Menurut Alex, kegiatan Ronda Sungai difokuskan di wilayah Jawa Timur, tetapi ada harapan agar gerakan ini menjadi inspirasi bagi wilayah-wilayah lain di Indonesia yang menghadapi tantangan serupa terkait pencemaran sungai.
Ecoton mendorong kaum muda dalam aktivitas ini karena mereka lebih peka terhadap isu lingkungan. Kaum muda berpotensi menjadi agen perubahan, terampil menggunakan teknologi untuk menyebarkan kampanye.
"Keterlibatan kaum muda adalah  investasi jangka panjang untuk menjaga ekosistem sungai," pungkasnya.
Pemerintah Kota Suraya melalui Dinas Lingkungan Hidupnya mengakui sampah di sungai menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai  Pada musim hujan DLH mencatat sebanyak 25 ton sampah per hari pada musim kemarau dan 40 ton sampah per hari pad musim hujan.Â
Sampah-sampah didominasi sampah plastik.  Solusi menurut pihak DLH  adalah  memperluas tempat pilah dan daur ulang sampah bisa mengurangi sampai empat ton.
Namun menurut pakar hukum lingkungan Universitas Airlangga Suparto Wijoyo solusinya terletak pada tanggungjawab produsen yang menggunakan kemasan plastik.
"Di negara Eropa ada yang disebut Extended Producer Responsibillity, di mana jika ada konsumen membawa botol bekas yang dipakainya, maka dia bisa mendapatkan harga yang lebih murah untuk produk yang sama, karena yang dibeli isinya bukan kemasannya," ujar Suparto. Baca:  Sampah  Sungai Surabaya 40 Ton Per  hari Â
Tentunya untuk mendukung adanya intensif  itu diperlukan regulasi yang kuat. Hingga konsumen juga akan merasakan bila berkontribusi pengurangan sampah plastik juga merasakan manfaat ekonomi.
Kalau solusinya hanya parsial, maka betapa pun hebatnya para aktivis lingkungan mengambil sampah dari sungai, tidak akan menyelesaikan masalah secara tuntas.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H