Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bukankah Budaya Judinya yang Jadi Masalah?

17 Juni 2024   16:53 Diperbarui: 17 Juni 2024   16:53 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak heran kalau judi daring (bahasa saya untuk judi online) merajalela di masyarakat Indonesia, larena judi sudah jadi budaya di Indonesia. Menurut saya rencana Kominfo untuk memblokir media sosial X  nama dulu Twitter, juga percuma karena pejudi  akan masuk ke saluran lain. Pornografi saja tidak bisa ditangkal, Kominfo tidak punya SDM yang cukup untuk menangkal sampai seratus persen.  Belum lagi harus menangani  soal pinjaman online (pinjol) yang cepat silih berganti situs. 

Sebetulnya untuk mencekal keduanya, baik  judi daring dan pornografi menurut saya justru harus dilakukan media mainstream jangan beritakan apa pun tentang skandal artis dalam dan luar, film yang ada adegan vulgar atau  situs judi daring karena akan memancing keingintahuan warganet.

Bahkan keduanya bisa diakses oleh mereka yang di bawah 18 tahun yang lebih gadget freak daripada generasi di atasnya, termasuk  yang sekarang jadi pegawai Kominfo.  Siapa suruh yang kasih gawai ke anak di bawah usia 18 tahun?  Simple kok. 

Jadi secara teknis dua nih, Kominfo minta kepada media mainstream agar tidak pernah menulis kedua hal itu, apalagi kalau itu menyangkut urusan pribadi.  Bahwa itu tersebar di media sosial, biarkan saja akan terbatas kok, tetapi pemberitaan media mainstream memperparahnya.

Nah, fokus ke judi daring, bisa nggak pemerintah menghapus budaya judi di Indonesia?  Itu tugas lintas kementerian dan lembaga, mulai dari kementerian agama, kementerian pendidikan dan kebudayaan, kepolisian, kementerian sosial, kementerian dalam negeri dan pemerintah daerah.

Judi sudah berakar dalam berapa budaya, seperti sabung ayam  yang sudah ada di sejumlah daerah sejak berapa abad yang lalu. Saya mengambil contoh,  Di Ranah Minang, Kaum Padri menjadikan sabung ayam sebagai alasan penegakan syariah  dan menumpasnya dengan tegas dan terukur pada abad ke 19.  Namun ketika Belanda mengalahkan Kaum Padri, sabung ayam masih tetap hidup.  

Blog milik Suryadi LIAS-Universitas Leiden dengan tulisan bertajuk Minang  Saisuak mendapatkan berita surat kabar yang mengugkapkan polisi negeri menangkap 12 orang melakukan sabung ayam di Pesisir Perca Barat pada 12 Juni 1877 dan sebuah kartu pos yang diklaim dari Sumatera Barat berangka 1905.  

Pemberitaan  berapa tahun lalu juga menyebutkan penggerebekan lokasi sabung ayam di Sumatera Barat, misalnya di Bukittingi pada 3 April 2022  Baca: Antara  Polri-TNI Gerebek Lokasi Judi  Sabung Ayam. 

Pada pertengahan Maret tahun yang sama Satpol PP Kota Padang juga membubarkan lokasi sabung ayam di kawasan Anak Air, Koto Tangah Padang. Baca: Satpol PP Bubarkan Sabung Ayam di Anak Air.

Budaya sabung ayam juga ada  daerah lain, Jawa, Bali hingga Sulawesi  dan juga tradisi berabad-abad, berarti kemungkinan di bawah dari negeri Asia lainnya masuk ke Nusantara.

Selain sabung ayam, judi tradisi  juga bermunculan sepertu  judi togel, judi buntut entah judi apalagi. Bahkan  sejarah mencatat  pada 1960-an ada  yang disebut National Lottery (Nalo), diikuti   undian Harapan  pada 1970-an hingga SDSB  pada 1990-an sebetulnya esensinya adalah judi yang mendapat legitimasi. 

Cara cepat untuk mengumpulkan dana dari masyarakat, tepatnya  orang-orang yang ingin bermimpi jadi orang kaya  demi mencari dana untuk sosial maupun untuk kepentingan olahraga. Lalu siapa yang membeli undian itu, orang kayakah atau orang yang penghasilannya pas-pasan?  Mengapa dana itu tidak direncanakan dengan matang melalui APBN?

Perlu diteliti siapa yang suka judi daring itu?   Saya sih percaya dengan laporan  Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2023  terkait  angka perputaran uang dalam transaksi judi daring.  Sebanyak 2,1 juta dari 2,7 juta pemain judi daring  adalah mereka yang berpenghasilan rendah, seperti buruh, petani, ibu rumah tangga  hingga pelajar dan mahasiswa.  Baca: Laporan PPATK

 

Saya sih prihatin pada pelajar yang pasti mengacu pada mereka berusia 18 tahun ke bawah, lah, siapa yang kasih mereka akses gawai ?  Bukankah orangtua? Bukankah ada kepentingan korporasi juga untuk ekspansi  penjualan gawai?  Lah, bagaimana mereka bisa tahu ada judi daring?  Bukan saja media sosial tetapi mereka mampu kok mengakses berbagai situs yang bertaburan di internet.

Jadi menghentikan judi daring atau judi online, bukan dipecahkan dengan pemblokiran saja, tetapi yang lebih sulit mengubah mental masyarakat yang jadi pasarnya.  

Saya percaya dengan naiknya tingkat pendidikan rakyat, terutama jumlah Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi,  kemudian diikut dengan  terwujudnya keadilan sosial, serta dibereskannya tiga sektor utama  saja pendidikan, pertanian dan kesehatan, maka budaya judi itu akan berkurang dengan sendirinya, sekalipun tidak akan lenyap.   

Orang akan berpikir ulang untuk menghabiskan uang hasil kerja kerasnya untuk judi jika semua kebutuhan dasar bisa dipenuhi dengan pekerjaan yang layak dan penghasilan yang bisa memenuhi kebutuhan dasar dan sekunder, setidaknya. 

Irvan Sjafari

Sumber Foto:

https://niadilova.wordpress.com/2010/07/12/minang-saisuak-06-sabuang-ayam/ 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun