Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Prili Alisha, Bersama Tim "Pupukin!" Buktikan Bonggol Pisang Jadi Pupuk

28 Juni 2024   00:55 Diperbarui: 28 Juni 2024   00:58 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prili Alisha-Foto: Dokumentasi Pribadi Pirli Alisha

Sebelum masuk Program Studi Agribisnis , Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Padjadjaran Prili Alisha menganggap pertanian hanya sebagai "mesin penyedia pangan" dengan konotasi yang tradisional. Namun setelah menempuh kuliah, mahasiswi angkatan 2022 ini mengetahui  agribisnis berbicara dari hulu ke hilir, yang mana cakupan luas ini memuat beberapa subsistem dari pengadaan, on farm, agroindustri, hingga ke tahap pemasaran.

Pada Juni 2024  ini Kanal Media Unpad merilis  Prili Alisha, bersama kawan-kawannya, Dira Purwasih (Agribisnis), Prili Alisha (Agribisnis), Rizqia Nadira Ronaldo (Agribisnis), M. Yasyfa Kusumadinata (Teknologi Industri Pertanian), dan Stanislaus Adhi Pramudya (Agroteknologi) menemukan pupuk organik yang ramah lingkungan  yang terbuat dari bonggol pisang dan kulit udang, yang kemudian mereka beri nama sebagai Pupukin!

Menurut dara kelahiran Bandung 4 Juni 2004 ini produk ini  mampu memperlambat pelepasan  nutrisi  yang dibutuhkan tanaman ke tanah.   Imbasnya frekuensi untuk melakukan pemupukan menjadi berkurang.  Hasilnya Pupukin! memberikan manfaat optimal bagi tanaman.

Nah, Prili sebagai juru bicara timnya menjelaskan apa produk ini, hingga pertanian yang ramah lingkungan.  Dia bersama kawan-kawannya memperbanyak jumlah milenial anak bangsa  yang sadar bahwa mereka menjadi masa depan bumi untuk tetap nyaman didiami semua mahluk hidup.  Jika gagal, mereka dan keturunannya yang akan menanggung akibatnya.

Berikut petikan wawancaranya dengan saya melalui Whatsapp untuk Kompasiana dan narasinya untuk media saya Cakrawala, pada 27 Juni 2024.

Bagaimana ceritanya sampai punya ide menghadirkan Pupukin? Kok Prili dan kawan-kawan bisa menjadikan bonggol pisang dan kulit udang sebagai bahan pupuk?

Awalnya Pupukin! tercetus dari tugas kuliah yaitu projek membuat bisnis inovasi. Akhirnya kami berembuk dan menyatukan beberapa pengetahuan yang kami miliki untuk membawa Pupukin! Ke jenjang PKM-Kewirausahaan. Bersama ketua Tim, Dira Purwasih dari Agribisnis, ditemani Rizqia Nadira yang juga berasal dari Agribisnis, Stanislaus Adhi dari Agroteknologi, dan M. Yasyfa dari Teknologi Industri Pertanian didampingi Bu Vira Kusuma Dewi, M.Sc., PhD sebagai dosen pembimbing.

Keberlimpahan bonggol pisang menjadi concern kami mengingat Jawa Barat menjadi penghasil limbah bonggol pisang terbesar di Indonesia dan lokasi kampus kami yang terletak di Kabupaten  Sumedang memiliki potensi limbah bonggol pisang yang belum dimaksimalkan potensinya.

Kami memutuskan menggunakan kulit udang sebagai bahan biomaterial alami yang membantu pelepasan pupuk secara perlahan sehingga memberikan efek slow release kepada tanaman.

Apa sudah diriset sebelumnya?

Riset dan studi literatur tentang penggunaan bonggol pisang sebagai pupuk sudah banyak beredar terutama untuk Pupuk Organik Cair (POC), tetapi tim kami berinovasi membuat pupuk dari limbah bonggol pisang yang berbentuk padat.

Skema PKM yang kami usung adalah Kewirausahaan sehingga kami menggunakan riset-riset terdahulu untuk membuat produk Pupukin!. Pupukin! cocok untuk semua jenis tanaman terutama tanaman hortikultura sayur daun seperti pakcoy, sawi, selada, romain, dan sebagainya.

Bagaimana dengan ketersediaan bahan? Bahan limbah bonggol dan kulit udang didatangkan dari mana?  Rencananya nanti produksi di mana?

Bahan-bahan seperti limbah bonggol pisang kami datangkan dari petani mitra di Kebun Ciparanje, Jatinangor. Sedangkan limbah kulit udang didatangkan dari mitra tambak udang di Cirebon. Seluruh kegiatan produksi kami lakukan di Jatinangor. Saat ini pemasaran sudah kami lakukan secara offline (luring)  dan online (daring).

Secara luring  kami mengikuti pameran yang diselenggarakan fakultas, word of mouth, dan konsinyasi bersama beberapa komunitas urban farming. Sedangkan secara daring kami membuka toko online di Shopee dan pemasaran melalui media sosial di instagram, tiktok, dan facebook resmi @pupukin. Saat ini kami dalam tahap pengajuan Hak Cipta dan Merek.

Prilli Alisha bersama kawan-kawannya dari Pupukin!-Foto: Koleksi Prili Alisha
Prilli Alisha bersama kawan-kawannya dari Pupukin!-Foto: Koleksi Prili Alisha

Nah Prili sendiri mengapa tertarik ikut terlibat menghadirkan produk limbah? Sejak kapan Prili peduli lingkungan?

Sebagai mahasiswa agribisnis, saya tersadarkan kalau ternyata se-sederhana buah pisang yang sehari-hari saya konsumsi punya bagian-bagian yang belum dioptimalkan terutama bonggolnya.

Setelah berbincang-bincang bersama petani yang kini menjadi mitra, mereka mengaku sangat senang jika ada orang yang mau memanfaatkan bonggol pisang yang menjadikan tambahan pemasukan bagi petani. Itulah titik awal saya mulai tersadar ternyata limbah tidak hanya menjadi sampah, justru malah menjadi berkah.

Sejauh ini, kali pertama saya terjun langsung membuat kompos dari 0. Pengalaman saya sebelumnya hanya mengamati pembuatan kompos di tempat magang, dan kegiatan praktikum di kampus.

Menurut Prilli masa depan produk agribisnis dengan sistem berkelanjutan ini seperti apa? Di Bandung sampai saat ini seperti apa? 

Tentunya saya dan tim sangat menyambut baik produk agribisnis yang berkelanjutan mengingat hal seperti ini tidak hanya berdampak baik secara lingkungan namun juga berdampak baik secara sosial bahkan menghasilkan nilai ekonomi.

Di Bandung sendiri sudah banyak komunitas-komunitas yang juga menyambut baik langkah peduli lingkungan seperti ini dan itu menjadi salah satu semangat dan support system kami dalam mengembangkan Pupukin! .

Apa visi Prili sendiri terhadap agribisnis awalnya dan sekarang bagaimana? Cita-citanya mengembangkan agribisnis nanti seperti apa? 

Sebelum memasuki dunia Agribisnis, saya hanya menganggap pertanian sebagai "mesin penyedia pangan" dengan konotasi yang tradisional. Namun ternyata, agribisnis bicara dari hulu ke hilir, yang mana cakupan luas ini memuat beberapa subsistem dari pengadaan, on farm, agroindustri, hingga ke tahap pemasaran. 

Saya terpacu untuk mengembangkan agribisnis dalam hal penyediaan "pasar" yang pasti bagi para petani. Ketidakberdayaan petani kecil dalam memproduksi hasil pertanian diakibatkan banyak faktor salah satunya "kemana saya akan menjual produk saya nanti?" Hal inilah yang bisa dikembangkan melalui beberapa pendekatan contohnya menerapkan sistem Community Supported Agriculture yang membuat koneksi langsung antara petani dan konsumen akhir.

 

Prili memandang masa depan Bumi seperti apa?

Sedih ya melihat kondisi bumi sekarang apalagi melihat alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan industri, perumahan, dan lain sebagainya.  Namun hal tersebut bukan menjadi penghalang bagi pertanian karena masih banyak alternatif lain seperti menerapkan urban farming, membangunkan kembali lahan tidur, smart farming, dan lain sebagainya untuk membantu menguatkan ketahanan pangan. Mungkin kembali ke pertanian subsisten ya, tanam sendiri, konsumsi sendiri.

Irvan Sjafari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun