeli isinya bukan kemasannya," ujar Suparto. Baca:  Sampah  Sungai Surabaya 40 Ton Per  hari Â
Tentunya untuk mendukung adanya intensif  itu diperlukan regulasi yang kuat. Hingga konsumen juga akan merasakan bila berkontribusi pengurangan sampah plastik juga merasakan manfaat ekonomi.
Kalau solusinya hanya parsial, maka betapa pun hebatnya para aktivis lingkungan mengambil sampah dari sungai, tidak akan menyelesaikan masalah secara tuntas.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H