Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bertemu Mahluk Dunia Lain

9 Agustus 2024   23:04 Diperbarui: 9 Agustus 2024   23:10 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hutan bambu  Kredit Foto: indonesia.go

"Aku pernah mendengar ramai, Kak Hijau! Itu Dari jarak berapa tumbak dari hutan bambu dan pohon besar itu," cerita Wulan, anak petani hutan yang juga suka mengambil daun-daun, akar-akaran dan umbi-umbian buat obat-obatan untuk ibunya,  Ambu Sekar  yang bekerja sebagai tabib.

Kerajaan kami punya aturan untuk tidak serakah mengambil daun, buah, akar-akaran dan umbi-umbian. Apalagi untuk menebang pohon.  Kata Prabu itu untuk keberlanjutan kerajaan kami ke depannya. 

Kami punya aturan tidak boleh buang makanan dan boros terhadap air.  Nah, kata Ayah nama aku itu karena terinpirasi undang-undang kerajaan ini. Agar negeri kami tetap Hijau Lestari.

Sayang, aku tidak pernah tahu ayah datang dari kerajaan mana, karena tidak ada silsilahnya. Kata Ibu dari jauh. Ayah pandai dan bekerja di perpustakaan kerajaan dan mengajar anak-anak soal bagaimana menggunakan air.  Ayah mengajarkan menampung air hujan dan menyimpannya di tanah.

 Ayah mengajarkan mengelola sampah sisa makanan menjadi pupuk hingga negeri kami bersih. Hal yang belum pernah sebelum ayah hadir.  Bahkan ayah mengajarkan menggunakan  kantong belanja dari anyaman bambu yang lebih kuat dari akar dan bungkusnya daun jati atau daun pisang.

Ilmu pengetahuan kami ditulis di daun lontar dengan tinta dalam bentuk gulungan-gulungan oleh sesepuh kami kerap rapuh. Ayah menyalinnya lagi dengan cara yang lebih awet. Bahkan ayah membuat sebuah kitab dari lembaran daun lontar yang diawetkan.

Selain Ayah tidak mau menceritakan  asal-usulnya, ayah juga melarang aku membuka peti yang di simpan di bawah tempat tidur dari negeri asalnya.  Namun sebagai anak nakal, aku pernah membuka peti itu ketika ayah dan ibu aku dipanggil Prabu untuk suatu rapat .

Aku membuka peti itu dan menemukan sebuah kitab pengetahuan  dengan bahan yang aneh dan tulisan dari bahasa yang tidak aku mengerti. Bahkan ada sebuah benda aneh yang satu bagiannya mengkilap dengan ada tonjolan di sampingnya. 

Benda-benda apakah ini?  Di peti itu juga ada celana dan baju yang tidak aku temui di negeri ini.  Bahkan gambar ayah dengan celana dan baju ini bersama dua orang lainnya dengan pakaian yang sama.  Apakah ini baju dari negeri ayah? Tetapi itu ayah waktu muda.   

Diam-diam aku menyimpan benda aneh itu, sehelai gambar ayah waktu muda  dan sebuah kitab di dalam tas anyamanku dan kemudian ke kamar.  Keduanya sudah berdebu berarti sudah lama ayah tidak membukanya.

Ternyata  Wulan juga ingin tahu seperti apa dunia lain itu.  Ketika aku perlihatkan kitab dan benda aneh itu Ajeng terkejut. "Aku pernah melihat ada sesosok mirip kita  membawa benda mengkilat ini dari balik dua pohon besar itu. Pakaiannya mirip dalam gambar itu!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun