Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Dilan 1983: Wo Ai Ni", Tidak Gombal dan Terbaik

18 Juni 2024   21:20 Diperbarui: 18 Juni 2024   21:40 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan Dilan 1983: Wo Ai Ni _Sumber Foto: https://pasundanekspres.id

Begitu juga dengan persoalan penembakan misterius, diselipkan dalam film ini memperkuat gambaran bagi penonton bahwa ini 1983, ketika kawanan Dilan menemukan tubuh terbungkus karung dengan diperlihatkan tattoo di bagian tubuhnya.  Bahkan Bunda Dilan (Ira Wibowo) membicarakannya dengan anak-anaknya seperti halnya pembicaraan orang masa itu tanpa mengetahui siapa dalang peristiwa itu. 

Realitas sosial lain ialah undian harapan dan porkas, judi yang dilegitimasi dan menjadi keresahan masa itu digambarkan oleh kutbah Kakek Dilan (Cok Simbara) yang menjadi guru mengaji anak-anak.  Film ini menyindir kebiasaan sosial itu ketika  Dilan tanpa sungkan mengambil cerutu untuk sesaji dari mereka yang mengharapkan menembus nomor untuk diberikan pada kakeknya. Luar biasa.

Dilan kecil punya kenakalan dan bukan anak yang "maha sempurna", misalnya menyembunyikan petasan di balik kasur neneknya (dimainkan dengan baik oleh Nniek L Kariem) karena kesal dimarahi menyalakan petasan dan mempermainkan marbod masjid dengan mengunci pintu WC.  

Perkelahian antara Dilan dan kawan-kawannya dengan geng Gigin (Quentin Stanislavni Kusnandar)  juga merupakan kenakalan anak-anak biasa.  Perkelahian satu lawan satu dan tidak mengesankan ke arah kriminal seperti geng motor pada era setelah 2000.

Saya juga suka dengan Bunda Dilan yang mengemudikan jipnya sementara ayahnya justru di sampingnya mencerminkan kemandirian perempuan dan kesetaraan. Bunda tidak marah pada Dilan yang pulang sehabis berkelahi tetapi didengarkan. Saya suka akting Ira Wibowo yang duduk di samping Mei Lin di beranda rumahnya: Mei Lin kamu itu cantik loh!"

Oh, ya saya pernah diskusi dengan salah seorang penikmat film apakah secara sienmatografi Fajar bisa mengambil Bandung 1980-an? Ya, memang ada pedagang buku kaki lima di dekat Cikapundung, Alun-alun, sebagian kawasan Braga masih bisa jadi wakil 1980-an dan untungnya banyak sekolah di Bandung mempertahankan bangunan tua, juga Daihatsu orang tua Mei Lin dan Jip keluarga Dilan, serta angkot masa itu. Okelah, memang jadi terbatas sih untuk membuat film sejarah dengan setting Bandung. 

Hanya saja catatan saya, penontonnya banyak yang datang dari usia SD, mungkin karena tokoh utamanya anak SD film ini tontotanan untuk anak SD. Harusnya dengan bimbingan orangtua, karena film ini lebih tepat untuk remaja  hingga generasi saya.  Bagaimana mereka menangkap masalah Petrus dan  kekerasan kriminal di salah satu adegan?  Sayangnya anak SD segera pasti pernah menonton itu entah di media sosial. Apa boleh buat.

Secara total "Dilan 1983: Wo Ai Ni" adalah yang paling terbaik di antara seluruh film Dilan yang sudah ada. Saya merasa tidak berlebihan memberikan standing applaus.  Ceritanya yang didukung pemainnya luar biasa, begitu juga sinematografinya.     

Irvan Sjafari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun