Belakangan aku tahu bos mereka sama: Yongki Ariwibowo. Â Yang sudah berulang kali aku rusak bisnisnya.Â
Namun malam ini aku terima chat dari Rahma Putri Pertiwi minta bertemu di sebuah warung makan di kota kecil tempat organisasi nirlabaku bermarkas. Kok dia berani ke kota ini? Tempat yang cukup berbahaya. Mungkin tugas dari kampusnya.
Masalahnya memang hubungan kami tidak direstui orangtua Rahma yang tidak suka pada aktivis lingkungan yang gemar mencari bahaya seperti aku untuk membela satwa liar. Â Walau secara finansial aku bisa menghidupi dia, karena banyak yang memberikan dukungan donasi pada kami di dalam dan luar negeri.
Pukul 11 malam, Rahma menungguku di rumah makan yang cukup sepi. Dia mengenakan jins dan jaket dengan rambut dikucir dan tas ransel.
Naluriku merasakan ada yang tidak beres. Â Aku pikir Rahma bersama kawan-kawannya seperti dichatnya. Â Namun rupanya dia bersama Sudin dan Pongki yang rupanya sudah bebas.Â
Kali ini Yongki Ariwibowo bersama dua orang lain menunggu membawa pistol entah bagaimana mereka bisa menyandera Rahma dan memaksanya untuk memancing aku.
"Bawa mereka ke hutan. Sudah saatnya kawan kita ini berakhir petualangannya. Biar ditemani kekasih hatinya," kata Yongki.
Aku merasa seperti masuk dalam jerat dan menurut ke dalam jip landrover mereka.  Aku  dan Rahma dibiarkan berdua di tengah mobil dengan todongan pistol.
Di jendela aku sempat melihat jalanan yang sepi. Â Kota ini sebetulnya sudah sepi pada pukul sembilan malam. Â Penjaga warung tampak ketakutan. Â Yongki juga punya orang di kota itu.Â
Tidak tampak seorang pun, tetapi sekilas aku melihat beruang berbulu maroon seperti yang pernah aku tolong berdiri di trotoar, seolah berkata: Jangan Takut!
"Mengapa kamu kemari? Nggak bilang-bilang!"